0
Wednesday 24 May 2017 - 15:34

Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dan Soft War Amerika Serikat

Story Code : 639976
Perangkat soft war AS (tavaana)
Perangkat soft war AS (tavaana)
Beberapa catatan mengenai peran Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dukungan AS yang paling baik adalah catatan rangkuman Allen Weinstein, salah satu pendiri National Endowment for Democracy (NED). Allen Weinstein dalam sebuah artikel di Washington Post tahun 1991 menulis: "Banyak dari apa yang kita lakukan hari ini dilakukan secara diam-diam selama 25 tahun lalu oleh CIA." https://www.washingtonpost.com/archive/opinions/1991/09/22/innocence-abroad-the-new-world-of-spyless-coups/92bb989a-de6e-4bb8-99b9-462c76b59a16/

http://afgj.org/what-is-ned

Tapi, supaya dapat benar-benar bisa mengidentifikasi LSM mana yang digunakan sebagai instrumen politik, maka perlu memeriksa keterkaitannya dengan institusi negara, mode operasional dan sumber pendanaannya.

Presiden AS John F. Kennedy (1961-63) adalah orang yang mempelopori politisasi LSM ketika dia mendirikan Peace Corps pada tahun 1961. Meskipun Peace Corps adalah sebuah organisasi pemerintah, konsep dan modelnya kemudian di adop dan dipakai untuk mendirikan beberapa lembaga lain dan LSM-LSM yang didukung oleh pemerintah AS. Peace Corps awalnya mengirim para "volunteers" (sukarelawan) Amerika untuk mempromosikan pemahaman orang Amerika di luar negeri. Peace Corps ini dianggap sebagai jawaban atas aktivitas akar rumput Uni Soviet di Amerika Latin dan Afrika. Pada tahun 1981, pelatihan-pelatihan anti-komunis diberikan kepada sukarelawan Peace Corps, dan pemerintah AS mempekerjakan Dean Coston Associates sebagai sebuah perusahaan konsultan yang bertugas melatih para sukarelawan untuk melemahkan upaya komunis dengan menghadirkan komunisme dalam bentuk paling negatif. Namun, karena Peace Corps dikenal di tengah masyarakat sebagai organisasi pemerintah, hal itu menjadi kendala utama keberhasilan dalam mengoal-kan agenda dan kebijakannya yang bias. Tampaknya kelemahan Peace Corps ini pertama kali difahami oleh Presiden AS Ronald Reagan dengan membantu mendirikan LSM lain, National Endowment for Democracy (NED), pada tahun 1983, dengan kedok mempromosikan "demokrasi."

NED dibiayai langsung oleh AS, dan Kongres memainkan peran penting dalam memajukan kepentingan AS di berbagai belahan dunia hingga merugikan penduduk lokal. Sebagai contoh, pada pertengahan 1980-an, NED secara terbuka mendukung Manuel Noriega di Panama dan kelompok anti-Castro untuk hegemoni AS di Amerika Tengah. Hari ini melalui berbagai hibah dan bantuan, NED aktif membiayai beberapa kelompok anti-Islam yang bekerja untuk mengganti sistem pemerintahan Islam di Iran.

Pada tahun 2009, Green Revolution (Revolusi Hijau) di Iran yang dibiayai dan didanai NED dan Foundation for Defense of Democracies (FDD) tumbang. Kelompok anti-Islam saat itu menggunakan simbol warna hijau sebagai lambang perlawanan terhadap pemerintahan sah, simbol warna yang juga pernah digunakan untuk penggulingan Mossadegh tahun 1953.

Sejak tahun 1980-an, AS mengadopsi cara pendekatan yang lebih soft dan canggih untuk memajukan agendanya melalui LSM. Sebagai contoh, LSM kontemporer ini melibatkan Open Society Foundations (OSI) yang kemudian berhasil membuat Rose Revolution (Revolusi Mawar) di Georgia untuk mendirikan pemerintahan pro-AS. Alih-alih terlibat langsung, pemerintah AS tetap berada di belakang "Rose Revolution" dengan menggunakan para personil dan individu seperti George Soros, pemodal miliarder yang mendanai OSI. Organisasi seperti OSI ini oleh pemerintah AS diberi ruang politik dan ekonomi untuk beroperasi secara independen dan bebas untuk memajukan desain global AS di tingkat strategis. Selain itu, pemerintah AS juga memberi cara dan ruang untuk menerapkan kebijakan tertentu tanpa mengambil tanggung jawab resmi, dan oleh karena itu, OSI tidak dapat dianggap bertanggung jawab secara politik, sosial, ekonomi dan bahkan dalam banyak kasus tertentu seperti penggulingan pemerintah sah.

Modus operasional LSM-LSM AS cukup sederhana. Mereka membiayai apa yang disebut sebagai proyek dan program di berbagai negara "miskin" ketika sistem yang berkuasa dianggap tidak banyak mampu meningkatkan taraf kehidupan warganya. Tetapi, dalam banyak kasus, rezim-rezim brutal dan korup justru akan terus dipertahankan oleh Amerika Serikat sendiri, contoh yang paling mudah dalam benak adalah, Azerbaijan, Mesir, Pakistan, Arab Saudi, Bahrain dan negara-negara Timur Tengah. Kasus dan faktor kemiskinan menjadi mudah bagi LSM AS untuk menarik dukungan penduduk lokal agar bekerja sama dengannya karena iming-iming bantuan peningkatan taraf hidup. Pola dan alternatif seperti itu seringkali menyasar penduduk miskin, terutama para pengangguran dan kelaparan. Dengan menyediakan layanan minimum, tak jarang memanfaatkan fasilitas pemerintah daerah, LSM dukungan AS ini memproyeksikan diri sebagai pendonor dan penolong banyak orang. Kata penolong ini dimaksudkan untuk mendukung mereka di antara penduduk lokal.

