0
Thursday 18 February 2016 - 18:29
Analisa

Raja Saudi dan Kaisar Erdogan Uji Nyali di Rawa Suriah

Story Code : 521897
Erdogan dan King Salman (Reuters)
Erdogan dan King Salman (Reuters)
Dunia tertatih-tatih di tepi perang lebih luas di Suriah. Perang yang akan melibatkan berbagai kekuatan dunia, termasuk NATO melalui kekuatan Arab Saudi dan Turki, bahkan kedua negara boneka itu sesumbar akan mengerahkan pasukan darat dalam operasi khusus untuk melindungi elemen-elemen Takfiri di perbatasan Suriah yang sudah rontok. Meski beberapa pengamat memanadang, celotehan Saudi dan Turki merupakan bentuk intimidasi psikologis sekaligus bagian strategi NATO untuk meluncurkan intervensi asing di negara Arab anti-Zionis itu.

Sejauh ini, Tentara Arab Suriah berkoordinasi dengan paramiliter Irak dan Angkatan Udara Rusia, satu per satu gemilang berhasil memutus jalur pasokan ISIS, Front al-Nusra dan Free Syrian Army (FSA) di sekitar Aleppo dan di sepanjang perbatasan Turki-Suriah. Sementara sisi lain, pasukan Sunni Kurdi (YPD) dan Pasukan Demokratik Suriah (SPD) terus bangkit mengandaskan pertahanan elemen-elemen Takfiri yang berusaha menguasai kota strategis Azaz di utara Aleppo. Hal yang kemudian menyulut kemarahan besar Kaisar Erdogan.

Serangan rudal tentara Turki tak terelakkan, menyasar kelompok-kelompok Sunni Kurdi di perbatasan negara itu, kurang dari 10 km di perbatasan Turki.

Selain perang yang terus dilancarkan dan dikembangkan oleh Kaisar Erdogan terhadap Sunni Kurdi, baik di Suriah dan negara sendiri, tampaknya Turki berkolaborasi dengan Arab Saudi berusaha melempar kunci Inggris tepat jidat koalisi Russia-Suriah dan bersumpah akan memulai operasi darat di Suriah dengan restu dan ijin Washington.

Sebuah invasi ke Suriah merupakan tindakan perang, sekaligus penegasan bahwa NATO benar-benar berada di balik semua keberingasan ISIS, meski berusaha disembunyikan, bahkan mempertegas laporan United States own Defense Intelligence Agency (DIA) pada tahun 2015 yang bocor ke publik. Ditambah lagi retoris invasi NATO ke Suriah yang hanya untuk menyelamatkan ISIS dan kelompok Takfiri dari kehancuran. AS dan NATO berada dibalik kengerian ini.

Fakta bahwa Washington berulang kali menyuarakan keprihatinan dan berusaha menghindari campur tangan politik barbar Turki dan Arab Saudi di Suriah, hanya sebagai kedok dihadapan publik internasional, dan upaya deniability logika menjelang provokasi jauh lebih besar atau intervensi di Suriah.

Pada tahun 2009, US Hawks menawarkan rencana "sepihak" untuk melancarkan serangan Israel terhadap Iran untuk memicu pembalasan Tehran. Hal yang jika dilakukan Iran akan digunakan oleh Washington sebagai dalih untuk invasi.

"Sebuah strategi yang sama tampaknya berusaha diwujudkan di sepanjang perbatasan Suriah hari ini," kata analis geopolitik, Tony Cartalucci dalam artikelnya di New Eastern Outlook.

Namun, menurut analis geopolitik Inggris Finian Cunningham, Washington kali ini akan menahan diri dan merestui Saudi dan Turki pergi berperang di Suriah.

Pada saat yang sama, Ankara dan Riyadh berjanji akan menyebarkan sepatu bot di tanah Suriah yang oleh beberapa analis dipandang sebagai bentuk intimidasi psikologis terhadap Damaskus dan Moskow untuk mendapatkan konsesi dalam proses politik.

Sisi lain, tindakan rezim Riyadh dan rezim Ankara di Suriah sangat terbuka lebar, mengutip pernyataan Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang menyebut, tindakan Riyadh dan Ankara merupakan tindakan sembrono dan tanpa landasan hukum.

Situasi keputusasaan dua boneka AS di kawasan dan kekalahan perang rahasia membuat mereka bisa bertindak gegabah dan berbuat apasaja, bahkan berpotensi membuka jalan dan masuk kedalam perang lebih luas yang menyeret beberapa aktor intelektual internasional, khususnya Washington untuk menghadapi Rusia.

Fakta bahwa Washington yang secara terbuka mendukung Arab Saudi dan mobilisasi kerajaan-kerajaan Arab, secara de facto adalah pemberian lampu hijau untuk invasi di Suriah. Sementara pada saat yang sama, Washington dan negara-negara Eropa gagal mengutuk Turki yang membombadir Suriah utara, khususnya kota penting Azaz, Suriah.

Aksi militer Ankara tampaknya untuk memberikan dukungan kepada tentara bayaran Takfiri dan memberikan zona aman bagi mereka.

Kota Azaz saat ini diambang kehancuran dan tak lama lagi akan dikuasai para pejuang Sunni Kurdi, dan jika Sunni Kurdi menguasai Azaz, maka mereka paktis akan menutup salah satu jalur logistik utama ISIS dan kelompok Takfiri terakhir yang tersisa dekat Turki.

Kehancuran ISIS dan kelompok-kelompok Takfiri membuat Turki dan Saudi mencoba mencari-cari dalih untuk menyalahkan Moskow, dengan menjual isu basi bahwa warga sipil Suriah dibunuh oleh jet tempur Rusia. Sementara realitas masalah menunjukkan, Turki sangat marah oleh kemenangan dan raihan keberhasilan cemerlang koalisi Rusia-Suriah yang mengantarkan elemen-elemen Takfiri ke rumah mereka di Turki, dan memungkinkan Tentara Arab Suriah merebut kembali wilayah-wilayah strategis.

Jelas, AS dan Eropa berupaya menjauhkan diri dari tindakan Turki dan Saudi, mereka lebih berkomitmen berkampanye mendisinformasi dengan membingkai operasi keamanan Russia-Suriah semakin dekat ke perbatasan Turki dengan isu-isu klasik, bahwa Rusia menargetkan warga sipil dan menyerang "pemberontak moderat" dengan mengorbankan ISIS.

Beberapa hari ke depan, dunia akan segera menyaksikan, apakah konflik Suriah semakin meningkat menjadi perang lebih besar?. Semua jawaban tergantung sebeberapa besar nyali Saudi Arabia dan Kaisar Erdogan. Sementara Tentara Suriah siap melahap mereka jika sampai menginjak tanah Suriah. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times]


Comment