0
1
Komentar
Friday 17 August 2012 - 11:57
Hegemoni Global

Analisis Penarikan Pasukan AS dari Irak

Story Code : 188190
Analisis Penarikan Pasukan AS dari Irak

Setelah hampir delapan tahun invasi AS dan sekutunya ke Irak, masa depan negeri seribu satu malam ini tampak masih terus dalam ketidakpastian. Stabilitas dan kesejahteraan yang dijanjikan tak kunjung terwujud. Pemboman dan konflik politik terus memakan korban nyawa. Bahaya perang saudara juga masih mengancam. Lebih dari itu, sebagian besar fasilitas publik, terutama pelayanan listrik, belum bisa dinikmati oleh mayoritas rakyat Irak. Oleh karena itu, kehadiran pasukan asing di Irak kian hari kian kehilangan alasan, bahkan justru makin menimbulkan kemarahan publik.

Untuk mengurangi ketidakpastian pasca invasi 2003, di akhir masa jabatannya, Presiden George W. Bush mengajukan usulan penarikan pasukan AS dalam perjanjian yang disebut dengan US-Iraq Status of Forces Agreement. Salah satu butir perjanjian yang dibuat tahun 2008 itu menyatakan bahwa AS akan menarik pasukan tempur pada 30 Juni 2009 (realisasinya pada Agustus 2010) dan menarik mundur seluruh pasukan pada 31 Desember 2011.[1]

Akan tetapi, di saat tenggat waktu yang diberikan kian mendekat, sejumlah pejabat AS mulai melontarkan pesan yang berbeda. Mantan Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, pernah menyatakan bahwa dia “lebih memilih perpanjangan masa kehadiran pasukan AS,” sambil menjelaskan bahwa pasukan Irak masih sangat lemah dalam bidang logistik, intelijens dan pertahanan udara, sehingga kehadiran pasukan AS dan sekutu akan memberi ‘sinyal kuat bahwa kita tidak akan pergi dan bahwa kita akan terus memainkan peran.[2]

Lawrence Davidson, profesor sejarah di West Chester University, dalam artikelnya di majalan online Counterpunch edisi Juli 2011, menanggapi sinis pernyataan Gates di atas. Menurutnya, peran pasukan AS dan sekutu selama sekitar 8 tahun invasi sangat mengecewakan. Selain alasan-alasan perang Irak itu sendiri tak sepenuhnya sejalan dengan hukum internasional, kehadiran pasukan AS dan sekutu sejauh ini hanya behasil menggulingkan diktator (yang sebenarnya dapat dilakukan oleh rakyat Irak sendiri) dan menggantikannya dengan rezim boneka yang disfungsional.

Untuk keberhasilan yang sepele itu, AS dan sekutu telah menghilangkan sekitar 1,5 juta nyawa rakyat Irak (sebagaimana yang dapat dengan jelas kita lihat di IraqBodyCount.org) dan sekitar 5000 pasukan AS, mencederai jumlah penduduk yang lebih besar lagi, merusak infrastruktur, dan menciptakan potensi perang saudara berkepanjangan.

Dalam melakukan semua itu, Washington bahkan harus mewariskan krisis ekonomi dan hutang dalam jumlah ratusan milyar dolar pada rakyat AS. Menurut Prof. Davidson, melihat daftar prestasi yang sangat buruk itu, pasukan AS dan sekutu seharusnya justru bergegas hengkang dan bukan malah ingin bertahan lebih lama lagi di sana.

Sebagian analis politik Timur Tengah melangkah lebih jauh dari sekadar menyatakan sinisisme. Mereka beranggapan bahwa eskalasi aksi kekerasan sejak Juli tahun 2011 ini sebenarnya dipicu oleh pasukan AS sendiri untuk menjustifikasi perpanjangan kehadiran pasukannya di Irak.

Anggapan ini, misalnya, disampaikan oleh ahli strategi Timur Tengah, Nasir Qindil, dalam wawancara khususnya dengan jaringan televisi Almanar milik Hizbullah Lebanon (28/08/2011). Menurut Qindil, AS tak ingin melepaskan Irak begitu saja direbut oleh kekuatan-kekuatan anti AS seperti Iran dan Syria bila pada akhirnya penarikan pasukan itu benar-benar terjadi. Karena itu, AS terus menekan Pemerintahan Nuri Al-Maliki untuk mendapatkan persetujuan perpanjangan kehadiran pasukan AS dan sekutu di Irak.

Sejak menjabat sebagai Menhan, Leon Panetta menyatakan akan menggelar pertemuan-pertemuan tertutup dengan sejumlah pejabat tinggi Irak “untuk menekan mereka mengambil keputusan apakah mereka mengizinkan pasukan AS tetap tinggal di negara tersebut.” Namun, anehnya, Panetta juga meminta pemerintahan Al-Maliki untuk memerangi kelompok-kelompok ekstremis Syiah yang melakukan serangan terhadap pasukan AS. Panetta menyatakan bahwa kelompok ekstremis Syiah itu kini dipasok senjata canggih oleh Iran untuk menyerang pasukan AS. Dia menambahkan, “kita tak bisa berdiam diri dan membiarkan hal ini terus terjadi…”[3] Menurut Qindil, permintaan ini secara politik berarti bunuh diri, mengingat kelompok yang disebut Syiah ekstremis itu juga masuk dalam koalisi pemerintahan Al-Maliki.

