1
Saturday 12 August 2017 - 17:54

Imam Ali Khamenei dan Perang Lunak Amerika Serikat

Story Code : 660613
Softwar
Softwar
Pada 12 Oktober 2015, Imam Ali Khamenei dalam sebuah pidato dihadapan para pejabat Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB) berbicara mengenai ide dan gagasan yang disebut sebagai era Perang Lunak atau dalam bahasa Inggris Soft War.

Ide dan gagasan Perang Lunak ini sepertinya merupakan penjelasan dan counter terhadap kebijakan Kekuatan Lunak atau Soft Power AS. Kekuatan lunak sendiri merupakan konsep dan teori yang dikembangkan oleh Joseph Nye untuk menyebut kemampuan untuk mencari kekuasaan dengan cara diluar pengerahan Kekuatan Keras dalam perang konvensional.
Sangat menarik ketika membedah gagasan soft power beserta implikasinya dalam kebijakan luar negeri dengan tinjauan dan perspektif Imam Ali Khamenei.

Kekuatan Lunak adalah seni olah kemampuan untuk mengubah pilihan-pilihan dengan cara membujuk dan menarik perhatian dengan cara paling halus dan non-koersif. Targetannya dalam hal ini adalah budaya, pola pandang, pola pikir, nilai politik, dan termasuk kebijakan luar negeri. Belakangan, istilah soft power dipakai untuk mengubah opini masyarakat melalui saluran-saluran kurang transparan dan lobi-lobi via partai politik, organisasi politik dan non-politik termasuk dengan penggunaan LSM dan NGO. Nye sendiri dalam terorinya menjelaskan, dengan kekuatan lunak, propaganda terbaik bukanlah propaganda, menurutnya, pada Zaman Informasi, kredibilitas menjadi sumber daya yang paling langka. Rujuk: http://www.belfercenter.org/publication/chinas-soft-power-deficit

Nye berpendapat, ketika sebuah negara berhasil membujuk negara lain untuk memiliki keinginan yang sama, negara tersebut tergolong kooptif atau memiliki kekuasaan lunak, berbeda dengan kekuasaan keras yang memaksa negara lain untuk memiliki keinginan yang sama. Karena itu, teori dan gagasan Nye ini secara luas dipraktekkan dalam kebijakan dan hubungan luar negeri dengan meningkatkan anggaran instrumen sipil keamanan nasional, melalui diplomasi, komunikasi strategis, bantuan luar negeri, aksi sipil, rekonstruksi dan pembangunan ekonomi.

Karena itu, Nye mendefinisikan soft power sebagai kemampuan untuk membuat orang lain menginginkan apa yang Anda inginkan. "... Kekuatan lunak yang juga disebut daya ko-optif atau tidak langsung, bergantung pada daya tarik seperangkat gagasan, atau pada kapasitas untuk menetapkan agenda politik yang membentuk preferensi orang lain. Oleh karena itu, soft power berhubungan langsung dengan sumber daya tak berwujud seperti budaya, ideologi dan institusi".

Sebagai salah satu elemen dan modus utama soft power, diplomasi publik dianggap paling bertanggung jawab untuk menggambarkan citra positif Amerika Serikat. Setidaknya ada tiga dimensi dan variasi untuk diplomasi publik, pertama, komunikasi secara kontinyu untuk penjelasan konteks keputusan kebijakan dalam negeri dan luar negeri. Setelah mengambil keputusan, disini peran vital media dan insan pers, karena pejabat pemerintah di negara-negara demokrasi modern, seperti Indonesia biasanya sangat memperhatikan apa yang harus diceritakan kepada pers dan bagaimana melakukannya.

Kedua, adalah menjalin komunikasi strategis yang melibatkan unit-unit termasuk seperangkat tema sederhana untuk dikembangkan, sama persis dalam kampanye politik atau periklanan. Kampanye dan komunikasi ini untuk merancang perencanaan kejadian dan komunikasi simbolis selama setahun untuk tema-tema dan subjek sentral, atau subjek untuk memajukan kebijakan pemerintah tertentu.

