0
Tuesday 6 December 2016 - 12:08
Aksi Damai 212:

Setelah Rembukan di Cikini…

Story Code : 589088
Mereka disangka makar.jpg
Mereka disangka makar.jpg

Sejumlah rencana telah disusun untuk melakukan makar dalam aksi 212, tapi gagal setelah polisi menangkap tokoh-tokohnya.

“Malam ini di depan kamar di hotel Sari Pan Pasific, orang mengaku dari Polda mencari saya. Mau mendobrak kamar saya,” demikian cuitan Ahmad Dhani Prasetyo melalui Twitter pada Jumat, 2 Desember 2016, dini hari.

Malam itu, pemilik Manajemen Republik Cinta tersebut menginap di hotel yang terletak di Jalan Husni Thamrin, Jakarta Pusat, itu. Dia berencana ikut dalam Aksi Bela Islam III, yang berpusat di kawasan Monumen Nasional, pada hari itu juga.

Namun niat Dhani ikut aksi tersebut kandas. Pukul 03.00 WIB, sejumlah polisi dari Mabes Polri menggiringnya ke Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. “Kronologi penangkapannya seru. Kayak PKI-lah," kata Dhani.

Bukan hanya Dhani yang ditangkap dan digelandang ke Mako Brimob. Aktivis Ratna Sarumpaet dan Firza Husein, Ketua Solidaritas Sahabat Cendana, bernasib sama.
Ratna ditangkap pada pukul 06.30 WIB saat menginap di kamar 1402 Hotel Sari Pan Pacific. Habiburokhman, pengacara ibu kandung Atiqah Hasiholan ini, mengatakan Ratna didatangi polisi pada pukul 05.00 WIB.

Setelah terjadi perdebatan alot, Ratna akhirnya dibawa polisi pada pukul 06.30 WIB setelah menunggu kedatangan pengacaranya dari Advokasi Cinta Tanah Air. Awalnya Ratna hendak dibawa ke Markas Polda Metro, tapi ternyata ke Mako Brimob, Depok.

Pada waktu yang bersamaan, yakni pada retang waktu pukul 03.00-06.30 WIB Jumat itu, polisi juga menangkap delapan orang lainnya. Mereka ditangkap di tempat yang berbeda.

Kedelapan orang tersebut adalah Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati Soekarno, anak mantan presiden Soekarno, Brigjen TNI (Purnawirawan) Adityawarman Thaha, Mayjen TNI (Purnawirawan) Kivlan Zen, Eko Suryo Santjojo, Alvin Indra, Jamran, dan aktivis Gerakan Pemuda Islam Indonesia Rizal Kobar.

Sri Bintang Pamungkas ditangkap di rumahnya, kawasan Cibubur, Depok, Jawa Barat. Demikian pula dengan Rachmawati, yang dijemput di rumahnya di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan.

Dua pensiunan TNI, Kivlan Zen dan Adityawarman, tak jauh berbeda. Mereka ditangkap di rumah masing-masing di pagi buta.

Rizal Kobar ditangkap saat sedang kongko di minimarket 7-Eleven Stasiun Gambir, sedangkan Jamran di Hotel Bintang Baru kamar 128, Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Rizal dan Jamran ditangkap karena melanggar Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ahmad Dhani ditangkap karena melanggar Pasal 207 KHUP dalam dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo.

Sementara itu, delapan orang lainnya dijerat dengan pasal makar karena melanggar Pasal 107 juncto Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP. Ancaman atas pelanggaran pasal ini maksimal penjara seumur hidup.

Menurut polisi, rencana makar itu diduga dilancarkan dengan mendompleng Aksi Bela Islam III atau yang dikenal dengan aksi “212”. Mereka hendak membelokkan massa ke gedung DPR.

“Intinya, seperti yang kita ketahui bersama, aksi (212) berlangsung aman. Tidak ada pengerahan massa ke DPR. Istilahnya gagal total,” ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan upaya makar itu kepada DPR, Senin, 5 Desember.

