0
7
Komentar
Saturday 5 November 2016 - 17:08

Makar Amerika Serikat pada 4 November 2016, Tumbang di Indonesia

Story Code : 581140
Presiden Jokowi dalam pidato usai gagalnya makar AS (Kompas)
Presiden Jokowi dalam pidato usai gagalnya makar AS (Kompas)
Gerakan Amerika Serikat gagal mendongkel Jokowi dari kepresidenan. Gerakan ini sepenuhnya dimotori oleh Amerika Serikat dengan memakai partai lokal dengan memakai isu Islam yang kemudian mempengaruhi para habaib, ulama dan aktivis. Dan kini Amerika Serikat memahami posisi dan power Jokowi sesungguhnya. Aslinya para Habaib, ulama dan aktivis terpengaruh oleh isu penistaan Islam yang digaungkan partai-partai.

Untuk melakukan gerakan serupa, Amerika Serikat akan berfikir jauh lagi, sebab tokoh-tokoh partai yang digerakkan AS, seperti Fadzli Zon dan Fahri Hamzah gagal total membujuk rakyat, ulama, habaib, dan aktivis untuk melakukan makar.

Demo besar pendongkelan Jokowi dikemas dengan isu "Tangkap Ahok" yang diduga menistakan ajaran agama Islam dengan klaim besar "Bela Islam", sebuah tuduhan yang masih diselidiki oleh pihak kepolisian.

Tidak main-main, Amerika Serikat juga mengerahkan juru kampanye dari berbagai negara asing untuk membakar semangat rakyat yang memang sudah berkobar-kobar.

Negara-negara pemain utama dan inti yang sudah berpengalaman di Suriah dan berbagai negara, termasuk Saudi Arabia yang diwakili oleh Syekh Ali Saleh Mohammed Ali Jaber, Turki yang diwakili oleh Sander Gurbuz, Duta Besar Turki yang hadir berkumpul dengan para pendemo di masjid Istiqlal Jakarta, AS yang diwakili oleh Robert O. Blake,Jr. Duta Besar AS. Bahkan perwakilan beberapa negara Timur Tengah, termasuk Qatar.

Luar biasa, baik Nadlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah tidak membeli isu demo yang dimegavonkan partai-partai tersebut.

Jokowi memang mimpi buruk Amerika Serikat. Lewat pintu PDI-Perjuangan, Jokowi yang kurus dan dianggap "lugu" lawan-lawan politiknya setidaknya berhasil "merangkul" semua pihak yang berseberangan, dari Islam radikal hingga paham-paham nasionalis, hal yang membuat Amerika Serikat gagal mengantisipasi karena "keluguannya".

Amerika Serikat lewat Kedutaannya gagap mengantisipasi keberhasilan kerjanya dalam tempo cepat, dan ini kemudian berkembang menjadi mimpi buruk bagi AS.

Jokowi, dibalik "lugu" itu, hadir sebagai pemimpin lokal paripurna dan utuh, mumpuni dalam karakter dan mampu berbuat banyak hal tanpa dukungan Amerika. Dia bisa memperkenalkan demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dan bersih, bisa menambal jalan berlubang dan memperbaiki hampir semua fasilitas publik dengan dana tak yang seberapa besar, sesuatu yang kerap gagal dicapai banyak kepala negara sebelum-sebelumnya yang banyak makan uang Amerika dalam 45 tahun terakhir.

Jokowi mampu meyakinkan dan menyuguhkan penduduk di Papua untuk menikmati bensin, gas, bawang dan beras dengan harga sama di Jakarta.

Di sisi lain, Jokowi juga mampu mencapai sesuatu yang baru berhasil dicapai Amerika Serikat, via proyek kontra terorisme rahasia bersama polisi Indonesia, setelah menimbulkan histeria publik, iklim ketakutan, kecemasan, salak senapan dan kucuran darah. Dia tampil sebagai sosok yang mendorong pendekatan inklusif, merangkul semua pihak yang berseberangan di parlemen maupun jalanan.

Alih-alih mengadopsi pendekatan bumi hangus terhadap kalangan radikal, seperti yang dilakukan Detasemen 88 binaan Kedutaan Amerika, Jokowi yang "lugu" justru memperkerjakan dan mempersilahkan kalangan "pembuat onar" itu untuk berbicara, berbagi peran dalam perbaikan negara. Dia juga faham bagaimana menolak untuk membeli histeria terorisme yang kerap jadi dagangan diplomat Amerika di Jakarta, menolak mengukus bara perpecahan dalam masyarakat atas nama kasus terorisme.

Sampai di sini, Amerika dan Jokowi adalah dua pihak yang berdiri di dua rel yang saling memutus. Sukses Jokowi membangun negeri ini di satu sisi adalah kiamat bagi gerak maju infiltrasi kedutaan di sisi lain.

Ketika Amerika seolah berhasil dan membanggakan siapa pejabat, sipil, polisi, militer atau bahkan personel intelijen negara, yang berhasil mereka rangkul, yang mereka perhatikan kenaikan karirnya dan mereka biayai jalan-jalannya ke Amerika dan Eropa, Jokowi sukses menggunting peran mereka di Parlemen dan partai-partai.

Jokowi tidak lugu, tapi elegent, dia tahu bagaimana cara menundukkan lawan-lawan binaan Amerika Serikat, baik yang disebar di parlemen maupun di partai-partai politik. Dan #diplomasi kuda, yang kemudian melahirkan #Lebaran Kuda, adalah kecerdasan Jokowi untuk menundukkan orang-orang dilingkaran dekat AS. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times]
Comment


khairul
Indonesia
selamat buat NKRI, jokowi, nu dan muhamadyah serta bagi rakyat yang tak terprovokasi oleh antek asing yg berkedok islam
Indonesia
Goblok cari kambing hitamnya
aris
Indonesia
Kepemimpinan dibentuk oleh keadaan
bande khuda
Indonesia
Loh islamtimes kok seperti emilia dan mr tauhidi, pendukung utama Ahok, pasti ada penyusup di islamtimes dari syiah garis lurus jadi Syiah London, wong yang demo muslim semua, dari neno warisman, iluni ui, kelompok sufi, syiah, muhibbin dan para habaib. memang banyak penumpang seperti bahtiar cs, kelompok jihadis..tapi secara umum penumpang masih numpang. kalau diplomat-diplomat ya emang pada salat Jumat, kalau dubes as kalau ada numpang tampang...tapi anehnya islam times langsung menghukumi rekayasa as, jela simplifikasi masalah...
muhammad umar
Indonesia
kok situ kayak resah gitu ya....
la baco
Rasanya aneh baca berita ini di Islam Times yang pro Ahok. Al Baqarah 120.
wahomo
Indonesia
Artikel sangat Indonesia, ditunggu artikel sejenis, dan cuekin aja komen para gagal paham.