0
Thursday 16 June 2016 - 05:37

Petualangan ISIS Setelah Kalah di Suriah dan Irak

Story Code : 546200
Perbatasan kota Takfiri ISIS di Kirkuk, Irak
Perbatasan kota Takfiri ISIS di Kirkuk, Irak
Pertempuran di Raqqa, Suriah, ibukota de facto yang dideklariskan kekhalifah Takfiri ISIS, masih berlangsung hingga saat ini. Pembebasan kota ini bagi tentara Suriah adalah harga mati dan kemenangan dapat mengubah peta dan kekuatan perang Suriah. Jika ibu kota kekhalifahan Takfiri itu runtuh, ada beberapa kemungkian ISIS memindahkan semua kegiatan dan kekuatan militer ke kawasan lain, terutama di Afghanistan, negara-negara Asia dan Turki.

Afghanistan
Jejak para pendukung ISIS pertama kali muncul di Afghanistan dua tahun lalu. Sejak itu, jumlah mereka semakin tumbuh secara signifikan terutama di provinsi yang berbatasan dengan Tajikistan, Uzbekistan, dan Turkmenistan.

ISIS juga sudah meluncurkan stasiun radio sendiri di Afghanistan yang mendorong para pemuda setempat untuk mendaftar sebagai anggota. Radio itu menyiarkan fatwa-fatwa "hukum Islam" anti-pemerintah yang membuat para pemuda berpihak ke ISIS. Kabar mengenai stasiun radio Afghanistan milik ISIS itu dilaporkan oleh Ahmad Shakib, wartawan New York Times berbasis di Kabul pada Rabu, 16/12/15.

Meningkatnya aktivitas kelompok Takfiri ini dimulai sejak awal tahun 2015, untuk menguasai ladang dan perdagangan heroin di negara itu.

Dengan tumbuh pesat pendukung kekhalifahan Takfiri di Afghanistan, ISIS mendapatkan jutaan dollar dari perdagangan narkoba dan obat-obatan terlarang. Hal yang kemudian menimbulkan konflik besar antara ISIS dan Taliban. Bentrokan dan perang antara kedua kelompok satu ideologi ini dimulai di provinsi Nangarhar dan berakhir dengan kehilangan beberapa daerah yang dikusai Taliban.

"Saat ini, jumlah pendukung ISIS di Afghanistan diperkirakan antara 3.000 dan 12.000 orang. Ratusan dari mereka adalah warga Arab dari Timur Tengah, tetapi sebagian besar adalah warga Afghanistan dan Pashtun dari Pakistan dan Afghanistan," kata Andrei Zakhvatov, seorang ahli Asia Tengah, kepada Gazeta.ru.

Dengan demikian masih sulit untuk secara jelas menggambarkan hubungan antara ISIS dan Taliban karena tujuan dari dua kelompok ini berbeda.

"Tujuan utama Taliban adalah mengambil kekuasaan di Afghanistan, sementara ISIS ingin mendirikan apa yang disebut sebagai provinsi Khorasan yang meliputi Tajikistan, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Kelompok ini mengumpulkan ribuan pasukan dan menyebarkan ideologinya di negara-negara kawasan tersebut. Hubungan antara kedua kelompok ini, masih didasarkan pada tujuan masing-masing, tapi mereka tidak mungkin menjadi sekutu," tambahnya.

Bagi ISIS, Afghanistan dapat berubah menjadi batu loncatan yang memungkinkan untuk ekspansi di Tajikistan, Uzbekistan, Turkmenistan, dan Pakistan. Strategi ini sesuai dengan rencana untuk memperbesar pengaruh cabang ISIS di Afghanistan. Dan, jika ISIS dikalahkan di Suriah, ribuan elemen ISIS mungkin akan bedol negara dan memindahkan seluruh kegiatan terorisme di Pakistan dan Afghanistan, namun kegiatan teroris di Asia Tengah agak sulit mendapatkan momentum.

"Sebuah skala besar serangan ISIS atau Taliban di Asia Tengah adalah sesutau yang mustahil. Kemampuan militer mereka jauh lebih rendah dari kekuatan militer negara-negara CSTO," kata Zakhvatov.

Menurut Abbas Juma, seorang analis masalah Asia Tengah, jika Raqqa jatuh ke tangan tentara Suriah, ISIS mungkin akan kembali ke Irak dan berkumpul kembali dengan pasukan lebih besar untuk melakukan serangan balik. Tapi, hal ini juga sulit dilakukan, sebab di Irak sendiri, kelompok ini pelan-pelan namun pasti akan kehilangan cengkeramannya. Serangan besar tentara Irak dan Hashd as-Shaabi untuk membebaskan Fallujah di propinsi al-Anbar mencapai kemenangan gemilang pekan-pekan ini.

Namun demikian, analis keamanan Grigoriy Trofimchuk mengatakan, dengan kondisi seperti ini, Asia Tengah tetap menjadi pilihan ISIS sebagai sarang terorisme.