Tito menambahkan, penangkapan para purnawirawan TNI didahului koordinasi dengan pihak TNI. Polisi pun mendapatkan bantuan dari Detasemen Intel Pangdam Jaya untuk melakukan penangkapan.

"Kalau sehari dua hari sebelumnya ditangkap, ini akan dipelintir di medsos. Kita paham betul sadisnya medsos," kata Tito. "Kita set timing subuh, supaya enggak ada waktu untuk 'menggoreng' dan provokasi massa besar," dia menambahkan.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar menambahkan, makar secara hukum adalah upaya menggulingkan kekuasaan yang sah. Makar memang identik dengan pemberontakan, tapi definisinya sekarang meluas.

Asalkan ada permufakatan untuk makar, kata Boy, hal itu sudah dapat menjadi delik pidana. Polisi sendiri selama tiga minggu terakhir telah memantau pertemuan-pertemuan yang menjurus pada upaya makar tersebut.

Terkait dengan Sri Bintang, menurut Boy, polisi juga sudah mengantongi bukti rekaman video YouTube yang diunggah pada November 2016. Dalam video itu, mantan politikus Partai Persatuan Pembangunan tersebut terindikasi melakukan penghasutan kepada masyarakat luas.

Sumber detikX menyebutkan, pada 20 November 2016 sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di aula Universitas Bung Karno, Jalan Kimia, Cikini, Jakarta Pusat, diadakan pertemuan konsolidasi nasional yang digagas Rachmawati.

Acara tersebut dihadiri oleh beberapa tokoh, antara lain Jenderal (Purnawirawan) Try Sutrisno, Fuad Bawazier, Sri Bintang Pamungkas, Permadi, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, mantan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban, serta aktivis Himpunan Mahasiswa Islam dan aktivis buruh.

Pertemuan itu, kata sumber detikX, menghasilkan kesepakatan, yakni menjadikan Habib Rizieq Syihab, Ketua Umum Front Pembela Islam, sebagai tokoh revolusi perubahan.

“Dia (Rizieq) diberi angin surga untuk jadi presiden, menggantikan Presiden Jokowi.

Sedangkan Rachmawati akan menjadi wakil presidennya,” begitu kata sumber itu.
Selain itu, Rachmawati, bersama Gerakan Bela Negara serta Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia, disebut akan turun dalam aksi 212. Targetnya menduduki gedung MPR/DPR.

Tuntutan yang akan diajukan adalah MPR menggelar sidang istimewa kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 yang asli. Rachmawati telah menentukan titik kumpul massa tersendiri, yakni di Patung Kuda, sebelum ke gedung DPR.

Massa yang akan dipersiapkan Rachmawati disebut-sebut mencapai 10 ribu orang. Rachmawati juga memfasilitasi pembelian atribut yang akan digunakan massa dalam aksi tersebut.

Sementara itu, di tempat lain, pada 23 November 2016 pada pukul 12.30-16.00 WIB, di Rumah Kedaulatan Rakyat, Jalan Guntur 49, Setiabudi, Jakarta Selatan, Sri Bintang membentuk posko Kebangkitan Indonesia Jaya.

Dalam pertemuan itu, Egi Sabri (aktivis Gerakan Oposisi Nasional), Samsul Huda, Dahlia Zein, Kaye Elang, Monalisa, dan Pandapotan Lubis hadir.

Posko tersebut akan menjadi tempat konsolidasi saat aksi massa 212 berlangsung. Selain di Jalan Guntur 49, posko yang sama dibentuk di Jalan Megaria, Cikini, Jakarta Pusat.
Kelompok ini rencananya bergerak sebelum salat Jumat menuju gedung MPR/DPR, Senayan. Beberapa elemen yang melebur dalam gerakan itu menamakan diri Gerakan People Power Indonesia.

