0
Wednesday 25 July 2012 - 21:19
Wawancara Terkait Blok Migas

“Ini Bukan Masalah Nasionalisme”

Story Code : 182096
Rudi Rubiandini Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral; Prioritas
Rudi Rubiandini Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral; Prioritas

Menjelang habisnya masa kontrak sejumlah blok migas, beberapa kalangan menuntut agar blok migas tersebut langsung dikembalikan kepada negara untuk dikelola Pertamina. Mereka menilai selama ini pemerintah kurang memiliki political will yang baik untuk mewujudkan kedaulatan pengelolaan migas tanah air. Akibatnya, kekayaan alam Indonesia berupa minyak dan gas bumi justru ditenggarai lebih banyak dinikmati asing dan melupakan kepentingan dalam negeri. Sementara Pertamina, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) , yang didirikan untuk mengelola minyak dan gas bumi Indonesia kerap diragukan kapabilitasnya.

Rudi Rubiandini Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral

Imam Hidayah dari Prioritas berkesempatan mewawancara Rudi Rubiandini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, mengenai masalah kontrak blok migas itu, Rabu pekan lalu. Rudi, yang menempuh pendidikan sarjana di Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pascasarjana di Technische Universitaet Clausthal Jerman ini, justru menilai permasalahannya bukan soal kedaulatan atau nasionalisme. Berikut petikannya:

Apakah mungkin blok migas yang habis masa kontrak otomatis kembali ke negara dan dikelola Pertamina?

Tak ada masalah. Pertamina selalu jadi prioritas. Hanya permasalahannya tidak bisa otomatis semuanya di-handle oleh Pertamina. Karena di dalam Pertamina sendiri banyak juga lapangan yang tidak efektif. Pertamina pun malah harus melepas juga beberapa lapangan. Jadi ini bukan masalah nasionalisme atau hanya soal keinginan.

Bagaimana soal tudingan kebijakan pengelolaan migas yang tidak mencerminkan kedaulatan kita?

Enggaklah. Kita itu menginginkan supaya nasional itu maju dari segala aspek. Lihatlah, perbankan kita dorong, kandungan dalam negeri kita dorong, industri-industri minyak kita dorong. Yang jelas, BUMN nasional juga kita dorong. Tapi, mari kita lihat ukurannya. Sekarang ada 17 kontrak yang akan habis, diambil semua oleh Pertamina, ya silakan, monggo. Gak ada masalah. Cuma, apa bener semuanya mau diambil? Memang ada uangnya?

Negara tidak mungkin menginvestasikan uangnya dari APBN, itu daerah yang berisiko. Negara tidak boleh ikut-ikutan berisiko. Kalau sekarang investasi, mungkin empat miliar dolar setahun, (setara) sepuluh triliun (rupiah) itu. Kalau tidak berhasil terus gimana? Siapa yang rugi?

Tapi BUMN kan mikir, mana yang bagus, mana yang risknya rendah, dan risk-nya pun tidak berarti 100 persen mereka ambil, harus sharing risk. Contohnya di Natuna, kenapa gak seratus persen Pertamina. Bisa jawab gak Pertamina kenapa mereka gak seratus persen?

Jadi ini masalahnya hitunghitungan bisnis dan risiko saja. Jangan didikotomikan urusannya jadi nasionalis atau gak nasionalis. Gak ada itu. Ini benar- benar bisnis fi nansial saja. Aturannya sudah sangat mendukung. Gak usah “digorenggoreng” seolah-olah Pertamina harus didukung. Sudah kok, sudah didukung.

Langkah apa yang akan diambil untuk blok migas yang habis masa kontrak?

Kita harus meng-o er dulu ke Pertamina, mereka mau atau nggak untuk menggantikan. Kalau tidak siap, ya ditender. Perusahaan nasional kan juga bukan hanya Pertamina. Sekarang kalau kita bilang, ini loh, ada lapangan yang tidak jadi diambil Pertamina, diumumkan di koran, apa konglomerat lain tidak ada yang tertarik? Ya banyak. Nanti harus ditender, gak boleh ditawarkan.

Tapi pasti Pertamina yang pertama kali ditawarkan?

Pasti, itu pasti. Itu sudah peraturan. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times/on/prioritasnews]
Comment