0
Saturday 15 August 2020 - 12:15
Hizbullah dan Perang 33 Hari:

Selama Perang 2006, Saudi Mendesak 'Israel' untuk Menghancurkan Hizbullah, Bahkan Mufti Melarang Berdoa untuk Perlawanan

Story Code : 880350
Grand Mufti Abdullah bin Jabreen
Grand Mufti Abdullah bin Jabreen
Terlepas dari semua perbedaan politik di antara negara-negara dan kelompok-kelompok Arab, setiap pengamat beranggapan bahwa mereka semua cenderung bersatu jika terjadi perang dengan musuh Zionis Israel.

Ini bukanlah kasus rezim Saudi yang menunggu hari ketujuh perang untuk mengumumkan sikap yang menyalahkan Hizbullah atas agresi Zionis Israel di Lebanon, menggambarkan operasi Perlawanan sebagai tindakan yang tidak dapat diterima dan tidak bertanggung jawab.

Pada 12 Juli 2006, Hizbullah menyerang konvoi militer Zionis Israel di perbatasan dan menangkap dua tentara, dalam operasi yang bertujuan membebaskan tahanan Lebanon yang ditahan oleh musuh Zionis.
Tentara pendudukan Israel, kemudian, melancarkan perang yang merusak di Lebanon, melakukan banyak pembantaian di berbagai wilayah Lebanon.

Saluran Israel 13 mengutip pejabat senior Israel yang mengatakan bahwa Tel Aviv telah menerima, selama perang tahun 2006, surat-surat dari Riyadh yang mendesaknya untuk menyerang Hizbullah dengan sekuat tenaga.

Setelah musuh Zionis gagal menghancurkan Perlawanan selama beberapa hari pertama perang, Menlu Saudi pada tanggal 18 Juli (hari ke-7 perang) secara terbuka mengecam 'Petualangan yang Tidak Diperhitungkan' dari Hizbullah, dengan mengatakan bahwa operasi Hizbullah tidak dapat diterima dan tidak bertanggung jawab.

Sikap pengkhianatan Saudi tidak terbatas pada tingkat politik, Mufti Agung Abdullah bin Jabrin, pada tanggal 28 Juli (hari ke-16 perang), mengeluarkan sebuah fatwa dengan kata-kata yang kuat yang menyatakan bahwa mendukung, bergabung atau berdoa untuk “Syiah Hizbullah” adalah melanggar hukum.

Strategi Teluk untuk menormalkan hubungan dengan musuh Zionis sudah ada sejak periode lama, termasuk perang tahun 2006 ketika rezim Saudi dengan jelas menyuarakan dukungannya untuk perang Zionis Israel di Lebanon.

Dalam konteks ini, Presiden AS Donald Trump pada hari Kamis (13 Juli 2020) mengumumkan apa yang disebutnya sebagai "Perjanjian Perdamaian Bersejarah" antara Zionis Israel dan Uni Emirat Arab, dengan mengatakan mereka setuju untuk "normalisasi penuh hubungan."[IT/r]
 
Comment