Mereka memiliki agenda yang sama, yakni meminta MPR menggelar sidang istimewa kembali ke UUD 1945 yang asli, menarik mandat pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, dan membentuk pemerintah transisi.

Gerakan People Power Indonesia kabarnya sempat mengajak FPI. Namun FPI menolak dengan alasan ulama pada aksi 212 berfokus pada tuntutan penangkapan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Pada 30 November 2016, Rachmawati dikabarkan kembali mengadakan konsolidasi di Universitas Bung Karno. Hadir dalam acara tersebut antara lain Sri Bintang, Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, Kivlan Zen, dan Firza Husein.

Dalam pertemuan itu, misi yang diusung kembali dimatangkan. Puncaknya adalah ketika Rachmawati bersama sejumlah tokoh secara blak-blakan menggelar jumpa pers di Hotel Sari Pan Pacific pada Kamis, 1 Desember.

Rachmawati mengatakan, pada Jumat, 2 Desember, ia akan datang ke MPR untuk memberikan maklumat agar digelar sidang istimewa kembali ke UUD 1945 yang asli. Menurut dia, UUD hasil amendemen telah melahirkan sistem politik-ekonomi yang begitu liberal.

Dalam rencana yang akan dilakukan setelah salat Jumat itu, Rachma mempersilakan siapa pun untuk bergabung. “Setelah salat Jumat, saya akan ke sana (MPR). Saya sudah mengontak pimpinan MPR untuk menerima kami,” tutur Rachma.

Sri Bintang, ditemani Dahlia Zein, hari itu juga mengirim surat kepada MPR, DPR, dan Markas Besar TNI di Cilangkap. Ia meminta MPR menggelar sidang istimewa yang menghasilkan tiga ketetapan.

Pertama, menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 yang asli. Kedua, mencabut mandat presiden dan wakil presiden yang sekarang. Ketiga, mengangkat pejabat presiden sekaligus sebagai ketua presidium Republik Indonesia dengan wewenang menyiapkan pemerintahan transisi.

Namun rencana mereka pun kandas. Polisi keburu menangkap tokoh-tokoh pergerakan tersebut. Mereka ditetapkan sebagai tersangka.

Tiga orang di antara mereka, yakni Sri Bintang Pamungkas, Rizal Kobar, dan Jamran, ditahan di Polda Metro Jaya. Sedangkan delapan orang lainnya diperbolehkan pulang pada Jumat malam.

Rachmawati melalui pengacaranya, Aldwin Rahadian, membantah bila dikatakan telah mencoba melakukan makar. Rachmawati, menurut Alvin, memang kerap menggelar pertemuan di Universitas Bung Karno, tapi tidak pernah mengkondisikan rencana penggulingan pemerintah.

“Iya, Bu Rachma sering melakukan pertemuan diskusi di UBK (Universitas Bung Karno). Di rumahnya juga sering. Nah, ini (pertemuan) yang mana (yang dituduhkan) belum tahu. Yang jam berapa?” kata dia.

Mengenai petisi untuk kembali ke UUD 1945 yang asli, Rachma hanya memfasilitasi beberapa tokoh yang kebetulan memiliki pemikiran yang sama. Ia juga tidak terlibat dalam penggalangan massa, apalagi menggiring mereka ke gedung MPR/DPR.

“Menurut saya, makar ini terlalu jauh. Mengada-ada,” ujar dia.

Sedangkan Sri Bintang Pamungkas keberatan dijadikan tersangka oleh polisi. Ia menolak menjawab beberapa pertanyaan dari penyidik. Menurut pengacaranya, Habiburokhman, surat yang ditujukan ke MPR dan Mabes TNI hanya penyampaian aspirasi sebagai warga negara.

“Itu bukan kesalahan. Kan masih konstitusional. Masih boleh seorang warga negara menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyatnya,” ujar Habiburokhman.[IT/Detik]
Comment