0
Friday 2 October 2020 - 20:56

Hari-hari Sulit Menanti Warga Saudi

Story Code : 889760
Warga Saudi mengisi bensin (MEMO).
Warga Saudi mengisi bensin (MEMO).
Mengutip situs al-Arabiya al-Jadidah, Middle East Monitor hari ini melaporkan bahwa deflasi, meningkatnya angka pengangguran, angka kemiskinan, dan defisit dalam anggaran publik, penurunan signifikan pendapatan umum, cadangan devisa dan cadangan publik, stagnasi di pasar, kelumpuhan dalam kegiatan-kegiatan vital, keluarnya para pekerja asing, penurunan tajam dalam keuntungan bank dan perusahaan besar serta gaji yang lambat dibayar merupakan beberapa indikator terkini paling signifikan dari keadaan ekonomi Saudi.

Faktor-faktor ini menyiratkan bahwa yang lebih buruk mungkin akan datang dan krisis keuangan serta ekonomi akan segera menyapa negara itu; mempengaruhi langsung kondisi kehidupan warga. Salah satu fiturnya adalah kenaikan biaya hidup dan harga bahan pokok, termasuk bensin dan solar (meski Saudi adalah penghasil minyak terbesar di dunia). Selain itu, biaya air, listrik, transportasi umum, tagihan telepon meningkat, sampai pajak meningkat, terutama PPN.

Arab Saudi mungkin perlu mengambil langkah lain termasuk percepatan kebijakan privatisasi pemerintah, seperti penjualan perusahaan dan fasilitas vital kepada sektor swasta dan investor asing, terutama perawatan kesehatan dan pendidikan --termasuk sekolah, rumah sakit, dan apotek.

Mungkin juga perlu menjual semua pabrik tepung, perusahaan desalinasi, produksi listrik dan 27 bandara, sekaligus mengurangi pengeluaran, mempercepat laju pinjaman eksternal dan internal, dan karena itu meningkatkan hutang publik, sambil terus menarik cadangan uang tunai yang disimpan di luar negeri. Saudi juga dapat menunda implementasi banyak proyek investasi besar yang membantu perekonomian, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

Indikator terbaru yang dikeluarkan pada hari Rabu oleh kerajaan itu mengisyaratkan lonjakan tingkat pengangguran di antara warga Saudi, karena angka meningkat selama kuartal kedua tahun ini menjadi 15,4 persen, dibandingkan dengan 11,8 persen selama kuartal pertama tahun ini.

Perlu dicatat bahwa kenaikan tingkat pengangguran terjadi meski sekitar 2,5 juta pekerja ekspatriat meninggalkan kerajaan sejak 2017, dan ada 1,2 juta pekerja ekspatriat yang diperkirakan meninggalkan kerajaan selama tahun berjalan, akibat merebaknya virus corona. Perusahaan besar juga telah berhenti membayar gaji, sementara perusahaan sektor swasta menurunkannya, sambil terus menerapkan kebijakan Saudi yang mengganti pekerja asing dengan pekerja nasional, serta melokalisasi banyak sektor ekonomi.

Pertumbuhan tingkat pengangguran ini terjadi di Arab Saudi, salah satu negara Arab terkaya dan penghasil minyak terbesar di dunia. Ini dapat mengganggu perhitungan pembuat keputusan yang telah merencanakan untuk mengurangi tingkat pengangguran di antara orang-orang Saudi menjadi hanya tujuh persen, menurut Visi Saudi 2030, dan menjadi sekitar 10,6 persen untuk tahun 2020, menurut ekspektasi Kementerian Ekonomi.

Peningkatan ini juga berarti bahwa kebijakan ekonomi Saudi telah gagal, karena tidak memberikan kesempatan kerja baru bagi lulusan baru, meskipun kekayaan kerajaan di luar negeri mencapai sekitar 500 miliar dolar. Pemerintah bahkan gagal mempertahankan kesempatan kerja yang ada.

Indikator kedua yang mengungkapkan kebuntuan ekonomi Saudi dan posisi keuangannya, adalah deflasi ekonomi sebesar 7 % pada kuartal kedua tahun ini. Sektor nonmigas paling terpengaruh, karena mengalami deflasi 8,2 %, sedangkan sektor minyak turun 5,3 %.

Deflasi tajam ini didahului dengan penurunan nilai ekspor minyak yang turun 46,4 % pada Juli lalu. Pendapatan ini mewakili persentase terbesar dari pendapatan anggaran Saudi. Surplus neraca perdagangan luar negeri (migas dan nonmigas) juga turun 65,1 %, sejak awal tahun hingga Juli 2020.

Adapun indikator ketiga, Kementerian Keuangan Saudi memperkirakan pada hari Rabu bahwa defisit anggaran untuk tahun berjalan akan mencapai sekitar 298 miliar riyal (79,5 miliar dolar), dan bahwa utang publik akan meningkat menjadi 854 miliar riyal (227,7 miliar dolar), sementara itu bisa mencapai 941 miliar riyal (250,9 miliar dolar) pada 2021.

Mengenai indikator posisi keuangan lainnya, cadangan devisa berkurang, kehilangan 105 miliar riyal (28 miliar dolar) pada Agustus lalu, mencapai 1,83 triliun riyal (488 miliar dolar). Ketajaman keruntuhan tersebut disebabkan oleh berlanjutnya penurunan harga minyak dan dampak serius dari pandemi virus Corona terhadap perekonomian.

Cadangan umum kerajaan turun 15 persen Agustus lalu, menghasilkan 422 miliar riyal (112,5 miliar dolar), sementara cadangan umum telah berkurang 56 % sejak akhir 2015.

Keuntungan bank Saudi juga menyusut selama paruh pertama tahun ini, sebesar 40,9 %, mencapai 13,15 miliar riyal (3,51 miliar dolar).

Dengan terus merosotnya harga minyak, merebaknya pandemi virus Corona, dan penghentian kegiatan seperti haji dan umrah, krisis ekonomi Saudi kemungkinan besar akan berkembang biak. Ini akan mempengaruhi keuangan publik, warga negara, pasar tenaga kerja, pekerja asing, serta bantuan dan hibah yang diberikan oleh pemerintah kerajaan ke sejumlah negara dan organisasi.[IT/AR]
Comment