0
Monday 27 February 2012 - 21:08
Pembakaran Al-Quran

Analis: AS Menguji Sensitivitas Agama Melalui Pembakaran Al-Quran

Story Code : 141290
Analis: AS Menguji Sensitivitas Agama Melalui Pembakaran Al-Quran

"Konspirasi rahasia sedang berlangsung dilakukan Amerika yang ingin menilai sensitivitas agama rakyat Afghanistan," kata Vahid Mojdeh, Minggu, 26/02/12.

Amerika ingin sekali melihat reaksi warga Afghanistan dalam aksinya kali ini, sebab pembakaran Al-Quran juga pernah dilakukan oleh seorang pendeta AS di Florida tahun lalu, yang menyebabkan protes besar-besaran di kota-kota Afghanistan dan pembunuhan beberapa warga negara asing di Mazar Sharif. Dia kemudian bertanya, "Bagaimana mungkin Amerika bisa melupakan reaksi rakyat Afghanistan waktu itu?"

Dari sana AS sedang mempelajari efek dari perpanjangan kehadirannya di Afghanistan, yang demi itu AS mengambil langkah melalui penghinaan terhadap Al-Quran. Dan ini adalah "upaya AS untuk melihat dan menilai tingkat pengaruh Barat di Afghanistan".

Kemarahan warga mencapai titik puncak di Afghanistan setelah muncul berita bahwa tentara Amerika Serikat telah membakar kitab suci al-Quran. Sedikitnya 20 orang tewas dalam tiga hari protes terhadap penodaan itu, dua dari mereka di luar Pangkalan Udara Bagram, pangkalan utama militer AS di negara itu. Protes dimulai di Provinsi Parwan, tapi segera menyebar ke daerah lain, mendorong AS untuk meliburkan kedutaannya dan mengevakuasi staf-stafnya.

Pangkalan Udara Bagram telah menjadi simbol kebencian masyarakat dunia terhadap pendudukan pimpinan AS.

Menteri Pertahanan AS Leon Panetta dan kemudian Presiden Barack Obama mengeluarkan permintaan maaf atas kasus itu dalam upaya untuk menenangkan situasi. Namun berbeda dengan harapan mereka, permintaan maaf itu telah gagal mendinginkan kemarahan rakyat.

Pembakaran al-Quran telah menjadi bencana lain dalam hubungan masyarakat dunia dengan Washington. Ini merupakan peristiwa terbaru dalam serangkaian tindakan keji tentara AS yang membuat marah rakyat Afghanistan. Pada pertengahan Januari 2012, sebuah video juga memperlihatkan tindakan keji tentara AS yang mengencingi mayat-mayat Afghanistan.

Ajaran Islam menghormati mayat, tidak hanya Muslim tapi juga non-Muslim dan menganggap pelecehan terhadap mereka sebagai kejahatan serius.

Tindakan provokatif seperti itu menunjukkan ketidakpedulian AS terhadap keyakinan dan nilai-nilai yang diantut oleh rakyat Afghanistan dan bahkan umat Islam dunia. Insiden ini jelas menandakan kegagalan besar Gedung Putih dan PR bagi militer AS yang ingin menarik simpati rakyat atas pendudukan berdarah-darah mereka.

Seorang blogger politik, Kevin Drum mengatakan dalam sebuah artikel, "Kami tidak akan mampu menarik hati dan opini rakyat. Dalam setengah abad terakhir, operasi militer AS tidak pernah berhasil menarik hati dan opini siapa pun. Sudah waktunya untuk mengakui hal ini dan meninggalkan Afghanistan. "

Amrullah Saleh, mantan kepala Dinas Intelijen Afghanistan juga mengatakan dalam sebuah artikel baru-baru ini, "Negosiasi dengan Taliban setelah lebih dari 10 tahun berperang, sama saja dengan memberikan legitimasi dan ruang untuk ekstremisme militan. Tujuan intervensi NATO di Afghanistan adalah memberantas ekstremisme militan dengan mengalahkan kelompok Taliban dan al-Qaeda, yang didukung Pakistan. Itu sekarang tampaknya seperti mimpi."

Situasi ini tidak lebih baik dalam aspek lain, termasuk ekonomi. Perekonomian Afghanistan tidak berfungsi dan penggelontoran dana miliaran dolar, tidak mampu mendongrak perekonomian negara itu.

Sentimen anti-AS di Afghanistan semakin meluas dan tidak hanya berhubungan dengan simbol-simbol agama. Penggunaan uranium yang diperlemah dan bom cluster, operasi di malam hari, dan penggunaan pesawat tanpa awak, telah menjadi pemicu kebencian warga terhadap pasukan asing.

AS selalu mengklaim dirinya sebagai pembela hak asasi manusia dan demokrasi. Mereka mengedepankan nilai-nilai universal selama negara lain tidak mematuhi kebijakan Washington. Kita begitu mudah melihat aksi-aksi sekutu-sekutu Washington dalam beberapa dekade terakhir dalam operasi tempur berdarah-darah mereka di negara yang di invansi.

Washington telah kehabisan opsi untuk melawan arus. Negosiasi dengan Taliban adalah bukti nyata atas kegagalan kebijakan AS di Afghanistan. Arogansi dan egoisme tidak memungkinkan untuk mengakui fakta ini.

Minggu kemarin, Presiden Afghanistan Hamid Karzai dalam pidato resminya menyerukan masyarakat agar tenang. Pidato tersebut ditayangkan melalui televisi pasca pembakaran yang memicu protes kekerasan.

Karzai mengatakan kepada rakyat Afghanistan, pelau pembakaran Quran sedang diselidiki, dan meminta rakyatnya untuk menunggu hasil penyelidikan itu.

Sementara itu, seorang politisi senior Afghanistan mengatakan, tentara AS yang terlibat dalam pembakaran Al-Quran di pangkalan udara Bagram di Afghanistan harus diadili pengadilan dan itu adalah satu-satunya cara untuk menenangkan murka rakyat Afghanistan.

"Penyelidikan belaka atau hanya menyelidiki unsur-unsur di balik perbuatan itu (pembakaran Quran) tidak akan mengurangi rasa sakit jutaan rakyat Afghanistan dan pelaku harus dijatuhi hukuman di pengadilan negeri Afghanistan," kata Sekretaris Jenderal Partai Kesejahteraan Nasional Afghanistan Mohammad Hassan Jafari, Sabtu.

"Kami meminta pemerintah Afghanistan untuk mempersiapkan kondisi yang diperlukan untuk pengadilan tentara ini di tanah Afghanistan," kata Jafari.

Sedikitnya 25 orang tewas dan ratusan terluka sejak Selasa, ketika berita pertama kali muncul bahwa salinan Al-Quran dan materi keagamaan Islam dilemparkan ke dalam sampah dan dibakar, tempat yang digunakan untuk membakar sampah di Lapangan Udara Bagram.[IT/r]
Comment