Ketiga adalah pengembangan hubungan erat dengan individu-individu kunci melalui beasiswa, pertukaran, pelatihan, seminar, konferensi, dan akses ke saluran media.

Mengikuti kata kunci seperti Soft War, diplomasi publik, Kebangkitan Islam, hegemoni, demokrasi dan Islam, kutipan pernyataan berbagai pidato Imam Ali Khamenei membawa kita pada tiga unsir penting, pertama, definisi Soft War, termasuk fitur dan karakteristiknya, kedua, modus dan operasi strategi, dan ketiga adalah tujuan.

Definisi dan Karakteristik
Imam Ali Khamenei dalam beberapa kesempatan mendefinisikan istilah Soft Power sebagai Soft War yang efeknya lebih berbahaya dari perang konvensional yang melibatkan segenap unit perangkat perang militer. Karena itu, Imam Ali Khamenei memandang penting sebagai realitas peperangan yang sedang dihadapi segenap negara-negara dunia selama tiga dekade terakhir. "Dibandingkan dengan perang konvensional, kesadaran akan kedalaman efek dan dampak soft war ini membutuhkan lebih banyak kemampuan dan kewaspadaan tinggi setiap unit masyarakat", kata Imam Ali Khamenei pada 2011.

Dalam pandangan Imam Ali Khamenei, dampak paling bisa dirasakan akibat Soft War ini adalah terciptanya perubahan pola pikir dan pandang masyarakat yang sehat dengan berbagai kecurigaan dan friksi di tengah masyarakat. Sebagai klimaksnya, konflik yang berkelanjutan, rasa tidak aman, kekerasan komunal dan negara, permusuhan etnik, agama, mazhab, bahasa, teror dan sederetan adegan horor lain yang tidak bisa dipisahkan dari permainan politik, termasuk adegan luar negeri. Dan semua adegan-adegan itu tidak bisa dipisahkan dari efek Soft War.

Dalam kondisi seperti ini musuh negara tidak lagi membutuhkan pengiriman atau intervensi militer untuk menguasai sebuah negara. Sebaliknya rakyat yang tanpa sadar itu sudah menjadi serdadu-serdadu ampuh untuk meruntuhkan dan menggulingkan pemerintah sah dengan biaya murah. Inilah karakteristik mencolok sebagai pembeda antara perang konvensional dengan Perang Lunak.

Pada tahun 2009, Imam Ali Khameni menggambarkan bahwa salah satu strategi Soft War adalah terciptanya sikap ragu di dalam hati dan pikiran masyarakat, terutama ketika menyangkut cita-cita bangsa. "Hati dan pikiran Anda adalah target perubahan dari kemauan Anda", kata Imam Ali Khamenei dihadapan Mahasiwa pada tahun 2012 di Tehran.
"Perang lunak adalah, dunia arogansi yang dipimpin oleh Amerika Serikat yang ingin melakukan sesuatu untuk membuat kita berhenti mendapatkanya. Hal ini bisa dicapai dengan menciptakan berbagai gangguan dalam sistem perhitungan-perhitungan," jelas Imam Ali Khamenei dalam pertemuan dengan pejabat pemerintah pada 2014.

"Musuh mencoba memaksakan berbagai perhitungan-perhitungan ke dalam pikiran, sehingga kita tidak ingin sampai pada kesimpulan bahwa tidak pantas menentang dan melawan Amerika Serikat, melawan imperialisme, melawan sistem politik yang dipimpin oleh kartel ekonomi berbeda. Mereka ingin kita melepaskan gagasan semacam itu, dan dengan jelas menyebutkannya. Mereka ingin kita melupakan masalah Palestina, melupakan Israel, melupakan keadilan global dan tentang dukungan negara-negara pencari keadilan. Lupakan hal-hal seperti itu dan pikirkan dirimu sendiri. Inilah perubahan perhitungannya. Dan musuh menginginkan ini".

