0
Wednesday 11 December 2019 - 08:07

Deretan Kebijakan Kejam Direktur Utama Garuda

Story Code : 832013
Garuda Indonesia (asia.nikkei)
Garuda Indonesia (asia.nikkei)
Kebijakan tersebut lahir kala Ari Askhara menjabat sebagai Direktur Utama. Ari sendiri belum lama dicopot dari jabatannya itu karena terjerat skandal Harley Davidson.

"Flight dimaksud per hari ini sudah kita kembalikan seperti semula. Hal-hal lain sedang akan kami review," kata Vice President (VP) Awak Kabin Garuda Indonesia Roni Eka Mirsa kepada detikcom lewat pesan singkat, kemarin (10/12/2019).

Dia menuturkan, dikembalikannya kebijakan seperti semula ialah para awak kabin bisa menginap untuk penerbangan jarak jauh. Sementara untuk kebijakan yang dianggap kejam lainnya akan dikaji.

"Akan kembali menginap seperti semula," ujarnya.

Saat masih menjabat, Ari dianggap membuat beberapa kebijakan yang menyengsarakan awak kabin. Kebijakan itu membuat awak kabin sampai opname hingga berkurang pendapatannya. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (Ikagi), Zaenal Muttaqin kepada detikcom, Selasa (10/12/2019). Berikut daftar kebijakan tersebut:

1. Terbang Belasan Jam PP Jarak Jauh Nonstop

Zaenal menyebut, kebijakan yang menyengsarakan awak kabin ialah penerbangan jarak jauh pergi pulang (PP). Penerbangan jarak jauh PP membuat awak kabin merasa kelelahan karena tidak menginap.

Ia mengatakan, penumpang yang tidak banyak beraktivitas di atas pesawat saja merasa kelelahan karena tekanan dan oksigen yang terbatas. Sementara, awak kabin harus belasan jam beraktivitas di pesawat. Di atas pesawat, awak kabin juga mesti memastikan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Kita kerja itu malam lho. Kita kerja jam 11 malam kita berangkat ke sana, sampai sana pagi seperti Melbourne, Sydney sampai sana pagi menjelang siang lah. Nanti balik lagi, dari sana balik lagi ke Jakarta, sampai Jakarta sore. Itu kan nggak manusiawi," katanya.

Imbas kelelahan itu, Zaenal menuturkan, sebanyak 8 awak kabin diopname. Kebijakan PP jarak jauh sendiri diterapkan Ari Askhara pada tahun ini.

2. Mutasi Tanpa Aturan yang Jelas

Kebijakan yang membuat awak kabin menderita selanjutnya ialah mutasi di luar Jakarta, tanpa aturan yang jelas. Dia menjelaskan, mutasi seharusnya menimbang keluarga dan kesejahteraan.

Zaenal mengatakan, jika awak kabin dipindah ke luar Jakarta maka jumlah penerbangan semakin kecil. Di sisi lain, awak kabin mengandalkan pendapatan berupa gaji pokok dan uang terbang.

"Kebijakan lain berkenaan dengan rotasi, penempatan base lain yang ada di Jakarta seperti Denpasar, Ujung Pandang, itu juga tidak melalui aturan yang jelas. Jadi semaunya dia aja," katanya.

"Sehingga jam terbang dia sebagai pendapatan menurun, artinya menyengsarakan temen-temen, kecuali atas permintaan dia sendiri, karena memang keluarga di sana, itu lain persoalan," sambungnya.

3. Perlakuan Diskriminatif

Zaenal juga merasakan perlakuan yang berbeda antara pegawai darat, awak kabin dan pilot. Perlakuan berbeda ini sebenarnya sudah lama namun semakin terasa di bawah kepemimpinan Ari Askhara.

Tak secara detil, yang pasti, kata dia, pendapatan untuk para awak kabin terus ditekan.

"Ketimpangan pendapatan 3 bagian itu kelihatan, pilot, darat, ada kabin itu ketimpangan keliatan. Yang cost budget selalu diturunkan biasanya kita-kita. Kita dipres abis, tapi yang lain nggak dipres sama dia, yang sekarang ini, malah dimanjakan. Sudah besar gajinya, tunjangan besar, ditambah apalagi yang dia mau," tutupnya.[IT/MT/finance.detik]


 
Comment