Menurutnya, ISIS memiliki benteng di Afghanistan, dan akan segera mengintensifkan kegiatannya di Asia Tengah. Dan, jika hal ini terjadi, beberapa analis mencatat, kondisi ini akan menimbulkan pertanyaan yang mungkin akan melibatkan super power dikawasan, yaitu Cina.

Cina, jauh-jauh hari secara signifikan sudah memperkuat posisinya di Asia Tengah, menginvestasikan berbagai kekuatan di wilayah tersebut. Pertanyaannya adalah, apakah ISIS siap untuk menghadapi Cina?

Turki
Pasukan kontrateroris terus dikembangkan dengan alasan keamanan di Suriah. Bahkan Turki mengintensifkan kekuatannya juga di Afghanistan. Pada bulan Mei lalu, media Iran melaporkan, Ankara merencanakan untuk membuka sebuah pusat keagamaan di Nangarhar. Pada tanggal 6 Juni, Menteri Pertahanan Turki Fikri Isik mengunjungi Afghanistan untuk meneken kerjasama militer, termasuk keamanan regional.

Ketertarikan Turki di Afghanistan dapat dipahami akibat ketegangan yang memuncak dengan Moskow, kata Trofimchuk.

"Ankara berulang kali mengirim sinyal bahwa ia ingin menjalin hubungan normal dengan Rusia. Tapi Moskow menanggapinya dengan dingin. Dalam situasi ini, Turki mencoba memperluas pengaruhnya di Asia Tengah, dan itu dimulai dari Afghanistan," jelasnya.

Presiden Turki, misalnya telah mengirim surat kepada Vladimir Putin saat ulang tahun nasional Rusia. Sebuah kontak pertama Erdogan sejak Ankara menembak jatuh sebuah pesawat perang Rusia pada bulan November tahun lalu, kata seorang pejabat Turki, Selasa, 14/06/16.

Turki memperluas pengaruhnya di Afghanistan dan Asia Tengah untuk mengontrol wilayah Kaspia dan Laut Hitam serta Kaukasus. Ankara berencana menarik dukungan dari penduduk Turki di wilayah ini.

Selain "proyek Turki", kepentingan Turki di Afghanistan mungkin berasal dari ambisi Erdogan yang gagal di Suriah. Meski AS dan Rusia sekarang terlibat dalam upaya kontrateroris di Suriah, namun strategi Ankara yang mendukung habis-habisan ISIS bertentangan dengan kedua negara.

Turki di Afghanistan sangat berharap dapat membantu membesarkan ISIS di Asia Tengah dengan imbalan negaranya tetap aman dari amuk ISIS.

Asia Tengah
Rusia sangat prihatin dengan ancaman teroris yang berasal dari Afghanistan ke Asia Tengah. Pada tanggal 9 Juni lalu, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengunjungi Turkmenistan dan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Gugbanguly Berdymuhamedov serta Menteri Pertahanan Yaylym Berdiev untuk membahas kerjasama militer di kawasan.

"Baru-baru ini, muncul berita mengkhawatirkan dari perbatasan Afghanistan-Turkmen," kata Zakhvatov. Jelas, kunjungan Shoigu ini terkait erat dengan ancaman ISIS yang muncul di Asia Tengah.

Trofimchuk lebih lanjut mengatakan, terlalu dini untuk mengatakan bahwa Rusia dan Turkmenistan akan meningkatkan kerja sama militer untuk memerangi ISIS.

"Saat ini, ekonomi Rusia dalam krisis, dan Moskow tidak bisa memberikan pendanaa kepada semua negara republik Asia Tengah. Kunjungan Shoigu itu diperlukan karena situasi benar-benar sangat sulit. Tapi hal itu bukan sebagai sekedar sinyal kepada Barat bahwa Rusia tidak meninggalkan Asia Tengah," katanya.

Namun, Alexander Knyazev, spesialis Timur Tengah dan studi Asia Tengah, mengatakan, ancaman ISIS di wilayah ini terus meningkat.

Menurutnya, di Asia Tengah dan Afghanistan tidak ada alasan untuk lahan ekspansi ISIS. Para pemimpin Muslim setempat juga memprotes setiap universalisme agama, terutama ideologi seperti ISIS. Selain itu, di Asia Tengah keyakinan agama berkaitan erat dengan identitas etnis.

Kemungkinan besar kekalahan ISIS di Suriah dapat menyebabkan Afghanistan dan Asia Tengah menjadi ajang terorisme Internasional karena ISIS dapat mengintensifkan kegiatannya di Afghanistan untuk memerangi Taliban demi pendanaan dari perdagangan narkoba. Seuatu yang akan menimbulkan dan menciptakan risiko besar bagi keamanan global. [Islam Times.org' target='_blank'>Islam Times]




Comment