0
Saturday 16 February 2019 - 19:42

Bertentangan Klaim Trump, Jenderal AS Akui Kalah di Suriah

Story Code : 778359
Jenderal Raymond Thomas
Jenderal Raymond Thomas
Jenderal AS yang bertanggung jawab atas pasukan operasi khusus memperingatkan agar tidak ada pembicaraan tentang "menang" melawan kelompok teroris ISIS di Suriah. Pernyataan itu bertentangan dengan Presiden Donald Trump bahwa kelompok Takfiri itu telah dikalahkan.

Jenderal Raymond Thomas, yang mengepalai Komando Operasi Khusus AS, membuat pernyataan pada Kamis, 14/02/19, saat sidang Senat AS setelah anggota parlemen bertanya kepadanya seperti apa kemenangan di Suriah nantinya.

"Saya ragu untuk menggunakan istilah menang, sebagai lawan dari tujuan," kata Thomas kepada Komite Layanan Bersenjata Senat AS.

"Tujuannya adalah untuk mengurangi ancaman di daerah itu, dan untuk dapat mempertahankan kemampuan gigih sehingga ancaman eksternal tidak dapat berasal dari itu di masa depan," tambahnya, demikian Presstv melaporkan.

Senator Republik Josh Hawley bertanya kepada Thomas apakah dia puas dengan kinerja AS pada saat itu. "Kurasa kita belum sampai di sana," kata Thomas.

"Ini menjadi salah satu tantangan paling kompleks yang dihadapi pasukan kami dalam waktu yang cukup lama," katanya kepada anggota parlemen.

Sebelunya, Trump menyatakan kemenangan atas ISIS pada bulan Desember, dan mengatakan AS telah "mengalahkan mereka dengan buruk" dan "menang". Dia juga mengumumkan akan menarik 2.000 atau lebih pasukan Amerika -, kebanyakan dari mereka pasukan khusus - dari Suriah.

Sejak pengumuman Trump, para pejabat AS menolak gagasan kemenangan yang jelas atas ISIS di Suriah dan menekankan kelompok itu akan tetap ada tanpa batas dengan pemberontakan setelah mereka kehilangan kendali atas wilayah yang pernah mereka klaim.

Pengumuman Trump itu mengakibatkan pengunduran diri Sekretaris Pertahanan James Mattis, utusan koalisi anti-ISIS, Washington Brett McGurk dan kepala staf Pentagon Laksamana Muda Kevin Sweeney, yang tidak menyetujui keputusan presiden.

Trump tampaknya menyerah pada tekanan untuk memperlambat penarikan pasukan, memberikan militer AS hingga empat bulan untuk mundur.

Militan yang didukung asing dan teroris Takfiri memulai kampanye pertumpahan darah dan penghancuran terhadap Suriah pada 2011.

AS mengerahkan pasukan dan peralatan canggih ke Suriah pada 2014 sebagai bagian dari koalisi yang dipimpin Washington yang konon memerangi ISIS tanpa izin dari pemerintah Damaskus.

Kelompok teror secara luas dilaporkan dibiayai oleh Arab Saudi dan sebagian dilatih dan dilindungi oleh pasukan Amerika di Suriah untuk mendukung kampanye teror terhadap pemerintah Suriah dan warga negara biasa.

Iran dan Rusia, di sisi lain, masing-masing telah memberikan dukungan penasihat militer dan cadangan udara ke militer Suriah dalam pertempuran melawan kelompok-kelompok Takfir itu. [IT]



 
Comment