0
Sunday 10 September 2023 - 16:02

Dimensi Sejarah yang lebih Luas

Story Code : 1080927
Dimensi Sejarah yang lebih Luas
Zafar memulai tulisannya dengan mengutip ayat Al-Qur'an yang berkata, “Dalam diri Rasulullah kamu mempunyai teladan yang paling indah untuk ditiru”  (33:21). Ada ayat-ayat lain yang mengharukan (21:107; 33:45-46; 68:04) yang menarik perhatian kita pada sifat mulia dan penuh belas kasihan dari Rasulullah SAW.

Meskipun Al-Qur'an bukanlah biografi Rasulullah, pesan-pesan yang terkandung di dalamnya terjalin dalam perjuangan hidupnya saat ia menerapkan ajaran-ajarannya di masyarakat. Setiap Nabi ditugasi dengan dua tanggung jawab utama: menyampaikan risalah Ilahi kepada manusia, dan berusaha menegakkannya di masyarakat.

Kita belajar dari sejarah Nabi bahwa setiap nabi melaksanakan tanggung jawab ini dengan setia namun hanya sedikit yang berhasil menerapkan hukum ilahi dalam masyarakat. Tidak ada yang salah dengan pesan yang mereka sampaikan, maupun cara penyampaiannya. Penolakan masyarakat yang terlalu asyik dengan hal-hal duniawi itulah yang menghambat terwujudnya pesan tersebut di masyarakat. Kebanyakan Nabi harus meninggalkan umatnya dan bermigrasi ke negeri lain. Beberapa bahkan terbunuh.

Rasulullah yang terakhir ini tidak hanya menyampaikan risalah kepada umatnya namun beliau juga berhasil mengimplementasikannya di masyarakat. Beliau (SAW) tumbuh dalam masyarakat yang digambarkan sebagai Jahiliyyah (kebiadaban primitif) dalam Al-Qur'an yang mulia (48:26). Seperti halnya masyarakat sepanjang sejarah, masyarakat Makkah juga bersifat hierarkis. Yang kaya dan berkuasa mengeksploitasi yang miskin dan lemah. Perbudakan dan pembunuhan bayi perempuan adalah praktik umum lainnya yang menjadi ciri masyarakat Makkah.

Di lingkungan inilah Allah mengutus utusan terakhir-Nya bagi umat manusia (7:158): Muhammad (saw). Awalnya, pesan tersebut disampaikan kepada teman dekat dan kerabat. Ketika perintah Ilahi datang untuk mengumumkannya secara terbuka, hal itu segera membangkitkan murka kaum bangsawan Makkah. Para pemimpin Makkah dapat melihat dengan jelas bahwa jika Islam berhasil menguasai masyarakat, hal ini akan membatasi hak-hak istimewa mereka secara drastis.

Seperti halnya para pemegang kekuasaan dan kelas kaya sepanjang sejarah, para pemimpin Makkah tidak siap melepaskan hak-hak istimewa mereka. Mereka melakukan segala cara, baik adil maupun jahat, untuk mengatasi tantangan ini, dengan mengorbankan banyak pihak yang menentang ketidakadilan sosial.

Dalam setiap perjuangan, hasilnya ditentukan bukan oleh banyaknya senjata atau material, namun oleh komitmen para pejuang. Sejarah telah berkali-kali membuktikan hal ini, termasuk di zaman sekarang. Umat Islam di sekitar Nabi (saw) berhasil karena mereka teguh dalam keyakinan mereka dan siap melakukan pengorbanan yang diperlukan. Hal-hal ini penting untuk hasil setiap perjuangan.

Mari kita perhatikan beberapa ayat lain dari Al-Qur'an yang mulia. Dalam Surat Al-e Imran, Allah berfirman, “Katakanlah [kepada manusia, wahai Nabi], 'Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, [dan] Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu…” (3:31) . Dalam ayat lain dari Surat al-Hashr, Allah berfirman: “Ambillah apa yang diberikan Rasul kepadamu dan jauhi apa yang dilarangnya…” (59:07).

Mari kita uraikan ayat-ayat ini.

Umat Islam menunjukkan kecintaan mereka dan mengikuti Rasulullah SAW dengan berbagai cara. Tidak ada satu pun ekspresi cinta atau metode mengikuti teladannya yang dapat dianggap sebagai keseluruhan dari apa yang dilakukan Nabi tercinta Allah. Segala bentuk ekspresi adalah valid tetapi hanya mewakili aspek terbatas dari kepribadiannya yang diberkati. Sebagai Utusan Allah untuk seluruh umat manusia (7:158) serta utusan terakhir dan terakhir (33:40), beliau mencakup seluruh aspek kehidupan dalam misinya: moral, sosial, ekonomi dan politik.

