0
Wednesday 1 June 2016 - 07:22

Mission Impossible: Kisah Tak Terungkap Perjanjian Rahasia AS-Saudi Selama 41 Tahun

Story Code : 542587
Mission Impossible: Kisah Tak Terungkap Perjanjian Rahasia AS-Saudi Selama 41 Tahun
Mission Impossible: Kisah Tak Terungkap Perjanjian Rahasia AS-Saudi Selama 41 Tahun
Arab Saudi memiliki surat utang pemerintah Amerika Seikat (AS) dengan nilai US$ 116,8 miliar, atau sekitar Rp 1.541 triliun. Menurut CNN, Senin (30/5/2016), data ini akhirnya dibuka oleh Departemen Keuangan AS, setelah selama 4 dekade dirahasiakan.

Jumlah ini membuat Arab Saudi menjadi pemegang utang terbesar nomor 13 dari pemerintah AS. Sejak 1970-an, Departemen Keuangan AS merahasiakan data utangnya yang dimiliki oleh Arab Saudi.

Selain Arab Saudi, negara yang memegang utang AS adalah Cayman Island. Negara bertarif pajak rendah (tax haven) dengan penduduk kurang dari 60.000 orang ini, memiliki surat utang pemerintah AS senilai 265 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 3.498 triliun. Kemudian, Bermuda, negara yang juga merupakan tax haven, tercatat memiliki surat utang AS senilai 63 miliar dollar AS.

Sejak harga minyak dunia turun di pertengahan 2014 lalu, Arab Saudi melepaskan cadangan devisa lebih dari 130 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.716 triliun, untuk mendapatkan dana segar. Nilai surat utang pemerintah AS yang dipegang Arab Saudi turun dari 123,6 miliar dollar AS di Januari 2016, menjadi 116,8 miliar dollar AS.

Selama 41 tahun jumlah kepemilikan obligasi Saudi terhadap AS terselubung dalam kerahasiaan. Apa di balik kesepakatan misterius ini?

Kembali pada tahun 1974 ketika terjadi Yom Kippur (Perang Arab-Israel) pada tahun 1973, para anggota Organisasi negara-negara Arab Pengekspor Minyak menyatakan embargo minyak dalam menanggapi bantuan Washington kepada Israel yang menyebabkan minyak pertama terguncang.

Akibatnya, harga minyak mengalami krisis empat kali lipat, inflasi melonjak, pasar saham jatuh dan masa depan ekonomi AS tergantung pada keseimbangan, tulis Andrea Wong dalam laporan Bloomberg.

Untuk memperbaiki situasi ekonomi yang mengerikan itu, presiden Nixon mengirim utusannya,- William Simon, Menteri Keuangan AS yang baru diangkat, dan wakilnya, Gerry Parsky,- ke Timur Tengah.

"Secara resmi, perjalanan dua minggu Simon adalah sebagai tur diplomasi ekonomi di Eropa dan Timur Tengah, yang seperti lazimnya sebuah pertemuan biasa, sapaan dan jamuan makan malam. Tapi misi nyata dari tur itu, tetap terjamin kerahasiaannya dan hanya Presiden Richard Nixon dan lingkarannya yang tahu sampai tur ini berlangsung selama empat hari di kota Jeddah, Arab Saudi", tulis Wong.

Tujuan dari misi rahasia tur adalah untuk menetralisir minyak mentah sebagai senjata ekonomi, dan meyakinkan monarki Saudi yang marah untuk mengisi kesenjangan defisit Amerika dengan kekayaan petrodollarnya.

Tur itu, kedengarannya seperti "misi mustahil," tapi Parsky tahu, jika rencana itu gagal, maka Uni Soviet akan melompat mendapatkan kesempatan untuk memperoleh tangan di dunia Arab. Jelas, hal itu bertentangan kepentingan geopolitik Washington.

"Kerangka dasarnya adalah dengan cara sederhana. AS akan membeli minyak dari Arab Saudi dan memberikan bantuan militer dan peralatan kepada kerajaan. Sebagai imbalannya, Saudi akan membajak miliaran pendapatan petrodollar sebagai Treasury dan membiayai belanja Amerika," terang Wong.

Tak perlu membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk negosiasi sebelum utusan AS itu melihat cahaya di ujung terowongan: Raja Faisal bin Abdulaziz al-Saud menuntut pembelian Treasury Riyadh yang tetap terselubung dalam kerahasiaan.

Washington sangat puas dengan tuntutan Arab Saudi, sebab beberapa negara termasuk AS, serta Perancis, Inggris, Jepang, sangat tergantung pada minyak Saudi. Selain itu, negara-negara Barat ingin kerajaan Teluk itu menginvestasikan kembali uang dalam ekonomi mereka sendiri.

Ketika AS mulai menerbitkan laporan bulanan pada seberapa banyak kepemilikan Treasury AS, masing-masing negara memilikinya dan pengecualian pada Riyadh, untuk pengelompokan bersama-sama dengan 14 negara pengekspor minyak lainnya di Timur Tengah dan Afrika.

Rahasia kepemilikan Saudi tetap menjadi rahasia selama 41 tahun. Namun, tiba-tiba, misteri itu terungkap.

Setelah RUU banyak dibahas yang memungkinkan keluarga korban 9/11 untuk menuntut Saudi di Pengadilan AS yang disajikan di Kongres AS, Riyadh mengancam Washington untuk menjual hingga 750 miliar dollar AS Treasures AS dan aset lainnya, sehingga hal itu akan menghadapi pukulan berat ke ekonomi AS. Arab Saudi bahkan mengancam akan menjual murah semua surat utang pemerintah AS itu, bila Kongres AS meloloskan Undang-Undang (UU) yang mengizinkan korban ledakan 9 September (9/11) menuntut pemerintah Saudi Arabia.

Ternyata eksportir minyak terbesar di dunia itu memiliki 116.8 milyar dollar AS per Maret. Hal yang kemudian mendorong beberapa analis menyebutkan ancaman Arab Saudi itu tidak berjalan.

"Monarki (Saudi), sementara ini menjadi pemain penting dalam sistem keuangan AS, namun tidak memiliki banyak pengaruh untuk melawan Washington seperti yang dipercaya kebanyakan orang," tulis Martin Matishak dari Fiscal Times pada 16 Mei 2016.

Namun, mengutip seorang mantan pejabat Departemen Keuangan, Wong mencatat bahwa angka resmi tadi sangat mengecilkan investasi Arab Saudi pada utang pemerintah AS, yang mungkin dua atau lebih.

"Beberapa analis berspekulasi bahwa kerajaan dapat menutupi kepemilikan utang AS dengan mengumpulkan Treasures melalui pusat-pusat keuangan diluar negeri, yang muncul dalam data dari negara-negara lain," tulis Wong.

Namun Wong lebih lanjut menulis, kemungkinan besar Riyadh tidak menggertak sambal ketika mengancam untuk mengguncang pilar ekonomi AS.

Apakah Riyadh mampu atau tidak untuk menggunakan minyak mentah dan kepemilikan AS sebagai senjata ekonomi, satu hal yang jelas; sikap Washington terhadap kerajaan Saudi telah berubah secara dramatis. Dan tampaknya House of Saud tidak memiliki alternatif lain selain mencari jalan damai untuk dirinya sendiri dengan realitas baru ini. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times]


Comment