0
Sunday 9 June 2024 - 05:25

Pengamat: Israel Tidak Akan Menang Melawan Hizbullah 

Story Code : 1140537
Pengamat: Israel Tidak Akan Menang Melawan Hizbullah 
Dilansir dari Sputnik News, pda Rabu Benjamin Netanyahu sesumbar "siap untuk tindakan yang sangat kuat di utara" terhadap Hizbullah, lepas serangan pesawat nirawak Hizbullah di dalam Israel dan penembakan pesawat nirawak Israel yang berat di atas wilayah udara Lebanon minggu lalu.

"Siapa pun yang berpikir bahwa mereka dapat menyakiti kita dan bahwa kita akan berdiam diri sangat keliru," Netanyahu memperingatkan, katanya di kota Kiryat Shmona di Israel utara, yang menjadi kota "hantu" karena sebagian besar penduduk sipilnya telah dievakuasi. "Kami akan mengembalikan penduduk ke rumah mereka dan mengembalikan keamanan.” 

Sebagai persiapan, Radio Angkatan Darat Israel melaporkan minggu ini bahwa pemerintah telah menyetujui pemanggilan 50.000 tentara cadangan tambahan sebagai persiapan kemungkinan eskalasi dengan Hizbullah. 

Namun, meski Hizbullah dan Hamas, terlihat mirip tapi ada perbedaan mendasar dari keduanya. Hamas berhasil melumpuhkan tentara Israel dengan menggunakan kombinasi senapan, rudal antitank yang dapat dibawa manusia, dan roket sederhana yang dirakit di garasi bawah tanah. Sedang Hizbullah, menurut pengamat politik dan militer di seluruh dunia, jauh lebih kuat dari Hamas. 

Pertempuran selama bertahun-tahun melawan militer Israel dan dengan proksi teroris yang disponsori AS di Suriah sejak 2012, Hizbullah juga memiliki serangkaian rudal dan roket canggih, yang menurut pengamat di Washington jumlahnya mencapai 200.000. Sangat cukup untuk menghancurkan jaringan pertahanan udara dan rudal Israel yang kuat. 

“Israel mengancam akan memulai operasi militer di perbatasan dengan Lebanon karena Hizbullah telah menunjukkan kecanggihan yang meningkat dan kapasitas yang mengejutkan, yang membuat Israel semakin gelisah dan bingung tentang ekspektasi di garis depan utara,” kata Dr. Imad Salamey, seorang profesor madya ilmu politik dan hubungan internasional di Universitas Amerika Lebanon.

Meski Israel dapat menyerang banyak target Hizbullah sekaligus dan menyebabkan kerusakan yang signifikan, tapi rezim pembunuh itu tidaka akan dapat menyingkirkan atau secara drastis mengurangi kemampuan milisi, “yang tersebar luas dan bergerak,” kata pengamat tersebut. 

Menurut Salamey, Israel memerlukan waktu bertahun-tahun untuk melemahkan Hizbullah  atau menghancurkan infrastruktur dan senjatanya, atau mengusir para pejuang keluar dari selatan, dan memutus rute pasokan dari Suriah. 

Selain itu, ada “ancaman spillover cukup tinggi, yang berpotensi melibatkan sebagian besar Brigade Quds di Suriah dan Irak, yang mengakibatkan Israel bertempur di berbagai front yang luas,” tegas Salamey. Dan Tel Aviv tak berharap itu. 

Biasanya, rezim pencaplok itu akan mencari "pencapaian militer yang cepat dengan tujuan yang ambisius," yang, jika gagal, mendorong IDF untuk menggunakan "hukuman kolektif yang menargetkan warga sipil, yang merupakan skenario yang paling mungkin dalam kasus ini," lanjut Salamey..

Hizbullah dan Israel terlibat dalam perang besar terakhir pada bulan Juli-Agustus 2006. Kala itu, IDF menghancurkan sebagian besar infrastruktur Beirut dan menyebabkan kerusakan perang langsung hingga $5 miliar serta kehilangan hasil dan pendapatan. Namun, Hizbullah sebagian besar muncul tanpa cedera, dengan sekitar 1.000 pejuangnya berhadapan dengan antara 10.000-30.000 tentara Israel di Lebanon selatan, kehilangan sekitar 250 orang sementara menewaskan 121 prajurit Israel dan melukai lebih dari 1.200 lainnya.

Pengamat arus utama Barat menyebut Isral merugi dalam perang tersebut  bahkan mengalami “kekalahan telak” serta menderita kerugian reputasi yang terbukti tidak dapat dipulihkan oleh Tel Aviv hingga hari ini.[IT/AR]
 
Comment