0
Saturday 22 July 2017 - 21:08
Gejolak Politik Indonesia:

Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 Menjegal Oposisi?

Story Code : 654491
Penerbitan Perppu Ormas (Kompas)
Penerbitan Perppu Ormas (Kompas)
Presiden Joko Widodo secara resmi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) Undang-undang tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Penerbitan perppu itu diumumkan Menkopolhukam Wiranto dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat pada Rabu (12/7). Menurut Wiranto, Perppu yang dikenal dengan "Perppu pembubaran ormas" itu, sudah diteken Presiden Jokowi sejak dua hari yang lalu, yakni pada 10 Juli 2017.

Dalam keterangan pers itu, Wiranto menjelaskan pertimbangan terbitnya Perppu dengan alasan bahwa UU Ormas Nomor 17 tahun 2013 dianggap tidak lagi memadai sebagai sarana untuk mencegah ideologi ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, baik aspek substantif atau prosedur.

Perppu ini kemudian menjadi santapan publik antara yang pro dan kontra dengan masing-masing melandasinya dengan berbagai argumentasi kuat dan jelas.

Berikut ini alasan pro dan kontra Perppu yang dirangkum Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times melalui berbagai diskusi.

Alasan Pro Perppu:
1. Sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara, Presiden memiliki kewenangan atributif yang dijamin oleh UUD 1945 untuk mengatasi kekosongan hukum yang belum diatur dalam suatu Undang-Undang.
2. Mengakomodasi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara berupa adanya ancaman munculnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI.
3. Sebagai langkah konkret untuk menjaga nilai-nilai demokrasi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman ormas-ormas yang mengklaim berasaskan Pancasila.
4. Dalam berbagai praktik, banyak ormas menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI seperti, ideologi Khilafah Islamiyah yang diusung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
5. Sebagai bentuk pencegahan sekaligus pemberantasan potensi masalah di kemudian hari dari kelompok dan ormas yang mencoba menanam idiologi selain Pancasila dan UUD 1945.

Alasan Kontra Perppu:
1. Sebagai alasan pemerintah untuk memberangus berbagai kelompok dan elemen tertentu, terutama ormas berafiliasi dengan oposisi.
2. Menyalahi hukum, karena hukum tertinggi adalah pemerintah, bukan hukum negara.
3. Usaha dan peluang menjadikan negara dan pemerintah bersikap diktator dan otoriter.
4. Pemaksaan atas kehendak rakyat untuk ikut dengan standar pemerintahan tanpa melalui nilai-nilai demokrasi.
5. Hilangnya unsur dan nilai kebebasan berpendapat.

Analisa
Kita menyakini bahwa tidak ada penyelenggara suatu negara yang sempurna dan komplit, termasuk tidak ada sebuah regulasi tanpa peluang yang membuka celah tafsir dari berbagai macam. Tapi, pada sisi lain, semua warga tanpa terkecuali berkewajiban mengawal dan mengawasi setiap pelaksanaan Perpu dan Undang-Undang supaya tidak diselewengkan melalui tafsir maupun pelaksanannya yang dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah maupun non-pemerintah, dan bahkan oleh presiden sendiri. Tentu hal ini wajib dilakukan oleh semua warga untuk menjaga stabilitas negara yang membutuhkan keseriusan dalam menyikapi geliat gerakan-gerakan radikalisme. Dalam konteks ini, kita memandang bahwa sikap kontra mengenai Perppu dipandang sebagai bentuk tujuan konstruktif dan bukan sebagai destruktif.

Terbayang dengan berbagai pandangan pro dan kontra, pemerintahan, dalam hal ini presiden Jokowi sedang memastikan bahwa pemerintah saat ini berusaha membersihkan segenap potensi ancaman dari semua rintangan di masa depan yang mengancam idiologi bangsa dan keutuhan NKRI.

Perppu Nomor 2 tahun 2017, jika kita telisik, berisikan aturan-aturan jelas untuk mengatur ormas-ormas sehingga dapat berjalan sesuai dengan landasan idiologi bangsa dan hukum negara, dan bersama-sama membangun bangsa, dan bukan sebaliknya. Rambu-rambu peringatan dalam Perppu itu tidak seharusnya dilihat sebagai ancaman, tapi sebagai tuntutan untuk semua bangsa untuk sampai pada tujuan bersama sebagai suatu bangsa dan negara.

