0
1
Komentar
Saturday 7 May 2016 - 13:14

Depak Ahmed Davutoglu, Mimpi Erdogan Jadi Kaisar

Story Code : 537189
Erdogan didepan Istananya (Yahoo)
Erdogan didepan Istananya (Yahoo)
Presiden Turki Tayyip Erdogan tengah berjuang memperbesar kekuasaan eksekutif dan menyebut Adolf Hitler sebagai contoh sebuah sistem presidensial yang efektif. Keinginan Erdogan itu demi mengubah peran presiden sebagai kepala eksekutif mengacu pada Adolf Hitler.

Ketika ditanya wartawan sekembalinya melawat ke Arab Saudi Kamis, 30/12/15, mengenai apakah sistem presidensial eksekutif masih mungkin ketika pada saat bersamaan mempertahankan struktur kesatuan negara, Erdogan menjawab, "Ada banyak contoh di dunia ini. Anda bisa menyaksikannya ketika Anda melihat Jerman semasa Hitler."

Partai berkuasa AKP yang didirikan Erdogan telah menempatkan konstitusi baru pada jantung agenda politiknya setelah memenangkan kembali suara mayoritas pada Pemilu Legislatif November tahun lalu. Sistem presidensial yang diinginkan Erdogan jelas akan lebih memusatkan kekuasaan di tangan Erdogan, karena itu penentangan muncul dari dalam partai sendiri, termasuk Perdana Menteri Ahmet Davutoglu. Sebuah keinginan mendalam Erdogan untuk menjadi kaisar!

Pengumuman Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu pada 5 Mei kemarin, yang tidak akan mencalonkan diri sebagai Perdana Menteri dan kepala Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) adalah sinyal jelas, membuka jalan bagi Presiden Recep Tayip Erdogan untuk menaruh mahkota di kepalanya sebagai Pasha (Kaisar) Turki.

Bahkan sebelum itu, Erdogan jauh-jauh hari sudah mempersiapkan istana baru yang sejuk dengan harga fantastis, yang menurut laporan media, sebesar 1 miliar dollar AS yang kabarnya memiliki 1.000 kamar, cocok untuk harem-harem Pasha!

Ahmed Davutoglu membuat keputusan pengunduruan diri itu pada konferensi pers usai pertemuan komite eksekutif partai setelah klimak ketegangan antara perdana menteri dan Erdogan. Sementara Dovutoglu menahan diri atas semua kritik yang menunjuk pada Erdogan, ia justru menyatakan mundur setelah pertemuan luar biasa dengan para pemimpin partai yang kemungkinan akan digelar pada 22 Mei mendatang.

Kemal Kilicdaroglu, pemimpin partai oposisi utama Turki, Partai Republik Rakyat (CHP), mengutuk keras pengunduran itu yang diistilahkannya sebagai "pemecatan" Davutoglu dan kudeta istana untuk mengkonsolidasikan kekuasaan Erdogan.

"Pengunduran diri Davutoglu seharusnya tidak dianggap sebagai masalah internal partai, semua pendukung demokrasi harus menahan kudeta istana ini," kata pemimpin CHP Kilicdaroglu pada konferensi pers pada 5 Mei usai perdana menteri mengumumkan keputusannya.

Spekulasi yang muncul dalam sepekan ini tentang kemungkinan penerus Davutoglu. Nama Menteri Transportasi Binali Yildirim dan Menteri Energi Berat Albayrak disebutkan sebagai calon kuat penggantinya. Berat Albayrak, saat ini diyakini sangat favorit, yang merupakan anak Erdogan dalam hukum dan merupakan salah satu penasihat dekat Erdogan bersama dengan anaknya yang lain, Necmettin Bilal Erdogan. Nama yang terakhir ini terlibat banyak dalam berbagai skandal keuangan dan menjalin kerjasama dengan kelompok-kelompok Takfiri di Suriah.

Sejak naik ke kekuasaan pada tahun 2002, Erdogan tidak luput menganyang siapapun, bahkan rekan dekatnya untuk merebut kekuasaan berlebih di tangannya.

