0
Sunday 16 February 2020 - 12:04

HTI Bergerak di bawah Tanah

Story Code : 844858
Kantor HTI di Tebet, Jaksel (alinea.id).
Kantor HTI di Tebet, Jaksel (alinea.id).
Dilansir alinea.id Kamis (13/2/20), kantor Hizbut Tahrir Indonesia di  sebuah ruko di Kompleks Pertokoan Crown Palace, Tebet, Jakarta Selatan masih sering disinggahi anggotanya.

"Itu kantor Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang beberapa tahun lalu dilarang pemerintah," ujar Saebani, petugas keamanan Crown Palace.

Rohandi, sang penjaga ruko, mengatakan ruko masih menjadi tempat kajian rutin yang diisi para petinggi HTI saban Senin. Menurutnya, aktivitas HTI masih berjalan karena pembubaran ormas hanya terkait status hukum karenan itu aktivitas masih tetap berjalan.  

Feri Junia, anggota HTI Semarang mengatakan sebagian besar anggota HTI masih rutin berdakwah. Sebagian lain, menyebar ke ormas-ormas Islam besar semisal Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

Mengamini pernyataan Junia, Mustaqim (anggota HTI Temanggung, Jawa Tengah) mengatakan HTI berdakwah dengan pemikiran; tidak menggunakan senjata dan kekerasan dalam menegakkan kembali daulah khilafah.

Menurutnya, hukum Indonesia adalah produk politik yangnotabene bisa diubah dan diganti. HTI akan terus eksis selama menyerukan penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Per Juli 2017, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) mencabut  badan hukum HTI. Ini sejalan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan atau Perppu Ormas.

Kalah dalam menggugat langkah KemenkumHAM ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan Mahkamah Agung (MA), HTI resmi menjadi ormas terlarang. Kini HTI tak mungkin lagi menggelar acara besar-besaran di ruang publik. Ormas ini banting setir dengn aktif berdakwah via Facebook, Instagram, Youtube, dan grup-grup WhatsApp.

Masih menurut Mustaqim, forum-forum dunia maya ternyata efektif; pengikut dan simpatisan HTI justru terus bertambah berkat kinerja dakwah di medsos.

HTI tetap digandrungi, menurut mantan anggota HTI Kurnia Widodo, karena tiga hal. Pertama,  iming-iming kesejahteraan. Elite HTI apik membingkai narasi bahwa konsep negara khilafah paling ideal dalam mengentaskan kemiskinan.
Kedua, HTI piawai menarik simpati kaum intelektual. Terbukti, basis simpatisan HTI di kalangan mahasiswa dan akademisi kampus terbilang besar. Ketiga, HTI piawai menarik simpati tokoh-tokoh lokal.  

Kurnia mengenal HTI sejak menimba ilmu di Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1999. Ia menjadi anggota HTI selama 7 tahun sebelum akhirnya masuk ke Tauhid Wal Jihad pimpinan pentolan teroris Aman Abdurrahman pada 2007.

Setelah resmi dilarang, masih menurut Kurnia, HTI bergerak di bawah tanah. Organ-organ HTI berganti nama untuk menyamarkan identitas.

Peneliti gerakan Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Zaki Mubarak mengatakan khilafah merupakan ideologi para pengikut HTI. Maka wajar jika aktivitas dakwah tetap berjalan meski organisasi sudah bubar.

"Mereka mempunyai strategi dakwah yang lebih baik ketimbang kelompok Islam moderat. Banyak masjid dan forum-forum saat ini dikuasai mereka. Kajian salafi pun makin populer dan mampu menarik anak muda karena pembawaanya yang lebih gaul dan interaktif," papar Zaki.

Sebagai representasi Islam moderat, NU dan Muhammadiyah harus mencari cara-cara lebih atraktif untuk memenangkan pertarungan ide di ruang publik, lanjutnya.[IT/alinea.id/AR]
Comment