0
Monday 20 February 2012 - 13:13
Resesi Ekonomi Amerika

Disparitas Kaya-Miskin di AS Kian Tajam

Story Code : 139223
Disparitas Kaya-Miskin di AS Kian Tajam

Selepas dari bandar udara San Francisco, saya merekam dialog dengan beberapa penumpang Asia yang tak bisa menyembunyikan kekaguman mereka pada keberhasilan anak-anak China dan India dalam percaturan ilmu pengetahuan, dunia usaha dan profesionalisme di Amerika.

Sudah ratusan tahun orang China hadir di Amerika, kemudian menyusul India. Bisnis dan peruntungannya pun di AS terus bertumbuh. Mereka bekerja keras dan kontinyu, meski merasakan ketidakadilan dan kesenjangan luar biasa. Disparitas ekonomi masyarakat AS menjadi persoalan serius dalam kehidupan bangsa.

Korupsi terus merajalela karena buruknya tata kelola sektor privat (moral hazard) dan perebutan sumber daya ekonomi, sementara sumber daya manusia tidak terurus, bahkan makin merosot kualitas moralnya, sebagaimana di Indonesia.

“Orang-orang China di AS tidaklah brilian seperti yang dibayangkan banyak orang, tapi mereka pekerja keras dan rajin,” kata M Samy, manager pada QT Brightek, California. Samy keturunan India dan sudah 20 tahun tinggal di AS, bekerja sebagai insinyur hard ware computer.

Ia menyampaikan bahwa sebagai sarjana, nasibnya beruntung, dan karirnya baik sehingga bisa punya rumah di Amerika dan bisa membawa segenap keluarganya ke sana. Tapi ia pun melihat, ekonomi AS sudah sedemikian kapitalisnya, dan hanya menguntungkan segelintir elite, sementara kelas menengah ke bawah makin merosot ekonominya.

Di AS, misalnya, 0,1 persen warga paling kaya malah makin bertumpuk kekayaannya, mendominasi percaturan ekonomi Amerika. Para ekonom moralis yang memihak rakyat banyak, menyerukan agar ideologi yang berpihak pada kaum lemah dan miskin, tidak dipisahkan dan dipasung dari ekonomi.

Perhatikan statemen mereka: We are economists who oppose ideological cleansing in the economics profession. Equally we oppose political cleansing in the vital debate over the causes and consequences of our current economic crisis.

We support the efforts of the Occupy Wall Street movement across the country and across the globe to liberate the economy from the short-term greed of the rich and powerful “one percent”.

We oppose cynical and perverse attempts to misuse our police officers and public servants to expel advocates of the public good from our public spaces.

We extend our support to the vision of building an economy that works for the people, for the planet, and for the future, and we declare our solidarity with the Occupiers who are exercising our democratic right to demand economic and social justice.

(Alih bahasa bebasnya: Kami adalah para ekonom yang menentang pembersihan ideologis dalam profesi ilmu ekonomi. Kami juga menentang pembersihan politik dalam perdebatan-perdebatan vital mengenai sebab dan akibat dari krisis ekonomi yang terjadi dewasa ini.

Kami mendukung upaya gerakan OWS di berbagai negara untuk membebaskan ekonomi dari ketamakan jangka-pendek kaum-kaya-dan-berkuasa golongan 'satu persen.' Kami meluaskan dukungan kami terhadap visi membangun ekonomi yang bekerja untuk rakyat, untuk kelestarian bumi, dan masa depan. Kami menyatakan solidaritas kami kepada para pendukung gerakan OWS yang sedang menjalankan hak demokratik untuk menuntut keadilan sosial dan keadilan ekonomi." (Economists Statement in Support of Occupy Wall Street | The New Significance,14/12/2011).

Seruan itu paralel dengan pandangan Prof Dr Paul Krugman, ekonom peraih Nobel ekonomi yang menegaskan betapa di Amerika kini ada realitas yang tidak wajar dan tidak mengenakkan dimana telah terjadi penurunan tajam pembagian atas pendapatan total pada golongan bawah dan kelas menengah Amerika.

Pada laporan AS yang dimulai pada 2005, ditemukan bahwa hampir dua pertiga pembagian pendapatan dari persentase pendapatan tertinggi sebenarnya hanya mengalir kepada 0,1 persen (orang kaya Amerika), yaitu seperseribu orang kaya Amerika, yang pendapatan realnya tumbuh lebih dari 400 persen dalam kurun waktu 1979 sampai 2005. Fantastis.

Laporan Kantor (Badan) Anggaran Kongres AS menyatakan bahwa distribusi pendapatan yang menghilang dari 80 persen golongan bawah telah mengalir pada 1 persen orang kaya Amerika. Artinya, para demonstran dan pengunjuk rasa yang menduduki Wall Street selama ini merepresentasikan dirinya mewakili 99 persen rakyat Amerika, memiliki kebenaran yang cukup mendasar. (Paul Krugman, ‘’Oligarchy, American Style’’, harian New York Times, 4 November 2011)

Maka, masuk akal kalau tema sentral Presiden AS Barack Obama dalam kampanye untuk meraih masa jabatan kedua adalah perjuangan kelas yakni kelas menengah ke bawah di AS versus kelas elite yang mendominasi ekonomi.

Obama memperingatkan bahaya sistem ekonomi liberal AS saat ini yang dipandang terlalu menguntungkan kaum elite. Sistem ini memicu kesenjangan dan bisa mengancam posisi kelas menengah masyarakat AS. Obama pun menyerukan pentingnya perjuangan kelas.

Dewasa ini seluruh AS sedang menyoroti setiap langkah pemerintahan Obama, yang memicu gerakan nasional menentang pengeluaran negara yang berlebihan oleh pemerintah dan melawan ekonomi yang dianggap terlalu menguntungkan segelintir golongan elite saja. Salah satu sikap republiken yang dikritik Obama adalah kengototan mereka menolak kenaikan pajak bagi orang-orang terkaya AS sebagai salah satu strategi untuk mengurangi defisit anggaran.

Para simpatisan Partai Republik, termasuk kandidat kuat calon presiden Mitt Romney dan Newt Gingrich, menolak kritik Obama dan meyakini bahwa kenaikan pajak itu justru akan menghalangi penciptaan lapangan pekerjaan baru, dan menuduh Obama sedang mencoba mengobarkan ‘perang antarkelas’, perjuangan antarkelas seperti dalam imajinasi kaum Marxis. Bayangkan,coba, [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times/on/inilah]

Sumber; http://web.inilah.com/read/detail/1831691/disparitas-kaya-miskin-di-as-kian-tajam

http://portal.hud.gov/hudportal/HUD?src=/topics/homelessness
Comment