Adalah suatu kesalahan penafsiran terhadap Sirah (sejarah hidup) beliau jika membatasi tanggung jawab beliau hanya pada permasalahan taharah, najasah dan akhlak saja. Benar, beliau membimbing kita dalam hal ini namun pesannya jauh lebih luas.

Karena pesan Islam terutama terfokus pada isu-isu keadilan sosial, maka hal ini harus dipahami dalam konteks yang tepat. 
Kaum musyrik Mekah tidak menyiksa Nabi (saw) dan sekelompok kecil pengikutnya karena mereka berdoa dengan cara tertentu. Tidak ada salat resmi di Makkah selama 12 tahun pertama misinya. Umat Islam awal juga tidak berpuasa. Seruan Nabi mengenai keadilan dan penerapannya di masyarakatlah yang membuat para pemimpin Makkah kesal.

Keadilan sosial dalam masyarakat terkait dengan kekuasaan dan otoritas. Tanpa kekuasaan, keadilan sosial tidak dapat dicapai dalam masyarakat, tidak peduli seberapa persuasif argumen seseorang.

Penggunaan wewenang dan kekuasaan secara otomatis menimbulkan persoalan politik. Sebagian umat Islam beranggapan bahwa kekuasaan dan otoritas adalah tujuan yang tidak diinginkan karena melibatkan politik. Dan politik dianggap sebagai bidang aktivitas para penjahat.

Benar, seseorang tidak dapat menarik kesimpulan lain dengan melihat politik kontemporer, namun hal ini tidak selalu berlaku di semua situasi. Islam tidak menentang kekuasaan atau otoritas. Allah tidak menciptakan semua orang identik. Ada yang kuat, ada yang lemah; ada yang kaya sementara yang lain miskin. Yang dilakukan Islam adalah mengatur penggunaan kekuasaan.

Yang kaya dan berkuasa tidak bebas mengeksploitasi yang miskin, atau menindas yang lemah. Mereka yang mempunyai kekuasaan dan otoritas harus bertindak sesuai dengan pedoman yang jelas yang telah Allah berikan dalam pelaksanaannya guna menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat.

Hal ini paling baik dilakukan dalam struktur formal: Negara Islam. Di akhir misi kenabiannya selama 23 tahun, Nabi telah mendirikan Negara Islam di Madinah. Sebelum beliau meninggalkan tempat tinggalnya di dunia ini, seluruh Jazirah Arab telah dikuasainya.

Para pengikutnya – kaum Muslim yang taat – dilengkapi dengan bimbingan Ilahi dan terinspirasi oleh karakter teladan Nabi, menyebarkan pesan Islam ke seluruh dunia dalam waktu yang sangat singkat. Islam memberi umat manusia sebuah peradaban yang bertahan hampir 1.000 tahun.

Keberhasilan fenomenal ini baik pada tingkat ideologis maupun duniawi tidak dapat dikaitkan dengan banyaknya sumber daya manusia, senjata atau material. Kualitas pesannya yang menekankan keadilan dan keadilan serta karakter lurus umat Islamlah yang menginspirasi orang lain untuk masuk Islam. Sunnah Nabi (contoh kehidupan) dan Sirah (sejarah hidup) memberikan demonstrasi praktis dari Al-Qur'an yang mulia.

Tidak diragukan lagi, umat Islam akan merayakan Maulid (hari lahir Rasulullah SAW) pada bulan Rabiul Awwal ini, seperti yang telah mereka lakukan di masa lalu. Namun mereka harus mengingat karakter jujurnya, banyaknya tantangan yang dia hadapi dan atasi, hingga akhirnya mendirikan negara Islam di Madinah. Kekuasaan dan otoritas negara sangat penting untuk menciptakan tatanan sosial yang adil dalam masyarakat.

Aspek inilah yang harus menjadi perhatian umat Islam yang ikhlas saat merayakan Maulid tahun ini. Hal ini akan membawa perilaku mereka lebih dekat dengan perilaku Nabi (SAW) dan akan menjadi cerminan sejati dari ketaatan mereka kepada beliau.[IT/AR]
Comment