0
Sunday 5 May 2019 - 22:43

Hampir 400 Orang Tewas dalam Konflik Bersenjata di Libya

Story Code : 792396
Jenderal Khalifa Haftar menghadiri upacara militer dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, kanan, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed, tengah, di pangkalan militer Mohamed Najib di Marsa Matrouh, Mesir pada 22 Juli 2017 [File foto: Reuters ]
Jenderal Khalifa Haftar menghadiri upacara militer dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, kanan, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed, tengah, di pangkalan militer Mohamed Najib di Marsa Matrouh, Mesir pada 22 Juli 2017 [File foto: Reuters ]
Menurut WHO seperti dilansir Press TV, Sabtu (4/5/2019), setidaknya 392 orang tewas dan 1.936 orang luka-luka sejak pasukan yang bersekutu dengan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Haftar melancarkan serangan militer terhadap tentara Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui internasional, di Tripoli pada 4 April lalu.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) juga menyampaikan keprihatinan atas meningkatnya jumlah warga yang mengungsi akibat konflik ini. OCHA menyatakan bahwa lebih dari 50 ribu orang telah mengungsi sebagai akibat langsung dari meningkatnya konflik bersenjata di Tripoli.

Awal pekan ini, PBB telah mengingatkan soal memburuknya situasi kemanusiaan di negara Afrika Utara itu seiring terjadinya pertempuran ganas antara pasukan-pasukan yang berseteru untuk menguasai Tripoli.

Jenderal Haftar adalah seorang mantan perwira militer. Dia adalah anggota dari kelompok militer pimpinan Kolonel Muammar Qadafi yang mengambil alih kekuasaan dari Raja Idris pada 1969. Dikutip dari BBC, Haftar kemudian melakukan operasi penggulingan Qadafi dari pengasingan di Virginia, Amerika Serikat. Kedekatannya dengan markas CIA di Langley membuat dia menjalin hubungan dengan intelijen AS yang mendukung penggulingan Qadafi.

Tak lama setelah pemberontakan meletus untuk menjatuhkan Qadafi pada 2011, Haftar kembali ke Libya dan dia menjadi pemimpin pasukan pemberontak di timur.

Setelah Qadafi terbunuh, Haftar kemudian muncul di televisi pada Februari 2014 dan mengumumkan rencananya untuk menyelamatkan negara dan menyerukan agar rakyat Libya menentang parlemen terpilih (GNC).

Krisis Libya mulai meningkat pada 4 April lalu ketika pasukan yang setia pada Haftar melancarkan serangan militer untuk menyerbu dan menguasai Tripoli. Dalam perlawanannya, jenderal berumur 75 tahun itu mendapat dukungan penuh dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Mesir. [IT]


 
Comment