0
Monday 13 July 2020 - 09:39

FBI Perluas Kemampuan Pengumpulan Data Lokasi Ponsel dan Media Sosial

Story Code : 874060
FBI (RTNews).
FBI (RTNews).
Pada 9 Juni, setelah berbagai demo meletus lepas pembunuhan George Floyd, FBI menandatangani perjanjian yang dipercepat untuk memperluas hubungan dengan Dataminr, sebuah perusahaan yang memantau media sosial.

Sekitar seminggu sebelumnya, FBI memodifikasi perjanjian yang ditandatangani pada Februari dengan Venntel, Inc., sebuah perusahaan teknologi Virginia yang memetakan dan menjual pergerakan jutaan orang Amerika. Perusahaan ini membeli data lokasi massal dan menjual sebagian besarnya pada  lembaga-lembaga pemerintah.

FBI sudah lama mengejar perangkat teknologi canggih untuk memprediksi kejahatan dengan cepat dan menemukan tersangka potensial, kemampuan yang memicu kekhawatiran bahwa FBI akan mengancam demo sah dan kebebasan berekspresi. Awal tahun ini, FBI mengeluarkan proposal penawaran solusi teknologis demi "mendapatkan peringatan awal tentang keamanan nasional yang sedang berlangsung dan peristiwa yang berkaitan dengan keselamatan publik melalui data media sosial yang dikumpulkan secara resmi/diperoleh."

Tidak jelas bagaimana persisnya kontrak Venntel Februari dimodifikasi. Chris Gildea, presiden Venntel, tidak memberi komentar. Perusahaan ini adalah anak perusahaan Gravy Analytics, pialang data besar yang menjual informasi pelacakan lokasi kepada pengiklan dan klien lain.

Dataminr, yang sudah memiliki kontrak dengan FBI senilai lebih dari $ 1 juta, memantau media sosial untuk menyampaikan berita dan acara. "Dataminr memberi First Alert kepada FBI, sebuah produk yang memberi peringatan berita terkini tentang peristiwa darurat, seperti bencana alam, kebakaran, ledakan, dan penembakan," kata juru bicara Dataminr dalam sebuah pernyataan.

Pernyataan itu mengklaim bahwa layanan tersebut "dirancang dan dibangun untuk membatasi semua bentuk pengawasan secara teknologi dan mematuhi kebijakan perlindungan pengguna dan penggunaan data platform media sosial."

Christopher Wray, direktur FBI, pernah memperingatkan bahwa "terorisme saat ini bergerak dengan kecepatan media sosial." Menurut dia, ancaman dari segala sesuatu mulai dari kelompok anarkis hingga kelompok ekstremis keras bermotivasi rasial sebagian besar cenderung dimulai secara online.

Tapi para kritikus FBI khawatir bahwa jangkauan baru tersebut dapat mengganggu hak bebas berbicara.

"Kami sangat prihatin FBI semakin memperluas kapasitas pengawasan mereka," kata Mary Zerkel, koordinator program Komunitas Komite Layanan Sahabat Amerika Melawan Islamofobia (AFSCCAI).

"Selama beberapa dekade FBI menggunakan pengawasan dan profil rasial untuk menargetkan Muslim, imigran, orang kulit berwarna, aktivis pada umumnya, dan aktivis kulit hitam pada khususnya. AFSC sendiri memiliki file FBI yang substansial,” tambah Zerkel.

Alat pengumpulan data massal hanya akan berfungsi untuk lebih mengkriminalkan protes dan kebebasan berbicara, dan memperluas kriminalisasi terhadap Muslim dan orang kulit berwarna, lanjutnya.

Beberapa peraturan memang ada untuk membatasi penggunaan data pelacakan lokasi, sebuah format  pengumpulan data yang dikumpulkan dan diuangkan oleh banyak aplikasi telepon umum. Mahkamah Agung Carpenter pada 2018 memutuskan bahwa jaksa penuntut pemerintah harus punya surat perintah untuk mendapatkan data lokasi ponsel dari penyedia layanan. Tetapi banyak ahli khawatir bahwa putusan itu mungkin tidak berlaku untuk broker data pihak ketiga seperti Venntel.

Sejak gelombang demonstrasi jalanan baru-baru ini, agen-agen FBI telah menanyai setidaknya satu orang karena telah men-tweet dengan bercanda bahwa mereka adalah anggota "antifa," sebuah rujukan pada gaya aktivisme kekerasan yang populer di kalangan beberapa aktivi-kiri. Anggota Satuan Tugas Terorisme Bersama juga telah menanyai penyelenggara protes di rumah mereka, terkadang hanya sela beberapa jam setelah mereka memposting acara tersebut di media sosial.

FBI juga telah menggaet perusahaan pengawasan terkenal lain dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Palantir, yang membangun alat untuk memvisualisasikan hubungan menggunakan berbagai informasi, dari media sosial ke nomor plat.

Merangkul data lokasi massa yang kuat melalui perusahaan seperti Venntel tampaknya menjanjikan era baru yang potensial bagi FBI.[IT/TheIntercept/AR]
Comment