0
Monday 21 January 2019 - 16:19

Misteri Penahanan Jurnalis Press TV

Story Code : 773297
Marzieh Hashemi
Marzieh Hashemi
MARZIEH Hashemi memiliki jadwat padat di Amerika Serikat, negeri tempat ia dilahirkan 59 tahun lalu. Bertolak dari Teheran, Iran, tempat ia tinggal selama sepuluh tahun terakhir, Marzieh berencana menyambangi tiga negara bagian sekaligus: Louisiana, Missouri, dan Colorado.

Di New Orleans, Louisiana, kampung halamannya, perempuan yang bernama lahir Melanie Franklin itu mengunjungi keluarga besarnya. Kemudian, di St Louis, Missouri, dia menyempatkan membuat film dokumenter tentang kehidupan warga Afrika-Amerika. Terakhir, dia berencana menemui anak-anaknya di Denver, Colorado.

Tapi malang, Biro Penyelidik Federal Amerika, FBI, menginterupsi rencana jurnalis Press TV itu. Pada Ahad, 13 Januari 2019, di Bandar Udara Internasional St Louis Lambert, setelah membuat film dokumenter untuk jaringan televisi internasional Iran itu, Marzieh dicokok agen FBI dan dibawa ke sebuah penjara yang tak disebutkan lokasinya di Washington, DC.

Tak ada keterangan dari FBI selama lima hari sejak penahanan. Tuduhan apa yang dikenakan terhadap perempuan berjilbab itu tak pernah dibeberkan.

Hossein Hashemi, putra tertua Marzieh, mengatakan kepada AP, bahwa keluarga baru bisa menghubungi sang jurnalis dua hari sejak penahanan. Hossein, seorang peneliti di University of Colorado, juga menceritakan ibunya mendapatkan perlakuan tak menyenangkan selama berada di balik jeruji: dipaksa melepas jilbab, hanya disediakan daging babi sebagai makanan, dan tak mendapatkan kesempatan pertama untuk menghubungi keluarga.

Pada Jumat, 18 Januari 2019, Pengadilan District of Columbia mengonfirmasi penahanan Marzieh sebagai “saksi kunci” dalam sebuah perkara pidana. Pengadilan pun menyatakan Marzieh telah diwakili pengacara dan telah menghadiri dua sesi persidangan sejak penahanan.

Namun, Pengadilan tak memerinci perkara pidana apa yang mewajibkan Marzieh tampil sebagai “saksi kunci”. Dalam hukum di Amerika, pasal “saksi kunci” memungkinkan aparat menahan seorang saksi tanpa batas selama kesaksian dianggap mahapenting bagi proses persidangan. Pasal tersebut juga memerintahkan pelepasan tahanan begitu kesaksian telah disampaikan di muka pengadilan.

Kepada AP, guru besar hukum University of Miami, Ricardo J Bascuas, mengatakan pasal “saksi kunci” adalah beleid kontroversial secara konstitusional, dan saat ini sedang diupayakan revisinya. “Pemerintah kerap bersandar ke pasal ini sebagai dalih untuk menahan seseorang ketika mereka tidak punya satu alasan hukum pun,” katanya.

Penahanan Marzieh tanpa alasan hukum yang jelas memancing reaksi keras dari Teheran. Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, menggambarkan penahanan Marzieh sebagai “permainan politik” pemerintahan Presiden Donald Trump.

Gedung Putih di bawah Trump mengambil sikap politik yang tak bersahabat terhadap Iran. Secara sepihak, Washington mundur dari kesepakatan nuklir dengan Iran yang telah diteken Amerika bersama lima negara lain pada 2015. Pada November tahun lalu, Trump pun merapal sanksi terkeras sepanjang sejarah murka Paman Sam atas Negeri Persia: larangan bertransaksi minyak dengan Iran.

Organisasi perlindungan jurnalis internasional pun mengecam penahanan Marzieh. Committee to Protect Journalists yang berbasis di New York, misalnya, menuntut Kementerian Kehakiman Amerika — yang membawahi FBI — untuk menjelaskan alasan penahanan Marzieh. International Federation of Journalists, yang bermarkas di Brussels, Belgia, juga mendesak otoritas Amerika mengklarifikasi penahanan tersebut.

Marzieh lahir di New Orleans dari keluarga Kristen Afrika-Amerika dengan nama Melanie Franklin. Pada 1979, saat mengambil studi jurnalistik di Louisiana State University, dia tertarik dengan Revolusi Islam Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini. Terinspirasi Revolusi Islam, Melanie pun memutuskan menjadi muslim pada 1982 dan mengubah namanya menjadi “Marzieh” (diambil dari salah satu julukan Fatimah, putri Nabi Muhammad) sedangkan “Hashemi” diambil dari nama belakang mendiang suaminya, seorang mahasiswa di Denver, yang kelahiran Iran.

“Saya mulai belajar tidak hanya tentang Islam tetapi tentang berbagai agama,” kata Marzieh tentang awal mula perkenalannya dengan Islam dalam sebuah wawancara dengan media Iran, Estebsar. “Dan secara bersamaan membandingkan mereka dalam teori dan ideologi, dari Marx hingga Weber, dan terima kasih Tuhan, setelahnya saya menjadi Muslim.”

Pada 2008, dia tinggal di Iran sebagai jurnalis dan pembawa acara berita di Press TV. Dia juga kerap membuat film dokumenter untuk televisi yang sama.[IT/Indopress]

https://www.indopress.id/article/internasional/misteri-penahanan-jurnalis-press-tv
Comment