0
Tuesday 12 March 2019 - 18:05

Rezim al-Khalifa dan Kaum Kutukan Imperialis Zionis

Story Code : 782875
King dan Queen
King dan Queen
Dari jumlah populasi 568.000 warga Bahrain, lebih dari 4.000 mendekam di penjara sebagai tahanan politik, sementara ribuan lainnya melarikan diri dan tinggal di pengasingan negara-negara tetangga.

Mayoritas besar dari mereka yang tersisa di tanah leluhur, memilih hidup dalam kondisi ketakutan, tidak tahu kapan kewarganegaraannya akan dicabut oleh rezim, yang justru mengimpor sekitar 700.000 orang dari berbagai negara untuk digunakannya sebagai tenaga kerja tentara bayaran untuk melayani keamanan pasukan dan menindas tanpa ampun warga pribumi Bahrain.

Terbaru, enam pria Bahrain yang kembali dari ziarah ke tempat-tempat suci di Irak dan Iran, ditangkap saat mereka baru saja turun dari pesawat dan belum sempurna menginjakkan kaki di bandara Manama. Mereka diborgol dan dituduh menjalin hubungan dengan Hashd as-Shabi dan IRGC. Kemudian, tanpa pengadilan, keenamnya dijebloskan ke dalam penjara. Tidak sampai disitu, mereka harus kehilangan kewarganegaraannya yang dicabut oleh rezim al-Khalifa.

Penguasa Sheikh Hamad, yang sejak 2010 menyebut dirinya sebagai "Maha Raja", terkenal bukan karena wibawa, tapi karena permusuhan dengan rakyatnya. Permusuhan tidak hanya terhadap mayoritas Muslim Syiah, tetapi terhadap aktivis Muslim Sunni yang menuntut demokrasi dan pemerintahan perwakilan.

Ketika pemberontakan populer dan damai dimulai pada 2011 di "Square al-Lulu" (sudah dihancurkan), Sheikh Hamad mengundang tentara Saudi untuk secara brutal menghancurkan pendemo damai. Dan sejak saat itu, apa yang disebut sebagai pasukan keamanan terus menodai dan mengucurkan darah rakyat Bahrain. Tak berhenti sampai disitu, mereka menghancurkan masjid-masjid dan Hussainiyah, membakar teks-teks suci, termasuk al-Quran, dan menginjak-injak simbol-simbol agama.

Tapi dunia tenang, dunia diam, seolah kedamaian berjalan aman di kerajaan kecil ini.

Putra penguasa, Nasser bin Hamad, yang terkenal sebagai "Raja Penyiksa Penjara", sepenuh hati memuntahkan kekejamannya terhadap para tahanan tak berdaya. Tanpa ada rasa malu sedikit, dia menuntaskan kekejamannya via Twitter. Putra penguasa itu mengatakan, "Itu terserah saya, saya akan memberi mereka semua kehidupan di penjara".

Sebagai ketua Komite Olimpiade Bahrain, putra penguasa menciptakan komisi khusus untuk "mengidentifikasi dan menghukum sekitar 150 anggota komunitas olahraga, yang ambil bagian dalam protes 2011.

Sang raja penyiksa penjata itu dengan angkuh mengatakan, "Tembok akan jatuh di atas kepala pengunjuk rasa, bahkan jika mereka adalah atlet, Bahrain adalah sebuah pulau dan tidak ada tempat untuk melarikan diri".

Terbaru, seorang pemain sepak bola bernama Hakeem al-Araibi ditangkap di bandara Bangkok ketika ia tiba dari Australia dengan istrinya. Dia tidak menyadari fakta bahwa rezim al-Khalifa telah mengirim via telegram berupa foto dan keterangan paspor kepada pihak berwenang di Thailand dengan menuduhnya sedang melakukan kegiatan kriminal dan menuntut ekstradisinya.

Tentu itu adalah pemandangan tidak lazim bagi olahragawan dan pecinta olahraga di seluruh dunia, bagaimana melihat al-Araibi yang berusia 26 tahun diseret ke penjara tanpa alas kaki dengan kedua tangan terbelenggu rantai seperti seorang penjahat kelamin.

Berkat protes para aktivis HAM di seluruh dunia, pemerintah Thailand kemudian membebaskannya dan mengizinkannya untuk kembali ke Australia tempat ia tinggal dan bermain untuk klub Melbourne.

Sementara itu, untuk menutupi catatan kriminal dan pembodohan dunia, rezim al-Khalifa memberikan liputan penyelenggaraan yang disebut Grand Prix Formula Satu Bahrain. Hal yang ditentang oleh mayoritas warga negara dengan mengekspresikan rasa jijiknya di media sosial.

Rezim al-Khalifa terus melipatgandakan kebijakan terorisme negara. Korban terakhirnya adalah para aktivis perempuan muda, Najah Yusuf yang dijebloskan kedalam penjara dan menjadi sasaran penyiksaan dan pelecehan.

Kepatuhan rezim dengan tuan kolonialnya di Inggris, berharao tetap bisa memperpanjang kelangsungan hidupnya yang berbahaya. Rezim al-Khalifa berfikir, Inggris dan AS akan terus melindungi kekuasaannya dari amukan amarah rakyat yang semakin berkobar.

Kepercayaan al-Khalifa tentu salah tempat, pada saatnya nanti, baik orang Amerika dan Inggris akan menyadari sepenuhnya, dukungan kepada rezim al-Khalifa yang dianggapnya sebagai kewajiban menjaga mitra adalah semata-mata untuk kepentingan pribadi rezim. Dan kelak, al-Khalifa dan kolegonya akan dibuang di tempat sampah sejarah, ketika rakyat Bahrain yang dianggap sebagai kutukan kaum imperialis dan Zionis itu menemukan momentumnya. Wallahu a'lam. [IT]





 
Comment