Warisan Imam Khomeini Hidup Saat Rakyat Iran Berduka atas Peringatan Wafatnya yang ke-31

Grand Ayatollah Seyyid Rouhollah Mousavi Khomeini, lebih dikenal sebagai Imam Khomeini, meninggal pada 3 Juni 1989 pada usia 87.

Sebagai ikon anti-imperialis, dia mengabdikan hidupnya untuk berdiri melawan bekas monarki Pahlavi Iran, sekutu utama Amerika Serikat, dan akhirnya membuka jalan bagi kejatuhan rezim dalam Revolusi Islam 1979.

Beliau telah menghabiskan bertahun-tahun di pengasingan di Irak, Turki dan Prancis, dari mana dia memimpin gerakan akar rumput yang membengkak, yang pada akhirnya mengakhiri ribuan tahun pemerintahan monarki di Iran.

Dia tidak diizinkan untuk kembali ke Iran selama masa pemerintahan Pahlavi, dan hanya kembali ke tanah airnya pada 1 Februari 1979 setelah raja melarikan diri dari negara itu dalam menghadapi demonstrasi rakyat yang marah. Rezim Pahlavi sepenuhnya runtuh 10 hari kemudian pada 11 Februari.

Upacara berkabung untuk Imam Khomeini mendahului peringatan protes 5 Juni 1963, yang dikenang sebagai awal kemenangan revolusi. Protes pecah setelah Imam Khomeini ditangkap karena menyampaikan pidato bersejarah di kota suci Qom, di mana dia mengecam "hukum kapitulasi" yang memberikan kekebalan kepada Amerika di tanah Iran.

Setiap tahun pada kesempatan itu, upacara peringatan diadakan di Mausoleum Imam Khomeini di Tehran selatan, dengan kerumunan besar pelayat yang hadir. Pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Sayyid Ali Khamenei secara tradisional membahas acara tahunan tersebut.

Namun tahun ini, upacara tersebut telah dibatalkan dalam upaya untuk mengamati langkah-langkah jarak sosial yang ada untuk melindungi terhadap pandemi virus corona (COVID-19) yang baru dan diganti dengan pidato televisi yang disiarkan langsung oleh Ayatollah Khamenei pada pukul 11:00 pagi. waktu lokal.[IT/r]