Secara logika, semua aturan dan Undang-Undang ketika dibentuk dan untuk dijalankan selamanya akan memberikan "rasa keterpaksaan", dan mengikutinya juga sebuah keharusan. Mau tidak mau, suka atau tidak, semua harus mengikuti aturan tersebut, demi sebuah kebersamaan di bawah aturan-aturan itu. Ini adalah konsekwensi logis ketika sebagian merasakan kehilangan untuk memilih atau bertindak sesuai dengan keinginan masing-masing, secara individu maupun kelompok. Dari sisi ini, tidak heran kalau sebagian akan merasa terpaksa mengikuti aturan tersebut atau hilangnya hak.

Menjegal Oposisi?
Ada banyak pandangan yang mengatakan bahwa dengan Perppu itu pemerintah sedang memaksakan kehendaknya dengan berusaha membersihkan kelompok-kelompok oposisi yang berpotensi menjadi rival di pemilu 2019 nanti. Alasannya, ormas-ormas "Islam" yang bermain di lapangan pendukung oposisi akan tersangkut dalam jaring Perppu itu yang selama ini berdiri tegak menjadi oposisi dan penentang kebijakan-kebijakan pemerintah.

Sisi lain dengan terbitnya Perppu ini, oposisi pemerintah menggunakannya sebagai kesempatan berharga sebagai pemicu untuk memojokkan pemerintah dan untuk mendulang dukungan serta simpati rakyat dengan menunjukkan bahwa pemerintah yang ada sekarang adalah tiran, diktator dan otoriter. Dengan mengambil simpati hati mayoritas penduduk yang beragama Islam, Perppu itu oleh oposisi dianggap bertujuan mendiskreditkan Islam, gerakan Islam dan tentu saja para ulama.

Oposisi juga mengambil keuntungan dengan terbitnya Perppu baru itu untuk menggerakkan gerakan dan ormas-ormas "Islam" yang selama ini dipakai untuk mendukung gerakan oposisi pemerintah. Dan disadari atau tidak, selama ini Islam, Muslimin dan juga para ulama hanya dipakai oleh oposisi sebagai serdadu-serdadu lapangan untuk berbenturan dengan pemerintah demi mencapai tujuan kelompok-kelompok oposisi.

Tentu kaca mata analisa mengenai pro-kontra itu tidak bisa serta merta hanya dilihat secara objektif dengan terbitnya Perppu nomer 2 Tahun 2017 itu, tapi perlu memandang lebih jauh lagi berdasarkan hukum dan kepentingan bangsa, sehingga satu sama lain bisa melihat pentingnya Perppu dan kelaziman keberadaannya.

Keberadaan Perppu dapat dilihat dengan baik sebagai kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang belum sempurna, dan belum mengatur secara komprehensif mengenai ormas-ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berikut adalah penggalan Perppu Nomor 2 Tahun_2017:

"Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perppu 2/17 ini, Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan; menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas; dan/atau menggunakan nama, lambang, bendera atau tanda gambat yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik".

Yang sangat penting dan mestinya mendapat perhatian lebih dalam Perppu ini adalah membawa ide persatuan dan integritas yang kuat, yaitu, "Ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan; melakukan penyelahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Penggalan isi dari Perppu itu dengan jelas menegaskan bahwa tidak ada ormas yang dapat menghakimi atau menjadi hakim terhadap kelompok lain, atau menjatuhkan hukum terhadap ormas lain yang berbeda dan tidak sehaluan dengan-nya.

Terakhir, apa yang dianggap tidak menguntungkan bagi oposisi adalah, dengan terbitnya Perpppu itu, power people dimasa yang akan datang sulit digunakan dan dibenturkan lagi dengan pemerintah.

Oposisi-oposisi akan kesulitan mencari dalih legitimasi untuk menggunakan massa dan ormas untuk mencapai tujuan politiknya yang sudah dibatasi oleh Perppu baru itu. Dan ini adalah hal yang sebenarnya mau dilawan dan digugurkan oleh kelompok-kelompok oposisi, bukan pada soal keberadaan Perppu, tapi konsewensi yang muncul dari Perppu itu. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times]
Comment