0
Thursday 31 December 2020 - 13:29
Syahid Al Quds:

Analis Politik Timur Tengah: "Tugas Semua Orang Melanjutkan Perjuangan Soleimani"

Story Code : 907170
Sumber gambar: Facebook DinaY.Sulaeman
Sumber gambar: Facebook DinaY.Sulaeman
"Namun, sejarah menunjukkan bahwa pembunuhan seorang pejuang tidak akan membuat mati ide-idenya, selalu ada yang meneruskannya. Dan tugas para pembela kemanusiaan di seluruh dunia, baik Muslim maupun non-Muslim, untuk terus melanjutkan perjuangan Soleimani, yaitu melawan neo-imperialisme kekuatan arogan dunia yang dipimpin oleh AS," jelas Dina Y. Sulaeman saat wawancara tertulis dengan Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times pada Kamis, 31/12/20.

Dina Y. Sulaeman adalah seorang analis geopolitik independen dan penulis buku yang tinggal di Bandung, Indonesia. Seorang peneliti  independen dari sumber terbuka tentang geopolitik dan masalah sosial sekaligus pendiri Indonesian Center for Middle East Studies (ICMES).

Berikut wawancara lengkap Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times dengan Dina Y. Sulaeman untuk memperingati Haul Syahid Qassem Solaimani yang akan jatuh pada tanggal 03 Januari 2021.

Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times (IT): Kita akan memperingati Syahid Qassem Soleimani, apa pendapat Anda tentang peringatan itu?

Dina Y. Sulaeman (DS): Brigjend Soleimani adalah sosok yang berperan sangat penting dalam perang melawan ISIS di Timur Tengah.  Di saat yang sama, kita tahu bahwa ISIS tidak hanya mengancam Timur Tengah, tetapi juga hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, jaringan ISIS sudah berkali-kali melakukan aksi teror. Ketika pusat gerakan ISIS di Timur Tengah sudah dikalahkan, tentu sangat berpengaruh pada pelemahan jaringannya di tempat-tempat lain, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita orang Indonesia pun memperingati hari wafatnya Jend Soleimani karena beliau adalah pahlawan global; karena yang dilawan adalah jaringan terorisme global.

IT: Setelah setahun pembunuhan Letnan Jenderal Soleimani dan komandan Abu Mahdi al-Muhandis, apa dampak dari tindakan AS itu terhadap persatuan dunia Islam serta seruan anti hegemoni Amerika di dunia?

(DS): Di awal-awal kejadian ini, pemberitaan tentang kematian Jend Soleimani sangat masif, sempat muncul semangat besar perlawanan terhadap AS. Di media sosial, tidak hanya di kalangan Muslim, di kalangan netizen Barat pun sangat banyak mendiskusikan kejadian ini dan memberikan kecaman kepada AS; mempertanyakan, mengapa seorang yang berjasa melawan ISIS malah dibunuh; mempertanyakan, apa hak AS berbuat sewenang-wenang, membunuh pejabat tinggi negara lain?

Di Indonesia pun, NU dan Muhammadiyah pun merilis pernyataan yang mengecam pembunuhan yang dilakukan AS tersebut.

Namun seiring waktu, terjadi pembungkaman atas pemberitaan soal Soleimani. Media mainstream Barat dan proxy mereka tidak lagi membahas kejadian ini. Para penulis independen dan netizen yang menulis soal Soleimani di Facebook mengalami pemblokiran. Umumnya yang terus menulis adalah media-media alternatif. Ditambah lagi dengan pandemi, membuat diskusi tentang isu ini menjadi redup dan teralihkan.

Jadi saya pikir, dampak pembunuhan ini pada seruan antihegemoni AS dan suara-suara persatuan Dunia Islam masih belum terlihat secara kasat mata. Apalagi baru-baru ini beberapa negara Arab malah menormalisasi hubungan dengan Israel.

Tapi sejarah menunjukkan bahwa pembunuhan seorang pejuang tidak akan membuat mati ide-idenya, selalu ada yang meneruskannya. Saya pikir, tugas para pembela kemanusiaan di seluruh dunia, baik Muslim maupun non-Muslim, untuk terus melanjutkan perjuangan Soleimani, yaitu melawan neo-imperialisme kekuatan arogan dunia yang dipimpin oleh AS.

