0
Sunday 24 January 2016 - 01:14
Analisa

Masa Depan Suriah Ditentukan di Medan Perang, bukan Jenewa

Story Code : 514669
Raja Bani Saud (sputnik)
Raja Bani Saud (sputnik)
Masa depan Suriah akan diputuskan di medan perang, bukan di Jenewa, tandas analis geopolitik Toni Cartalucci. Menurutnya, pembicaraan "damai" adalah upaya lain untuk menggagalkan upaya Suriah-Rusia dalam memulihkan ketertiban negara itu

Washington, NATO dan sekutu Teluk masih bersikukuh menurunkan Presiden Suriah Bashar al-Assad dari presiden dan menggantikannya dengan rezim klien pro-Barat, kata analis yang saat ini berbasis di Bangkok itu.

"Barat, dan Amerika Serikat pada khususnya, berusaha mengambil nada lebih lunak akhir-akhir ini. Meskipun sebenarnya tidak mengatakan begitu, Menteri Luar Negeri AS John Kerry berusaha memberikan kesan kepada dunia bahwa "perubahan rezim" tidak lagi di kartu. Tentu saja, pernyataan tersebut masih diikuti oleh ekspektasi AS bahwa Presiden Assad harus mundur," tulis Cartalucci dalam artikelnya terakhir yang dimuat di New Eastern Outlook pada Jumat, 22/01/2016.

Sementara itu, sekutu Washington berulang kali mencoba mengganggu front Russia-Suriah.

Pada tanggal 24 November lalu, F-16 Turki menembak jatuh sebuah pesawat bomber Rusia, Su-24 di wilayah udara Suriah, sementara Israel berulang kali melakukan serangan udara di dalam dan sekitar Damaskus yang konon untuk memprovokasi Suriah masuk ke dalam konflik secara langsung.

Pada bulan Desember 2015, Arab Saudi mengadakan pertemuan dengan oposisi Suriah yang membawa ke satu meja berbagai kelompok "Islam" termasuk paling berpengaruh yang berafiliasi dengan al-Qaeda.

Berbagai macam kontroversi seputar negosiasi damai mendatang. Pertanyaan siapa yang harus mewakili kekuatan oposisi masih tetap belum terjawab.

Oposisi dan pendukung utamanya di kawasan, Arab Saudi, bersikeras Bashar al-Assad harus mundur sebagai bagian dari prasyarat "transisi politik," kata, Philip H. Gordon, mantan penasihat Gedung Putih untuk Suriah dan sekarang bersama Dewan Hubungan Luar Negeri mengatakan kepada The New York Times.

"Mereka butuh kejelasan tentang Assad sebelum mereka bersedia meredakan konflik yang meningkat atau bernegosiasi dengan langkah-langkah sementara," kata Gordon.

Rusia dan Iran, pada gilirannya mengusulkan untuk menambahkan kelompok yang mewakili bagian lebih luas dari masyarakat Suriah, termasuk perwakilan Kurdi tertentu.

Menjelang pembicaraan Jenewa, Washington dan sekutu-sekutunya di wilayah ini terus meningkatkan kegiatan militer di Suriah. Pada saat yang sama, dengan dukungan dari Angkatan Udara Rusia, Tentara Arab Suriah mampu mengusir ekstremis dari benteng-benteng mereka di negara ini.

Akhir perang semakin dekat, Washington akan membuat upaya balkanisasi Suriah, dengan menciptakan "zona penyangga" dan pijakan di kawasan itu, tulis Cartalucci memperingatkan.

Hebatnya, pada 22 Januari, Stratfor, sebuah perusahaan intelijen AS, melaporkan bahwa AS memperluas dukungannya terhadap kelompok Takfiri Suriah dengan mengambil kontrol pangkalan udara Rmeilan, di provinsi Suriah timur laut al-Hasakah. Citra satelit yang dirilis oleh Stratfor menunjukkan konstruksi sedang berlangsung di lapangan udara.

Cartalucci menganggap pembicaraan Jenewa sebagai upaya lain menggagalkan upaya Suriah-Rusia untuk memulihkan ketertiban di Suriah dan melestarikan Suriah sebagai negara-bangsa yang berfungsi.

Menurut Cartalucci, Rusia dan Suriah harus terus melakukan upaya untuk menyelesaikan krisis dengan cara diplomatik, namun pada saat yang sama tetap "sepenuhnya realis" tentang Washington, NATO dan tujuan asli raja-raja Teluk di Timur Tengah.

"Sepenuhnya mengalahkan proxy Barat di medan perang, mengamankan perbatasan Suriah, dan menciptakan langkah preventif militer untuk mencegah intervensi militer Barat secara langsung ... adalah satu-satunya kondisi setiap \'kesepakatan damai\', saat itu dapat memukul Barat," analis geopolitik menunjukkan . [IT/Onh/Ass]

Silahkan rujuk ini: Syrian Peace Will Be Decided on the Battlefield, Not in Vienna.
Comment