Sembunyikan Korban Serangan Rudal Iran, Pentagon "Under Fire"

Baik Donald Trump, kepala Pentagon Mark Esper dan lainnya di seluruh pemerintah AS berpekan-pekan menegaskan bahwa serangan Iran terhadap pangkalan-pangkalan AS di Irak, sebagai pembalasan atas pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani, tidak membawa korban tewas atau melukai tentara AS.

Tapi, dalam sepekan ini, klaim Pentagon itu terbalik, bahkan Pentagon sekarang harus mengakui jumlah korban tewas, meski jurubicara Pentagon Jonathan Hoffman mengklaim pada hari Jumat (17/01/20), kepemimpinan militer AS di Washington baru menyadari pada Kamis setelah 11 anggota layanan AS diterbangkan keluar dari Irak karena gejala gegar otak.

Klaim para pejabat Pentagon yang merasa tidak cukup tahu tentang situasi di pangkalan itu setelah pembalasan Iran selama berhari-hari menambah penghinaan terhadap para korban dan mengungkap terobosan serius kepemimoinan rantai komando dan kontrol. Kalau tidak, mereka pasti berbohong kepada Amerika.

Reuters mengatakan, pengungkapan gejala konusif pada Kamis malam, lebih dari satu minggu setelah serangan itu sendiri, kemungkinan minimal akan membuka perdebatan tentang perawatan jangka panjang untuk mereka yang cedera otak yang katanya tidak perlu. Hal yang segera akan memantik pembahasan mata rantai komando.

Esper sendiri diberitahu pada hari Kamis bahwa anggota layanan diterbangkan keluar dari Irak untuk menerima skrining dan perawatan tambahan di pangkalan di Kuwait dan Jerman, kata Pentagon.

Anggota layanan AS pertama terbang keluar dari Irak pada 10 Januari untuk evaluasi lebih lanjut, sementara yang lain diterbangkan pada 15 Januari.

Hoffman mengklaim, para pejabat tinggi Pentagon belum berusaha untuk meminimalkan serangan Iran dan sebaliknya berulang kali mengatakan Iran mencoba membunuh pasukan AS ketika menembakkan rudal balistik di dua pangkalan Irak yang diluncurkan dari tiga lokasi di Iran. [IT/onh]