Tentu saja, realitasnya berbeda di negara-negara yang berhadapan langsung dengan AS, Israel, dan proxy mereka. Pasca wafatnya Soleimani, terlihat ada perubahan di negara-negara tersebut. Misalnya di Irak dan Afghanistan, tuntutan untuk mengusir AS dari tanah air mereka semakin menguat. Di Palestina, kubu-kubu perlawanan juga terlihat semakin solid. Bahkan Ismail Haniyah datang langsung ke Tehran mengikuti acara pemakaman Soleimani dan menyebutnya “syahid Al Quds” yang artinya, Soleimani adalah pejuang untuk memerdekakan Palestina dari penjajahan Israel. Ini menunjukkan semakin solidnya front perlawanan terhadap AS dan Israel di Timteng.

IT: Banyak media menyebut Jend. Soleimani seorang teroris. Bagaimana menurut Anda?

DS: Sangat jelas Jend Soleimani berperang melawan ISIS di Irak dan Suriah. Ini tidak bisa dipungkiri dan diakui oleh pemerintah Irak dan Suriah sendiri. Soleimani memimpin operasi penumpasan ISIS di Suriah dan Irak, bekerja sama dengan militer kedua negara tersebut.

Akhirnya, pada November 2017 secara resmi ISIS dinyatakan kalah, terutama karena pusat-pusat kekuatan mereka sudah dihancurkan. Sampai sekarang memang sel-sel ISIS masih terus bergerak, tapi secara berpencar-pencar, tidak sesolid sebelum November 2017. Bagaimana mungkin seorang yang jelas-jelas melawan jaringan terorisme global seperti ISIS disebut teroris?

Namun, Jend. Soleimani juga membantu Hamas dan Hizbullah. Ini yang selalu dijadikan alasan oleh media Barat maupun pejabat AS dan Israel, untuk memutarbalikkan fakta, menuduh Soleimani sebagai teroris. AS dan Israel (dan beberapa negara sekutu mereka) menetapkan Hamas dan Hizbullah sebagai organisasi teroris karena melawan Israel.

Kita perlu mempertanyakan penetapan ini, apakah perjuangan bersenjata melawan pasukan penjajah, yang menduduki tanah air, merupakan aksi terorisme? Bila ya, bagaimana dengan perjuangan para pahlawan kita dulu sebelum Indonesia merdeka, melawan Belanda dan Jepang? Apakah perjuangan mereka bisa disebut terorisme terhadap Belanda dan Jepang? Tentu saja tidak bisa.

Khusus untuk perjuangan melawan Israel, kita perlu kembali ke akar masalah: apa status Israel di tanah tersebut? Bukankah PBB pun mengakui bahwa Israel melakukan pendudukan atas tanah-tanah Palestina? Makanya ada istilah “occupied Palestine” (Palestina yang diduduki) di berbagai dokumen resmi PBB.

IT: Iran menilai bahwa AS melakukan aksi terorisme dengan pembunuhan itu. Bagaimana menurut Anda?

DS: Pembunuhan terhadap Jend Soleimani dilakukan secara “resmi” oleh pemerintah AS, diakui oleh Presiden Trump sendiri. Artinya, ini adalah sebuah tindakan negara (state act). Kalau ditinjau dari International Humanitarian Law, yaitu hukum yang mengatur kapan sebuah negara boleh menggunakan kekuatan militernya,  yaitu Pasal 51 Piagam PBB, disebutkan bahwa setiap negara anggota PBB memiliki hak pertahanan diri (self defence)  jika terjadi serangan bersenjata, sampai Dewan Keamanan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.

Presiden Trump berlindung di balik pasal ini untuk menjustikasi pembunuhan yang dilakukannya terhadap Soleimani, dengan alasan, AS melakukan pembelaan diri karena Soleimani memberikan potensi ancaman (imminent attack). Hal ini telah dibantah oleh Pelapor Khusus PBB di bidang pembunuhan ekstrayudisial, Agnes Callamard, yang mengatakan bahwa yurisprudensi internasional dan praktik-praktik negara menunjukkan bahwa pembelaan diri tidak dapat dilakukan untuk ‘mencegah timbulnya ancaman’. Pembelaan diri hanya dapat digunakan terhadap ancaman yang ada di depan mata, yang tidak ada pilihan lain selain membalasnya saat itu juga.

