0
Saturday 9 April 2016 - 14:29

Pangeran Talal Datang Kalian Kusesatkan

Story Code : 532406
Ramin (Kemenag)
Ramin (Kemenag)
Beberapa waktu sebelum ini, Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times telah banyak menulis tentang peran Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan Ahmad bin Zein Alkaf (AZA) dalam memobilisasi gerakan provokasi kebencian dan permusuhan atas Syiah, mazhab besar dan diakui jumhur ulama dunia di luar Sunni, di Tanah Air. Di sela-sela tulisan-tulisan itu publik telah menemukan sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang di dalam lembaga keulamaan itu, termasuk AZA sebagai salah satu pimpinan lembaga ini di Jawa Timur, semuanya terkait dengan bohir Badui asal Arab Saudi. Dan agaknya, bukti itu makin kuat dan tampak nyata.

Mari kita perhatikan beberapa paragraf di bawah ini.

Redaksi Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times mendapatkan informasi dari seorang petinggi MUI Pusat bahwa fatwa penyesatan atas Syiah akan segera meluncur. Saat ditanya apakah fatwa itu tidak bisa dibatalkan, petinggi MUI itu dengan tegas menyatakan bahwa ini sudah merupakan perintah pimpinan. Tentu yang dimaksud dengan pimpinan di sini adalah ketua umum lembaga ini, yang tidak lain adalah Ma’ruf Amin. Konon draf fatwa sudah matang dan tinggal disahkan dan diluncurkan.

Saat ditanya kapan kira-kira fatwa itu akan diumumkan ke publik, petinggi itu memberi ancer-ancer akhir bulan April. Lalu ada apa sih di akhir bulan April ini?

Selidik punya selidik, santer beredar kabar di kalangan aktivis dan insan pers bahwa tanggal 19 April ini Indonesia akan kedatangan bos besar asal Saudi. Namanya adalah Pangeran Waleed bin Talal. Siapa yang tak mengenal sosok ini sebagai salah satu kasir keluarga raja, termasuk yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan politik luar negeri kerajaan. Sang pangeran sendiri memang lebih sering tinggal di luar negeri, mengurus gurita bisnis yang telah dipimpinnya selama ini.

Lantas, apa kira-kira hubungan kedatangan Sang Pangeran dengan keluarnya fatwa sesat atas Syiah ini? Jawabannya dapat kita telusuri dengan mengamati beberapa gambar screenshot di bawah ini.









Berbagai potongan gambar itu memperlihatkan dengan jelas bahwa Arab Saudi membayar orang-orang yang selama ini dikenal luas sebagai agen anti Syiah. AZA hanya bidak kecil di antara para pemain lain. Tapi dia termasuk yang paling tidak diplomatis. Atau barangkali dia memang seorang yang teledor, atau emosional. Maklum, usianya tak lagi muda. Enzim-enzim di tubuhnya sudah makin luruh digantikan dengan keriput yang membuatnya mudah naik pitam. Tapi, harus diakui, pengakuan AZA di atas adalah bagian kecil dari keseluruhan cerita.

Jauh sebelum pengakuan AZA, banyak aktivis dan wartawan yang mampu menjelentrehkan keterlibatan Arab Saudi dalam mendanai sejumlah gerakan radikal di Indonesia dengan mengatasnamakan bantuan pembangunan masjid. Tokoh penting dalam urusan ini adalah Zaitun Rasmin (ZR) yang kini secara resmi menjadi pejabat teras di MUI Pusat bersama dengan tokoh penampung dana Saudi lain, yakni Bachtiar Natsir (BN).

Tokoh lain dalam jaringan ini tentu adalah CB. Pengusaha asal Jawa Timur yang mengembangkan bisnis Indomie di seluruh Timur Tengah ini dikenal luas sebagai pelahap aset-aset strategis di Jatim. Ada lelucon di kalangan makelar Jatim yang menyebutkan bahwa semua pengusaha membeli dan menjual tanah, kecuali CB yang selama bertahun-tahun hanya membeli tanpa pernah menjual. Dan CB secara genetik memang orang yang membenci Syiah.

Tapi ada hal menarik lain di balik aliran dana Saudi ini: dana dalam jumlah besar itu kini menuntut pencucian dan penyaluran yang lebih strategis. Di sinilah muncul nama AA. Mantan petinggi BIN ini tampaknya secara sukarela telah menjadi penyalur dan pemutar uang di sejumlah bidang bisnis. Sasusnya, dia ikut merancang penggugusan konglomerat Agung Podomoro Aguan dan Agung Sedayu untuk memuluskan masuknya aliran dana Sang Pangeran.

Waleed bin Talal memang dikenal pengusaha yang ulung. Uangnya tidak terbatas. Dia mewakili kepentingan bisnis keluarga kerajaan. Matanya kini tertuju pada potensi pasar properti di Indonesia. Dan urusan fatwa sesat Syiah hanya sebuah pintu masuk baginya untuk mengembangkan bisnisnya secara lebih luas, dan tentu lebih aman. Isu Syiah akan memenangkan argumennya di kalangan kelompok garis keras di Arab Saudi dan Indonesia di satu sisi, dan di sisi lain dapat merekrut mereka untuk tujuan bisnisnya yang mau tak mau suatu saat perlu main kayu di Ibukota maupun kota-kota lain. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times]
Comment