0
Friday 9 June 2017 - 06:40

Pecah Kongsi Saudi dan Qatar, Plot Lain Amerika Serikat Terhadap Iran

Story Code : 644415
Pecah kongsi Saudi-Qatar
Pecah kongsi Saudi-Qatar
Dua pekan berlalu, tepatnya pada 20 Mei ketika para penguasa Arab di ibukota Saudi Arabia, Riyadh, saling mengusap hidung satu sama lain untuk menunjukkan solidaritas dan persahabatan. Kala itu, semua menunjukkan rasa bangga saat mereka secara kolektif menyerahkan kepemimpinan kepada panglima perang baru, Kaisar Donald Trump. Tetapi, dalam sepekan ini kondisi berubah total, mereka yang dulu saling mengusap hidup, kini saling menunjuk hidung, bukan untuk persahabatan, tapi untuk tikaman.

Tanggal 22 Mei, dalam pidato di KTT Arab-AS, Trump mengajak pembentukan kemitraan strategis AS-Arab Teluk untuk melawan apa yang mereka sebut sebagai "terorisme" dan idelogi radikal, yang disambut gemuruh tak kurang dari 55 pemimpin negara Islam dari 57 anggota Organisasi Kerja Sama Islam. KTT Arab Teluk-AS sepakat menunjuk Donald Trump sebagai Kaisar baru untuk kepemimpinan bergengsi itu. Sebab KTT itu berhasil menyepakati pembentukan organisasi keamanan regional antara negara-negara P-GCC dan AS, yang oleh analis disebut sebagai Kerjasama Militer ala NATO versi Arab. Tujuannya jelas, untuk mengkonter Iran yang dianggap galil adab menggagahi kekuasaan dan kekuatan Bani Saud di Timur Tengah, hal yang sebelumnya pernah digadang-gadang oleh penguasa Irak, Saddam Hussain.

Untuk itu, layak kita mengucapkan selamat datang di teater absurd pimpinan Bani Saud dan Donald Trump.

Dua pekan sejak hinggar bingar harapan untuk menikam Iran secara keroyokan belum reda, pada tanggal 5 Juni kemarin, sejumlah rezim Arab berigal dibawah kepemimpinan Bani Saud, pemimpin negara-negara seperti Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, Libya ditambah mantan presiden buron Yaman Abd Rabou Mansour Hadi sepakat untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar, salah satu negara kunci di Timur Tengah, selain Saudi Arabia. Apa pasal?

Kerajaan Dinosaurus Bani Saud menuduh Qatar mendukung gerakan "terorisme" Ikhwanul Muslimin (IM) yang masuk dalam list gerakan terorisme di Saudi, Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA). Sebagai salah satu negara kunci di Teluk Persia, Qatar menolak menandatangani Deklarasi Riyadh pada tanggal 22 Mei yang menurut Doha tidak masuk akal.

Padahal, inti kesepakatan Deklarasi Riyadh itu target utama sebenarnya adalah sebuah tindakan perang keroyokan untuk melawan Iran Islami dan mengelompokkan Hamas sebagai teroris, bukan Ikhwanul Muslimin (IM) dukungan Qatar yang saat ini bergabung dengan pemberontak di Suriah.

Untuk menyakinkan kolego-kolegonya, penguasa Bani Saud berdalih bahwa raja telah benar-benar memperdebatkannya sebelum menjatuhkan hukuman kepada Qatar. Saudi berargumentasi bahwa tidak ada hal seperti itu yang terjadi dalam kesepekatan Deklarasi. Banyak pemimpin terkejut ketika mengetahui tentang Deklarasi Riyadh itu dari media, kata penguasa Bani Saud.

Untuk mengemudikan tujuan itu, Menteri Pertahanan Saudi Muhammad bin Salman mengusir Qatar dari koalisi pimpinan Saudi melawan Muslimin bersarung di Yaman, kecuali Qatar memutus hubungan diplomatik dengan Iran.

Bagi Qatar, bukan hanya soal isolasi diplomatik dari beberapa negara tetangga yang mengancam stabilitas keamanan dan ekonomi, juga fakta bahwa Qatar menerima lebih dari 80 persen pengiriman bahan dan kebutuhan pokok melalui Arab Saudi. Dan saat ini jalan itu sudah diblokir.

Pecah kongsi antara Arab Saudi dan Qatar sekali lagi membuka jendela keributan para penguasa Arab berigal yang disembunyikan. Dewan Kerjasama Teluk (P-GCC) yang didominasi Saudi sekarang seolah terbelah secara merata, Arab Saudi, UEA dan Bahrain kecil berada di satu sisi, sementara Qatar, Oman dan Kuwait kecil berada di sisi lain.

Pengelompokan yang terakhir ini efeknya tentu saja tidak cocok bagi pangeran-pangeran Bani Saud yang akan menyusutkan pundi-pundi simpanan dari negara-negara terakhir itu, juga menunjukkan betapa konyol dan kosongnya otak mereka yang sudah tergantikan dengan otak AS. Baik, Saudi Arabia maupun Qatar, otak mereka sama-sama nihil, dan hanya menjalankan apa yang menjadi isi kepala pemimpin Amerika Serikat.

"Pertengkaran" ini yang sebenarnya diharapkan Donald Trump saat pembentukan NATO Arab, memecah belah bangsa Arab dan menyatukan mereka dalam satu wadah dan barisan untuk mendukung apa yang mereka sebut melawan Iran yang teroris. Maka, mungkin kedepan, dunia akan segera menyaksikan invasi Bani Saud ke Qatar, seperti yang dilakukannya di Yaman saat ini.

Dan Turki sama seperti Amerika Serikat, akan bertindak dengan jubah kepahlawanan segera menawarkan kaleng minuman jenis baru ke Qatar dan memerasnya atas nama perjuangan Islam, untuk mempertahankan Ikhwanul Muslimin (IM).

Pecah kongsi ini sama sekali tidak dianggap sebagai buah keberkahan oleh para pemimpin Iran, tapi ini dipahami sebagai plot lain untuk target yang lebih jelas dan tegas untuk menggulung Iran yang Islami, jika Iran terjebak dalam game yang dijalan AS melalui Qatar.

Sementara penguasa Bani Saud hanya menggali kuburan mereka sendiri lebih dalam, dan lebih dalam lagi. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times]
Comment