0
Friday 25 June 2021 - 17:49

Rekonstruksi yang Tertunda di Gaza Memperburuk Penderitaan Pemilik Rumah

Story Code : 940002
Warga Gaza di tengah reruntuhan (Al-Monitor).
Warga Gaza di tengah reruntuhan (Al-Monitor).
Berikut hanyalah sebagian contoh penderitaan warga Gaza yang rumahnya hancur total atau rusak parah dalam perang 11 hari itu.

Abu al-Ezz Sheikh Dib, 45tahun, mengatakan rumahnya yang berlantai lima (tempat tinggal 47 anggota keluarga) menjadi miring 15 sentimeter setiap hari sebagai akibat dari serangan udara Israel dalam perang baru-baru ini. Dia diminta mengosongkan rumah yang berada di ambang kehancuran itu karena pondasinya sudah hancur.

Dalam kampanye terbarunya melawan Gaza, Israel menggunakan taktik baru untuk menghancurkan lantai beberapa rumah dengan  membiarkan kerangka rumah tetap berdiri.

"Saya menderita kanker, dan istri saya menderita diabetes kronis. Kami semua terdampar sekarang. Kami hanya mendapatkan sekeranjang makanan [disediakan Qatar lewat pemerintah Gaza] yang tidak memenuhi kebutuhan pangan kami,” kata Dibb getir seperti dilansir situs Al-Monitor.

Dia mengalami kerugian senilai $300.000 karena rumahnya di ambang kehancuran dan toko peralatan listriknya, yang terletak di lantai pertama rumahnya, hancur. Dibb hanya peduli tentang rekonstruksi yang dipercepat, tidak peduli siapa pihak yang bertanggung jawab untuk mempersingkat penderitaannya.

Perang terakhir di Gaza menghancurkan 2.000 unit tempat tinggal secara total dan sebagian merusak 22.000 lainnya, menurut Kementerian Perumahan dan Pekerjaan Umum Gaza. Infrastruktur hancur secara besar-besaran. Sementara itu, otoritas pemerintah di Jalur Gaza memperkirakan kerugian langsung perang sebesar $500 juta.

Sejumlah negara, termasuk Mesir, Qatar dan Amerika Serikat, menyatakan bantuan mereka untuk merekonstruksi Jalur Gaza, tetapi perselisihan politik antara PA dan Hamas mengenai proses rekonstruksi telah mendorong Kairo untuk menunda pembicaraan mengenai masalah tersebut.

Sementara itu, Amerika Serikat dan Israel menolak transfer bantuan langsung ke Hamas karena menganggap kelompok itu sebagai organisasi teroris, dan sebaliknya mengamanatkan agar bantuan internasional dikoordinasikan dengan PA.

Alaa Shamali, 35, seorang jurnalis surat kabar Felesteen berbasis di Gaza, mengatakan, "Apartemen saya, yang menampung tujuh orang keluarga saya dan terletak di lantai pertama gedung Anas Ibn Malik di Jalan Yarmouk di Gaza. City, hancur total oleh serangan udara Israel."

Shamali sekarang tinggal di rumah ayahnya di lingkungan al-Shajaiyah. Dia mengatakan telah menghubungi Program Pembangunan PBB (UNDP) serta Kementerian Perumahan dan Pekerjaan Umum Gaza, untuk menilai kerusakan. Tapidia belum menerima ganti rugi atas kerugian yang timbul.

Shamali mencatat bahwa setiap penundaan dalam rekonstruksi akan berarti sewa selama berbulan-bulan dan ketidakstabilan. Dia berharap semua pihak mencapai solusi yang akan memuaskan orang-orang yang terkena dampak dan memenuhi kepentingan mereka daripada kepentingan faksi-faksi gerakan Palestina semata.

Sementara itu Mohammed Qadada, 32, direktur Planet untuk Solusi Digital mengatakan perusahaannya yang bergerak dalam solusi dan pemasaran digital benar-benar hancur selama penembakan Menara Hanadi 13 lantai yang terletak di barat Kota Gaza, menghancurkan enam tahun kerja dan kenangan.

Qadada mengatakan dia menginginkan kompensasi untuk membangun kembali perusahaannya, tidak peduli pihak mana yang menangani rekonstruksi, baik itu PA atau pemerintah Gaza.

Hamed Mahdi, 35 thn,  jurnalis di surat kabar Felesteen mengatakan apartemennya di Menara Al-Jalaa di Kota Gaza, yang menelan biaya $ 100.000 setelah 10 tahun sewa, benar-benar rusak oleh penembakan pasukan pendudukan.

Dia mengatakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan dan Kementerian Ekonomi di Gaza telah berkomunikasi dengannya untuk menilai kerusakan, tapi dia menerima hanya  $2.000 dari Komite Rekonstruksi Gaza. Tapi itu tidak cukup, terutama karena sisa keluarganya (orang tua, saudara laki-laki dan paman) tinggal di enam apartemen terpisah di Menara Al-Jalaa dan sekarang menjadi tunawisma setelah penembakan.

Adnan Abu Hasna, penasihat media untuk Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Gaza, mengatakan, "Kami memulai proses penilaian kerusakan seminggu yang lalu di mana 25 tim berpartisipasi, dan setiap tim terdiri dari satu tim insinyur dan peneliti sosial.”

Dia menambahkan, "Kami berharap proses penilaian akan berlangsung dalam beberapa minggu ke depan. Awal bulan depan, UNRWA berencana memberikan bantuan tunai kepada keluarga yang rumahnya hancur total atau yang rumahnya rusak parah dan tidak dapat dihuni.”

Muhammad Abu Jiyab, pemimpin redaksi surat kabar Al-Eqtesadia di Gaza, mengatakan bahwa "penundaan rekonstruksi akan mempengaruhi realitas ekonomi keluarga Palestina, terutama mereka yang rumahnya hancur, dengan meningkatkan tingkat kemiskinan dan pengangguran serta menimbulkan krisis ekonomi dan keruntuhan ekonomi yang komprehensif.

Menanggapi pertanyaan tentang mekanisme yang disukai oleh komunitas internasional untuk rekonstruksi di Gaza, Abu Jiyab mengatakan, "Ada kecenderungan internasional untuk melanjutkan rekonstruksi melalui PA dan bukan melalui pemerintah Hamas, dan ada pembicaraan tentang komite independen bahwa Mesir dapat menjadi ujung tombak dalam kemitraan dengan lembaga-lembaga pemerintah di Gaza untuk implementasi."

Dia menambahkan, "Ini (komite independen) mungkin menjadi solusi terbaik bagi warga Gaza untuk mempercepat rekonstruksi dan menghindari persaingan politik antara PA dan Hamas."[IT/AR]
Comment