0
Thursday 24 May 2018 - 14:45
AS dan Kemelut Semananjung Korea:

Korea Utara Kecam ‘Kedunguan dan Kebodohan’ Pence, Atas Ancaman Pembatal KTT

Story Code : 727031
Choe Son Hui, North Korea
Choe Son Hui, North Korea's vice-minister of Foreign Affairs.jpg
Trump akan direncanakan akan bertemu rekannya Korea Utara Kim Jong Un di Singapura pada 12 Juni untuk pembicaraan tingkat tinggi.

Pengumuman KTT datang setelah berbulan-bulan diplomasi yang luar biasa ramah antara musuh-musuh bersejarah yang ditengahi Korea Selatan.

Tetapi perubahan baru ditemukan dan potensi keberhasilan pertemuan telah diragukan dalam beberapa hari terakhir dimana Washington dan Pyongyang meningkatkan prospek pembatalan pembicaraan dan saling baku ancam.

Broadside terbaru dari Korea Utara datang Kamis (24/5) dengan wakil menteri Luar Negeri Choe Son Hui mencerca wawancara media Senin (21/5) di mana Pence memperingatkan Kim Jong Un bahwa itu akan menjadi "kesalahan besar" kalau mencoba dan mempermainkan Trump.

Pence juga mengatakan Korea Utara bisa berakhir seperti Libya, yang mantan pemimpinnya Moamer Khadafi dibunuh oleh pemberontak yang didukung AS bertahun-tahun setelah menyerahkan senjata atom, "jika Kim Jong Un tidak membuat kesepakatan".

"Saya tidak dapat menekan keterkejutan saya atas pernyataan dungu dan bodoh seperti itu mengalir keluar dari mulut wakil presiden AS," kata Choe dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh kantor berita yang dikelola negara KCNA.

"Kami tidak akan meminta AS untuk dialog atau bersusah payah untuk membujuk mereka jika mereka tidak ingin duduk bersama kami," katanya, menambahkan dia akan merekomendasikan Kim membatalkan pembicaraan jika Washington terus membuat ancaman tersebut.

Komentar serupa yang membandingkan Korea Utara ke Libya dari Penasihat Keamanan Nasional 'gila perang' Trump, John Bolton, menyebabkan ancaman pertama dari Pyongyang pekan lalu untuk membatalkan pertemuan Singapura.

"Apakah AS akan menemui kami di ruang pertemuan atau menghadapi kami di pertarungan nuklir-nuklir yang sepenuhnya tergantung pada keputusan dan perilaku Amerika Serikat," tambah Choe.[IT/r]
Comment