0
Wednesday 23 May 2018 - 18:20

8 Fraksi DPR Setuju Ada Motif Politik di Definisi Terorisme

Story Code : 726825
Ilustrasi (Detik/Zaki Alfarabi)
Ilustrasi (Detik/Zaki Alfarabi)
Sepuluh fraksi di DPR telah menyatakan sikap terhadap dua definisi terorisme yang dirumuskan pemerintah yaitu opsi pertama tanpa motif politik dan yang kedua mencantumkan motif politik. 8 fraksi memilih opsi kedua, namun dengan catatan.

Definisi terorisme di RUU Antiterorisme itu disampaikan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkum HAM Enny Nurbaningsih di Gedung Nusantara II, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5/2018). Berikut ini bunyinya:

Alternatif 1
Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban, yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.

Alternatif 2
Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan negara.

Dua fraksi memilih alternatif pertama yaitu PDIP dan PKB sementara sisanya yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, PKS, NasDem, dan Hanura.

Delapan fraksi punya alasan masing-masing memilih alternatif kedua, dengan catatan menghilangkan diksi 'negara' di frasa 'gangguan keamanan negara' yang ada di bagian akhir alternatif definisi yang kedua.

"Hanura setuju alternatif ini dengan penambahan motif ideologi, politik dan gangguan keamanan. Sehingga penghentian negara itu jadi jamak. Jadi mestinya keamanan, sehingga menyangkut perintah negara. Hanura setuju," ujar anggota F-Hanura Dossy Iskandar.

"PPP setuju (dua). Tidak perlu ada kata negara," kata anggota F-PPP Arsul Sani.

Sementara itu, anggota F-PKS, TB Soemandjaja memilih alternatif kedua tanpa kata 'negara'. "Kami cenderung dengan keamanan bersifat umum. Misal ke presiden. Supaya beda dengan pidana umum. Misalnya untuk negara, bangsa dan tumpah darah Indonesia. Cukup keamanan saja. Kita maklum, rumusan adalah luas pemahamannya," ungkapnya. [IT/Detik]



 
Comment