Tujuan
Secara garis besar, perangkat terpenting dan paling efektif dalam modus operasinya, kita temukan berbagai jenis media mainstream, termasuk medsos dan citizen journalism (jurnalisme warga) sebagai alat terpenting di front terdepan. Kesemua perangkat ini merupakan sarana paling umum yang dapat digunakan siapa saja dalam menjalankan operasi Soft War.
Jika kita amati, hampir semua Revolusi Warna dimulai dengan penggunaan maksimal kekuatan lunak untuk melancarkan propaganda-propaganda melalui media mainstream dan medsos. Mula-mula sebagian besar massa digiring untuk melakukan perlawanan sipil seperti demonstrasi, pemogokan dan intervensi kebijakan-kebijakan pemerintah melalui medsos. Mereka kemudiaan menciptakan tekanan-tekanan kuat terhadap pemerintah dengan membuat opoi-opini publik di media maintream dan digoreng di media sosial dan media citizen journalism. Gerakan ini umumnya dimotori oleh organisasi non-pemerintah (LSM) atau NGO untuk mengorganisir perlawanan secara kreatif.

Gerakan semacam itu banyak mencapai hasil, seperti Revolusi Bulldozer di Yugoslavia (tahun 2000), Revolusi Mawar di Georgia (2003), Revolusi Kuning di Filipina (1986) dan Revolusi Oranye di Ukraina (tahun 2004). Sebagian besar kasus, meskipun tidak semua kasus, demonstrasi jalanan besar-besaran mengikuti gawai pemilu atau permintaan untuk pemilihan yang adil yang menyebabkan tumbangnya atau penggulingan pemimpin yang dianggap oleh lawan sebagai otoriter. Beberapa peristiwa bisa disebut "revolusi warna" meskipun sedikit berbeda secara karakteristik pada pola landasannya, seperti Revolusi Cedar di Libanon (2005) dan Revolusi Biru di Kuwait (2005).
Revolusi warna juga diterapkan pada sejumlah negara seperti Iran (Revolusi Hijau tahun 2010), Irak (Revolusi Ungu pada 2005), dan Indonesia (Revolusi Putih tahun 2016-2017). Meskipun di negara-negara ini, AS gagal total menumbangkan pemerintahan sah. Baca: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170522090645-20-216307/belum-pulang-rizieq-shihab-ancam-revolusi-putih-dari-arab/
http://metro.news.viva.co.id/news/read/920455-habib-rizieq-akan-lakukan-revolusi-putih-apa-itu
http://www.panjimas.com/citizens/2017/05/26/revolusi-putih/

Strategi dan Taktik
US Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA), yang bertanggung jawab untuk mengembangkan teknologi militer Amerika, adalah yang pertama kali memulai pengembangan internet. Ini jelas menunjukkan bahwa internet pada dasarnya dirancang untuk proyek kekuasaan tertentu. Sama seperti perkembangan teknologi nuklir oleh rezim Barat, tujuan utamanya adalah untuk secara militer menundukkan orang lain atau masyarakat dunia, dan tidak untuk kepentingan dunia pada umumnya. Oleh karena itu, internet pada intinya sebagai alat proyeksi dan kekuatan lunak yang biasa digunakan untuk melegitimasi kekuatan imperialis di negara-negara tertentu, termasuk di Indonesia.
Internet digunakan oleh aktor-aktor Negara tertentu sebagai alat soft power untuk tiga tujuan utama:
1. Mempromosikan suatu peristiwa atau konsep tertentu secara global
2. Memajukan sebuah agenda melalui metode propaganda-propaganda keliru
3. Mengenalkan konsep-konsep ke dalam masyarakat secara halus untuk menjajahnya secara intelektual, sosial dan budaya.

Metode utama yang digunakan untuk mencapai tujuan ini biasanya dilakukan melalui citizen journalism, media sosial (Medsos) dan anonimitas.

