0
Tuesday 27 October 2020 - 21:06

Hamas Mengecam Normalisasi Sudan dengan Israel

Story Code : 894350
Ismail Haniye (PressTV).
Ismail Haniye (PressTV).
Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, pada hari Senin mengatakan bahwa kesepakatan Sudan adalah "penyimpangan politik yang mencerminkan sifat perpecahan antara penguasa [Arab] dan hati nurani serta sejarah bangsa."

Pejabat Hamas itu mengatakan kesepakatan itu tidak mencerminkan posisi historis bangsa Sudan terkait dengan perjuangan Palestina.

“Peta regional digambar hanya oleh orang-orang yang mematuhi konstanta mereka dan hak-hak kami yang tidak dapat dicabut di Palestina dan menolak untuk mengakui entitas Zionis yang merampas,  yang tidak akan memiliki masa depan dengan mengorbankan hak-hak rakyat kami di tanah air mereka, Palestina,” kata Haniyeh seperti dilansir Press TV kemarin.

Pada hari Jumat, Presiden AS Donald Trump mengatakan Israel dan Sudan telah membuka hubungan ekonomi sebagai jalan menuju hubungan yang dinormalisasi.

Dia mengumumkan kesepakatan di Oval Office saat melakukan panggilan konferensi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok dan ketua Dewan Kedaulatan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.

Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Trump mengambil langkah untuk menghapus Sudan dari daftar negara yang 'mempromosikan terorisme'.

Jalan-jalan di Khartoum, ibu kota Sudan, telah dipadati kerumunan orang yang marah memprotes kesepakatan itu dan mendesak Jenderal Burhan untuk mundur.

Beberapa partai politik Sudan juga menyatakan penolakan langsung mereka terhadap perjanjian tersebut.

Penjabat Menteri Luar Negeri Omar Gamareldin, bagaimanapun, mengatakan pada hari Jumat bahwa kesepakatan itu akan bergantung pada persetujuan dari dewan legislatif yang belum dibentuk. Tidak jelas kapan majelis akan dibentuk berdasarkan kesepakatan pembagian kekuasaan antara militer negara dan warga sipil.

Kesepakatan hari Jumat menjadikan Sudan negara Arab ketiga yang menormalisasi hubungan dengan Israel dalam dua bulan terakhir, setelah Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.

Pada pertengahan September, Trump memimpin penandatanganan pakta antara Tel Aviv, Abu Dhabi dan Manama. Selama upacara di Gedung Putih, Trump mengatakan "lima atau enam" negara lain hampir membuat perjanjian serupa dengan Israel.

Pejabat Israel mengatakan Oman kemungkinan menjadi negara Arab berikutnya yang menormalkan hubungan.

Di bagian lain dalam sambutannya, Haniyeh juga mengecam Presiden Emmanuel Macron dari Prancis karena mempromosikan Islamofobia setelah dia mengkritik Islam dan membela penerbitan kartun fitnahan terhadap Nabi Muhammad.

Perilaku seperti itu, kata pemimpin Hamas, "merusak makna toleransi dan hidup berdampingan antara masyarakat dan bangsa di dunia."[IT/AR]
Comment