Islam Times - Hizbullah: Perlawanan Militer Adalah Cara Utama untuk Membebaskan Palestina

IslamTimes - Wakil ketua kelompok militan Islam yang bermarkas di Lebanon, Sheikh Naim Qassem, telah berbicara tentang perjuangan Palestina, menyerukan upaya militer bersama dengan "bentuk perlawanan lain" terhadap Zionis Israel.

Pengumuman tersebut mengikuti Abraham Accords yang ditandatangani oleh UEA dan Bahrain dengan Israel di Gedung Putih, yang disambut secara negatif oleh otoritas Palestina dan Iran.

“Kita harus melakukan upaya pembebasan Palestina dan Yerusalem al-Quds, dan ini tidak akan mungkin terjadi kecuali melalui perlawanan militer bersama dengan bentuk perlawanan lainnya, yaitu perlawanan budaya, politik, sosial dan lain-lain, tetapi fokus utama pekerjaan kita harus ada perlawanan bersenjata ", ujar Sheikh Qassem seperti dikutip Press TV.

Berbicara tentang Perjanjian Abraham yang ditengahi AS yang ditandatangani oleh UEA dan Bahrain untuk menjalin hubungan dengan Zionis Israel, Sheikh Qassem menyebutnya "pengkhianatan terhadap Palestina dan Yerusalem al-Quds". Dia mengatakan bahwa normalisasi hubungan hanya menguntungkan Zionis Israel dan Tel-Aviv menggunakan "kartu Trump" untuk mencabut hak-hak warga Palestina.

Dia menambahkan bahwa "perubahan normalisasi" adalah kesempatan untuk memisahkan pendukung Palestina dari "hamba Zionis Israel".

"Poros perlawanan adalah satu-satunya poros yang bekerja sejalan dengan kepentingan Palestina dan akan membangun masa depan. Itu sebabnya UEA dan siapapun yang normalisasi dengan Zionis Israel tidak akan mendapat apa-apa selain rasa malu", tandasnya.

Sebelumnya, Hossein Amir Abdollahian, ajudan khusus ketua parlemen Iran untuk urusan internasional, juga mengkritik Bahrain karena berdamai dengan Zionis Israel, menyebutnya sebagai "pengkhianatan besar bagi perjuangan Islam dan Palestina".

Otoritas Palestina telah meminta negara-negara Arab untuk mempertimbangkan kembali jalinan hubungan dengan Tel Aviv. Sejauh ini, Zionis Israel menolak mengakui Otoritas Nasional Palestina sebagai entitas politik dan diplomatik yang independen.[IT/r]