Jurnalisme Warga
Jurnalisme warga atau citizen journalism, memberikan peluang bagus bagi warga yang rata-rata mengekspos dan merasakan rasa ketidakadilan. Namun, pada saat yang sama, juga rentan terhadap manipulasi-manipulasi. Sementara jurnalisme klasik memiliki beberapa panduan mendasar yang umumnya diikuti oleh hampir semua penerbit, hal yang sama tidak dapat dikatakan bagi citizen journalism seperti blogosphere, yang merupakan salah satu alat media sosial utama saat ini. Bagian jurnalistik memiliki proses penyalinan salinan yang menyaring artikel ke versi terbitannya. Salah satu bagian dari proses penyaringan ini adalah pengecekan fakta. Blog yang menjadi media kunci jurnalisme warga tidak memiliki persyaratan ini dan karena itu rentan terhadap manipulasi dan kebohongan.

Aparat pemerintah AS menggunakan konsep "citizen journalism" untuk memberikan pesan dan kesan seolah ada sesuatu objektivitas dan kebenaran untuk melindungi institusi media massa konvensional agar tidak didiskreditkan. Saat ini lembaga pemerintah Amerika memanipulasi "citizen journalism" sebagai pemasok "sumber-sumber data" buatan mereka yang kemudian digunakan dalam laporan media massa konvensional.

Metode Jurnalisme warga ini mampu memberikan data-data palsu kepada institusi secara massal di dalam aparatur resmi pemerintah, dan di luar, dengan ruang yang terbuka tanpa perlu tanggung jawab secara langsung.

Media Sosial
Kemampuan untuk tetap anonim di internet sampai tingkat terbatas adalah fungsi lain dari prinsip internet yang dimanipulasi oleh kekuatan imperialis. Hal ini akan memberi peluang dan kemampuan untuk menciptakan aura palsu terhadap dukungan global secara massa untuk kebijakan agresif. Sebagai contoh, agresi Israel di Gaza pada 2008-2009, kementerian luar negeri Israel menyewa sebuah tim yang disebut peselancar internet yang tugasnya memberikan komentar positif mengenai semua tindakan-tindakan Israel di berbagai situs web dan jaringan media sosial (Medsos). Menurut laporan Counterpunch.org, mengutip seorang pejabat Israel, skema ini dimasukkan ke dalam anggaran negara pada tahun 2009 di bawah rubrik "tim perang internet".

Pada tahun 2011 harian Inggris, The Guardian dalam sebuah laporan mengatakan, "sebuah perusahaan California mendapatkan kontrak dengan Central Command (Centcom) Amerika Serikat yang mengawasi operasi bersenjata AS di Timur Tengah dan Asia Tengah, untuk mengembangkan apa yang digambarkan sebagai manajemen reputasi personal yang memungkinkan satu petugas servis AS untuk mengendalikan hingga 10 identitas terpisah yang berbasis di seluruh dunia”.
Internet dan dunia maya menjadi medan pertempuran antara elit imperialis Barat dan masyarakat yang berusaha mempertahankan atau mendapatkan kembali kedaulatan dan nilai-nilai sebuah bangsa. Saat ini negara-negara Muslim secara global berada di pusat perjuangan ini, dan internet adalah salah satu alat untuk mengkooptasi atau mengacaukan masyarakat Muslim. Oleh karena itu, gerakan Islam, masyarakat dan individu harus belajar bagaimana mencegah penggunaan internet yang tidak bersahabat ini terhadap mereka.

Salah satu strategi untuk mencegah perang lunak melawan Islam melalui internet adalah dengan menciptakan konten-konten yang canggih, terkelola dengan baik dan faktual. Konten kotor hanya bisa dikalahkan oleh konten yang bersih. Langkah utama lain untuk berhasil dalam melawan soft power AS di dunia maya adalah dengan menghindari tewasnya akses terhadap konten soft-power.

Jika seseorang memberikan analogi militer untuk sebuah penyensoran di dunia maya, cukuplah mengatakan bahwa dalam pertempuran ini, seseorang tidak menang dengan meninggalkan medan perang, tapi dengan hadir di dalamnya dan menembus garis-garis kekuatan musuh. Oleh karena itu, tugas utama adalah menghalangi konten soft power dari kekuatan imperialis tanpa meninggalkan medan perang.