Faktanya, Soleimani tanggal 3 Januari 2020 datang ke Irak sebagai utusan Iran, datang dengan pakaian sipil dan pesawat sipil. Bahkan sebagaimana diakui oleh Perdana Menteri Irak, Soleimani datang atas undangan pemerintah Irak. Artinya, Soleimani sedang melakukan tugas diplomatik; dia sama sekali tidak memberikan ancaman kepada AS sebagaimana yang diklaim oleh Trump.

Dari sini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa AS telah melakukan sebuah pelanggaran atas International Humanitarian Law. Kalau dilacak lagi, ada hukum-hukum internasional lainnya yang dilanggar, misal hukum perlindungan terhadap misi diplomatik atau hukum HAM internasional.

Nah, apakah tindakan AS bisa disebut sebagai state terrorism (terorisme yang dilakukan negara)? Sayang sekali belum ada hukum internasional yang menyepakati bahwa terorisme bisa dilakukan negara. Terorisme selalu dianggap sebagai aksi yang dilakukan aktor non-negara (non-state actor). Namun, sudah banyak penelitian yang dilakukan, yang menyimpulkan bahwa negara sangat mungkin melakukan terorisme, bahkan negara dengan sumber daya yang dimilikinya, jauh lebih “canggih” dalam melakukan terorisme.

Tujuan dari terorisme adalah mengubah perilaku negara/pemerintah yang menjadi target. Misalnya, Al Qaida melakukan terorisme di negara X, dengan tujuan agar negara X mengubah kebijakannya agar sejalan dengan keinginan Al Qaida. AS dengan meneror Soleimani berkeinginan mengubah perilaku Iran agar mau tunduk pada tekanan AS. Artinya, berdasarkan karakteristiknya, yang dilakukan AS terhadap Soleimani dapat dikatergorikan sebagai state-terrorism.

IT: Kita tahu bahwa Front perlawanan Islam telah kehilangan salah satu simbol, seorang komandan, dan figur terpenting perlawanan. Bagaimana Anda melihat dampak perjuangan Front Perlawanan setahun pasca kesyahidan Jenderal Qassem Solaimani, dan seperti apa kelanjutan proyek perlawanan yang diprakarsai oleh Jenderal Soleimani? Terutama dalam perang melawan kelompok teroris dan tindakan pendudukan AS di Irak, Afghanistan, Suriah, dan di tempat lain di dunia?

DS: Saya pikir sudah terjawab di bagian atas . . .

IT: Terima Kasih

Profil Lengkap Dina Y. Sulaeman: Lahir di Semarang pada 1974. Penerima summer session scholarship dari JAL Foundation untuk kuliah musim panas di Sophia University Tokyo ini lulus dari Fak. Sastra Arab Universitas Padjadjaran tahun 1997. Tahun 1999 ia meraih beasiswa S2 dari pemerintah Iran untuk belajar di Faculty of Teology (jurusan Hukum Islam), Tehran University, tapi hanya ditempuhnya satu semester. Tahun 2002-2007 ia berkarir sebagai jurnalis di Islamic Republic of Iran Broadcasting. Tahun 2011, ia meraih gelar magister Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran. Tahun 2016, gelar Doktor Hubungan Internasional berhasil diraihnya  dari Universitas Padjadjaran, dengan yudisium ‘sangat memuaskan’.

Aktif menulis di media cetak dan media online, serta menjadi narasumber seminar, kajian, dan kuliah umum terkait Timur Tengah.

Sejumlah buku telah ditulisnya, antara lain, Oh Baby Blues (antologi), Mukjizat Abad 20: Doktor Cilik Hafal dan Paham Al Quran, Pelangi di Persia, Ahmadinejad on Palestine, Obama Revealed, Bintang-Bintang Penerus Doktor Cilik, Princess Nadeera, Journey to Iran, Prahara Suriah, dan A Note from Tehran (antologi).

Selain itu, Dina Y. Sulaeman adalah pendiri Indonesian Center for Middle East Studies (ICMES dengan alamat situs http://www.ic-mes.org


 
Comment