Untuk itu, Erdogan memisahkan diri dari mentornya yang dianggap sebagai pengkhianat, almarhum Dr Necmettin Erbakan. Erdogan merasa, Erbakan terlalu berhati-hati dan juga dianggap terlalu Islamis dalam banyak pendekatan. Erdogan kemudian merekrut sejumlah anggota partai senior termasuk Ahmed Davutoglu dan Abdullah Gul (kemudian menjadi perdana menteri, menteri luar negeri dan akhirnya presiden untuk satu periode).

Setelah Erdogan menjadi perdana menteri, target pertamanya adalah menguasai dan memperkuat militer dan menjebloskan para jenderal ke penjara dengan tuduhan kudeta. Tidak hanya di Turki, bahkan di seluruh dunia bersorak-sorai atas pentas Erdogan terhadap militer dengan dalih mencoba membuat kudeta di masa lalu. Tidak berhenti sampai disitu, Erdogan selanjutnya mengebiri dan memenjarakan para pengikut Fethullah Gulen (saat ini tinggal di Philadelphia di AS). Kembali ribuan orang bersorak-sorai yang melihat tingkah Erdogan sebagai langkah untuk mencegah campur tangan dalam urusan negara dengan pemain luar.

Para Gulenis (pengikut Fethullah Gulen) yang menembus peradilan, kepolisian dan universitas secara bertahap dipecundangi Erdogan dan kekuasaan mereka dikebiri, sampai akhirnya, Gulenis benar-benar melemah.

Setelah memenui persyaratan yang diperlukan sebagai perdana menteri sebagaimana ditetapkan oleh konstitusi, Erdogan tidak mau turun begitu saja. seleranya untuk meraih kekuasaan semakin tumbuh secara eksponensial. Megalomaniak dan egois.

Erdogan selanjutnya mencalonkan diri sebagai presiden mencampakkan teman lama sekaligus sekutunya, Abdullah Gul yang menjadi presiden. Kekuasaan Gul hanya berlangsung satu periode dalam istilah kepresidenan.

Meskipun Erdogan terpilih sebagai presiden pada tahun 2014, Erdogan yang megalomaniak menolak mengizinkan Dovutoglu membuat keputusan kebijakan-kebijakan penting. Menurut konstitusi Turki, kekuasaan eksekutif berada di tangan perdana menteri, tapi Erdogan tidak membiarkan konstitusi melegalkan jalan itu.

Setelah mengamuk melalui lanskap politik dengan membuat berbagai keputusan penting. Dalam pemilihan parlemen Juni 2015, ketika rakyat Turki menolak memberikan keputusan kepada mayoritas parlemen Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), akhirnya parlemen menolak rencana Erdogan untuk mengubah negara itu menjadi sistem presidensial, yang terakhir kemudian menyabotase proses politik di Turki.

Bukan Erdogan namanya jika tidak ngotot, akhirnya dia memaksa pemindahan jadwal pemilihan parlemen pada bulan November. Tapi antara bulan Juni dan November 2015, Erdogan merekayasa krisis dengan kelompok Sunni Kurdi yang menurutnya telah merobek perjanjian damai yang dibingkai dan ditandatangani. Krisis di Turki terus berlanjut dan ketidakstabilan itu dimanfaatkan Erdogan, dan partai AKP sekali lagi memenangkan pemilu. Partai Kurdi mampu disapu bersih oleh Erdogan.

Erdogan sekarang ingin menggunakan mayoritas parlemen ini untuk memperdalam cengkeraman kuku kekuasannya melalui perubahan konstitusi yang memberikan presiden kekuasaan baru lebih luas. Ketika Ahmed Davutoglu menolak ini, preman-preman jalanan di parlemen mengingatkan Davutoglu untuk tidak melupakan siapa yang membuat dirinya meraih Perdana Menteri!

Turki kini berubah menjadi negara diktator secara de facto dengan Erdogan sebagai Godfathernya. Setelah konstitusi diubah, tidak akan ada lagi yang menghentikan Erdogan untuk mendeklarasikan dirinya sebagai Kaisar!

Tapi mungkin Erdogan berfikir sebelum ia memahkotai dirinya sebagai Kaisar, semakin tinggi tanjakan monyet, semakin sulit ia dijatuhkan. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times]

Comment


Forza
Iran, Islamic Republic of
Saya bayangkan, PKS Indonesia, kalau berkuasa pasti akan bertingkah seperti Erdogan di Turki. . .