Kontra-strategi lain mengenai perang lunak melawan Islam melalui internet adalah menciptakan konten-konten ke berbagai bahasa daerah yang disesuaikan untuk wilayah geografis tertentu. Sebenarnya, blok imperialis telah mengakui faktor ini dan secara aktif menciptakan konten propaganda dalam berbagai bahasa berdasarkan penyesuaian secara spesifik.
Masjid-masjid dan Hussainiyah bisa menjadi salah satu kendaraan sosial utama untuk melakukan kontra AS ini, selain menghasilkan data faktual dan logis dengan cara yang menarik di internet, melawan narasi sosio-politik dan ekonomi Barat, umat Islam harus menghasilkan konten gaya hidup yang berakar dalam kerangka hukum dan filosofis Islam yang dikombinasikan dengan metodologi kontemporer.

Sirah Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Bayt as, jauh-jauh hari sudah menawarkan berbagai macam petunjuk hidup secara teoritis dan praktis yang luar biasa yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam semua aspek, mulai dari makanan hingga keuangan pribadi. Promosi seni Islam, kedokteran dan gagasan-gagasan positif lainnya harus diperkenalkan ke masyarakat global melalui internet, namun harus terprogram dan terorganisir.

Saat ini alat perang berbasis internet, tidak saja bisa menjadi jawaban bagi soft power imperialisme, juga pembentukan media massa konvensional. Alat media massa berbasis internet dan konvensional harus bertindak sebagai komponen satu sama lain agar dapat memproyeksikan gagasan positif secara efektif sesuai dengan nilai-nilai Islami.

Kesimpulan
Imam Ali Khamenei percaya bahwa salah satu teknik dan strategi paling penting dalam operasi Soft Power yang dilakukan AS adalah melemahkan kesatuan, menciptakan jurang dan menabur perselisihan antara Syiah dan Sunni dengan hasutan konflik agama untuk menghancurkan bangsa dan negara.

"Soft Power diperjuangkan melalui cara dan pengaruh budaya, kebohongan, fitnah, propaganda, kerja politik dan kontak yang berbeda," kata Imam Ali Khameni dalam pidato pertemuan dengan pejabat pemerintah, 2014.

Pidato bersejarah tahun 2012 Imam Ali Khamenei yang disampaikan dengan bahasa Arab kepada warga Mesir satu tahun setelah rakyat menggulingkan diktator Mesir Hosni Mubarak sangat menarik. Penggalan pidato tersebut, Imam Ali Khamenei menjelaskan bagaimana perang lunak dilakukan terhadap negara mereka.

"Saat ini, setelah kegagalan mengendalikan dan menekan rakyat Mesir, tujuan terbesar AS adalah mencoba mengendalikan revolusi, menyusup kedalam partai politik yang berpengaruh, mempertahankan struktur asli rezim korup yang digulingkan, membatasi perubahan reformasi yang dangkal, mengatur ulang pion lokalnya di negara-negara yang telah melakukan revolusi, menyuap orang dan kelompok tertentu dan mungkin membunuhnya untuk menggagalkan revolusi atau menciptakan sikap reaksioner, mencegah orang atau membuat sibuk dengan isu-isu sekunder.

"Atau satu sama lain mengipasi api perbedaan etnis, kesukuan, sektarian atau partisan.

"Membuat slogan-slogan menyesatkan untuk mengubah sifat gerakan, mengendalikan bahasa revolusioner secara langsung atau tidak langsung, menarik revolusioner ke dalam permainan politik, dan menciptakan perselisihan di antara masyarakat.
"Dan di antara orang-orang, musuh membuat kesepakatan diruang belakang dengan tokoh-tokoh tertentu dengan memberikan janji-janji palsu seperti bantuan keuangan, dan puluhan teknik lainnya. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times]
Comment