LSM AS dengan sangat terampil memanfaatkan celah pada kepala negara untuk memaksakan kebijakan luar negeri pemerintah AS. Karena LSM asing ini memiliki banyak uang untuk melaksanakan proyek vital, maka kebanyakan LSM-LSM lokal yang berhasil memperbaiki kondisi di negara mereka sendiri menjadi rentan terhadap manipulasi dengan menerima hibah dari pihak luar dan bergabung dengan LSM AS. Kurangnya dana, memaksa LSM-LSM lokal di negara-negara berkembang menyerahkan integritas dan identitas mereka sebagai badan yang benar-benar non-pemerintah karena sudah menjadi perpanjangan tangan pemerintah asing, yakni AS.

Kondisi-kondisi yang mungkin memerlukan operasi stabilitas atau operasi dukungan,- penderitaan masyarakat yang meluas, pertumbuhan populasi, kelaparan, pelanggaran hak asasi manusia, dan perang saudara,- merupakan kondisi yang menarik bagi LSM untuk layanan. Rujuk program Foreign Internal Defense (FID) AS.

https://en.wikipedia.org/wiki/Foreign_internal_defense

Selain LSM yang fokus pada pelayanan sosial masyarakat, ada beberapa dari mereka yang disebut sebagai think-tank, dan yayasan yang memainkan peran penting dalam perumusan kebijakan dan pelaksana lapangan.

AS sendiri memiliki jumlah think-tank terbesar dan terbanyak di dunia, termasuk di Indonesia yang tidak hanya berfungsi sebagai lembaga perumus kebijakan, tetapi juga sebagai pusat penentuan administrasi untuk merekrut para ahli dari berbagai bidang untuk kepentingan AS. Think-tank dan yayasan ini dimasukkan ke dalam skema NGO pemerintah AS pada awal 1900-an.

Yayasan, berfungsi sebagai sumber dana dan pembiayaan bagi individu dan organisasi, sementara think-tank berfungsi lain sebagai pembuat opini yang lebih jelas dan kongkrit. Namun, meskipun think-tank ini mengklaim memberikan perspektif alternatif, mereka sering mempromosikan kebijakan yang menguntungkan para donatur, -biasanya bersumber dari Singapura dan Australia,-. RAND Corporation misalnya, adalah salah satu think-tank terkemuka AS yang didirikan pada 1945 tepat setelah Perang Dunia Kedua oleh komandan Angkatan Udara AS, Jenderal Henry H. Arnold. RAND Corporation adalah contoh think-thank yang paling baik dan terbaik dari berbagai sisi. Pada tahun 2008, RAND Corporation menghabiskan dana sebesar $ 230,07 juta hanya untuk penelitian dan riset. Karenanya, banyak dari riset dan penelitian yang dilakukan RAND Corporation secara langsung atau tidak langsung memakan biaya militer yang besar dan khususnya pengeluaran untuk Angkatan Udara AS. Angkatan Udara AS menyumbang dana sebesar $ 42 juta untuk RAND Corporation pada tahun yang sama.

Selain the RAND Corporation, terdapat think-thank Foundation for Defense of Democracies (FDD) yang didirikan pada tahun 2001 berpusat di Washington, DC, AS dengan presiden Clifford May.

Jika National Endowment for Democracy (NED) sumber dananya terbesar dari Konggres AS via UNSAID, maka FDD sumber dana terbesarnya dari kelompok pro-Zionis Israel. Secara kerja, FDD berfungsi sebagai pemotor dan pemicu gejolak di Timur Tengah dengan biaya dari rezim Israel dan individu-individu pro-Israel.

http://www.defenddemocracy.org/

Dalam Foreign internal defense, LSM-LSM yang didanai pemerintah AS merupakan bagian penting dari kebijakan luar negeri AS untuk mencengkeramkan hegemoniknya. Bahkan, selama masa kepresidenan mantan Barack Obama, sektor LSM ini lebih sering digunakan secara maksimal sebagai kebijakan luar negeri AS.

Pada tahun 2009 Obama secara terbuka memproklamirkan bahwa orang Amerika tidak hanya dapat mengandalkan militernya, namun juga sangat membutuhkan keamanan nasional sipil yang terlatih dan didanai.

LSM AS benar-benar menjadi alat politik penting dan benar-benar menjadi Soft War bagi kepentingan AS. Bahkan, kata "bantuan" dan "hibah", -meski LSM ini sering mengklaim menggunakan istilah organisasi non-profit-, tak jarang digunakan untuk menembus dan melemahkan masyarakat, terutama di negara-negara Muslim, termasuk di Indonesia. Kalau kita melihatnya secara sederhana, maka konsep LSM mungkin tampak praktis dan bermanfaat bagi masyarakat, tapi jika dilihat dari sisi cara dan fungsinya, maka LSM ini tidak hanya mendistorsi tujuan awal, bahkan bertentangan dengan prinsip-prinsip awal dan untuk menjaga kepentingan AS. []
Comment