0
Friday 10 July 2020 - 17:19

PBB: Bunuh Jenderal Iran, AS Langgar Hukum Internasional

Story Code : 873587
PBB: Bunuh Jenderal Iran, AS Langgar Hukum Internasional
Jenderal Soleimani meninggal bersama sembilan orang lainnya di dekat Bandara Internasional Baghdad, Irak pada tangggal 3 Januari silam atas perintah langsung Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Trump mengklaim, Soleimani bertanggung jawab atas kematian ratusan tentara AS dan merencanakan serangan yang akan segera terjadi terhadap kepentingan negara itu.

Tetapi dalam laporannya, pelapor khusus PBB, Agnes Callamard, mengatakan AS tidak memberikan cukup bukti tentang serangan yang tak dapat dihindarkan sehingga sampai perlu membunuh Soleimani.

Namun, Departemen Luar Negeri AS menuduh Agnes Callamard "memberikan kartu masuk bagi teroris".

Laporan PBB ini dikeluarkan sepekan setelah Iran mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Presiden Trump dan 35 orang lainnya atas pembunuhan sosok jenderal paling berpengaruh di Iran tersebut.

Mereka menghadapi tuduhan pembunuhan dan terorisme, dan Interpol diminta bantuannya untuk menahan Trump dan ke-35 orang lainnya.

Agnes Callamard menyampaikan laporannya dalam sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa.

Dalam laporan itu disebutkan AS tidak memberikan bukti yang menunjukkan Soleimani secara khusus merancang serangan yang akan segera terjadi terhadap kepentingan AS, khususnya di Irak, sehingga perlu segera diambil tindakan dan dengan demikian serangan terhadap Soleimani dapat dibenarkan.

"Mayor Jenderal Soleimani bertanggung jawab atas strategi militer, dan langkah di Suriah dan Irak. Tetapi karena tidak ada ancaman nyata terhadap keselamatan jiwa, maka tindakan yang dilakukan AS melanggar hukum."

Oleh sebab itu, serangan dengan pesawat tak berawak itu merupakan "pembunuhan di luar putusan pengadilan" berdasarkan hukum HAM internasional, menurut laporan PBB.

Ditambahkan oleh Callamard, Iran juga melanggar hukum karena melancarkan serangan rudal sebagai balasan.

Namun AS menolak laporan PBB tersebut.

"Diperlukan ketidakjujuran intelektual tertentu untuk menerbitkan laporan berisi kecaman terhadap Amerika Serikat karena bertindak untuk membela diri, sementara menutup-nutupi masa lalu Jenderal Soleimani yang terkenal jahat sebagai salah seorang teroris yang paling mematikan di dunia," kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Morgan Ortagus.

"Laporan yang berat sebelah dan menjemukan ini merongrong hak asasi manusia dengan jalan memberikan kartu masuk kepada teroris dan sekali lagi menunjukkan bahwa AS mengambil keputusan yang tepat ketika keluar "dari Dewan HAM PBB pada tahun 2018, tambahnya.

Sejak 1998, Mayor Jenderal Qasem Soleimani memimpin Pasukan Quds. Pasukan Quds adalah kesatuan elite di dalam tubuh Garda Revolusi Islam dengan tugas menangani operasi rahasia di luar negeri.

Iran mengakui peran Pasukan Quds dalam rangkaian konflik di Suriah. Kesatuan itu bertugas memberi konsultasi kepada pasukan Suriah.

Khusus di Irak, Pasukan Quds memberi sokongan kepada paramiliter Hashd Shaabi yang membantu melawan ISIS.

Pemerintahan Trump menuding Pasukan Quds adalah "mekanisme utama Iran untuk memanen dan mendukung" kelompok-kelompok yang dikategorikan AS sebagai kelompok teroris di Timur Tengah, termasuk Gerakan Hizbollah di Lebanon dan Jihad Islam di Palestina.

Dukungan Pasukan Quds, menurut AS, diberikan dalam wujud penyediaan dana, pelatihan, persenjataan, dan peralatan militer.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, menggolongkan Garda Revolusi Islam dan Pasukan Quds sebagai kelompok teroris asing pada April 2019 lalu.
(ita/ita) [IT/Onh/Detik]


 
Comment