Dalam artikelnya yang berjudul A Useless War Grinds On, Phyllis Bennis melukiskan tentang besarnya biaya invasi Irak yang mesti ditanggung oleh publik AS. Pada tahun 2011 ini saja, AS harus mengeluarkan biaya sebanyak $50 milyar untuk 50.000 tentara yang masih berada di Irak. Bennis menunjukkan bahwa uang sebanyak itu bisa dipakai untuk menyediakan pelayanan kesehatan untuk 43 juta anak-anak selama dua tahun, menyewa 2.4 juta polisi untuk melayani publik selama satu tahun. Atau biaya yang sama bisa juga dipakai untuk menciptakan 3.4 juta lapangan pekerjaan— termasuk untuk puluhan ribu tentara yang harus menanggung risiko tewas di medan perang yang sia-sia.[4]

Bennis juga menunjukkan bahwa invasi Irak takkan membawa manfaat apapun bagi AS dan sekutu. Sebaliknya, semua biaya perang hanya akan membuat AS dan Eropa makin terperosok dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pemotongan anggaran Pentagon menambah dilema AS dan sekutu dalam kasus Irak. Menurutnya, apapun yang terjadi, opsi penarikan mundur pasukan AS dan sekutu adalah yang paling rasional dan menguntungkan semua pihak.

Prof. Davidson menyatakan bahwa satu-satunya opsi paling rasional bagi AS adalah menarik diri dari Irak secara penuh dan tanpa ragu-ragu pada akhir 2011 ini sesuai dengan Status of Forces Agreement. Menurutnya, penarikan ini akan menghasilkan beberapa hal sebagai berikut:

Mengakhiri perang yang sejak awal tak memiliki dasar moral dan pendudukan yang mengenaskan.

Mencegah meluasnya peredaran senjata di tengah masyarakat yang justru memperuncing konflik sektarian dan perang saudara.

Membuka peluang berlangsungnya proses politik yang normal di tengah-tengah situasi dan kondisi yang juga normal, tanpa kehadiran pasukan asing.

Mencegah kemungkinan berlangsungnya konfrontasi militer secara langsung dengan Iran. Bila AS tak segera menarik pasukannya pada akhir tahun ini, maka kelompok-kelompok bersenjata Syiah akan melakukan perlawanan militer dengan dukungan langsung Iran. Keadaan ini akan mempercepat konfrontasi langsung antara Iran dan AS yang dapat diramalkan bakal menjadi berlarut-larut dan kian memperburuk situasi ekonomi global.

Hal yang tak kalah pentingnya, penarikan pasukan AS dapat dijadikan poin penting dalam kampanye Barack Obama yang sejak semula berjanji mengakhiri apa yang disebutnya sendiri sebagai “perang konyol” tersebut.

Namun demikian, seperti telah disebutkan di atas, beberapa pejabat AS justru mengindikasikan keinginan AS untuk tetap tinggal di Irak dan melanjutkan perang yang sia-sia ini. Salah satu alasan yang sering dikemukakan ialah untuk mencegah semakin dominannya pengaruh Iran di dalam perpolitikan Irak. Alternatif untuk memperpanjang masa kehadiran pasukan AS di Irak sebenarnya tak akan menguntungkan pihak mana pun, terutama rakyat Irak sendiri. Delapan tahun masa pendudukan selama ini hanya menunjukkan kegagalan AS dan pemerintah boneka yang dibentuknya untuk memenuhi janji-janji kesejahteraan yang ditawarkannya pada rakyat Irak sejak awal invasi. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times/on/beritaprotes.co]


[1] http://en.wikipedia.org/wiki/U.S.–Iraq_Status_of_Forces_Agreement
[2] http://www.counterpunch.org/2011/07/14/will-the-us-leave-iraq/
[3] http://www.counterpunch.org/2011/07/14/will-the-us-leave-iraq/
[4] http://www.counterpunch.org/2011/09/23/meanwhile-back-in-iraq/
Comment


United States
Ad Daulatul Islamiyah Melayu

Khilafah Islam Akhir Zaman adalah Negara Islam dengan
Sistem Pemerintahan yang berjalan atas nash-nash Rasulullah SAW
dan Khulafaur Rasyidin almahdiyin.

Sedang menantikan kehadiran Orang-Orang Mukmin yang siap
untuk menjadi Tentara Islam Akhir Zaman
Bila anda Siap Sedia untuk Meraih Kemenangan dan syahid
mari mari menjadi bagian dari Bangsa Islam yang sedang dinantikan dan diberkahi
Insya Allah.
http://dimelayu.co.de