0
Monday 30 March 2020 - 12:40

Hashd al-Sha'abi Irak dan Target Serangan Militer AS

Story Code : 853487
Hashd al-Sha
Tidak ada akhir permusuhan AS di Irak, sementara pemerintah Trump sedang mempersiapkan diri untuk agresi lain terhadap Kelompok Perlawanan Irak Hashd al-Sha'abi.

Menurut New York Times, Pentagon secara diam-diam memerintahkan serangan ke salah satu Kelompok Perlawanan Irak yaitu Kata'ib Hezbollah pekan lalu. Menurut Times, kelompok ini adalah bagian dari organisasi "Hashd al-Sha'abi" dan tindakan semacam itu dapat merusak perjanjian Washington-Baghdad tentang aktivitas militer AS di Irak.

Dalam pertemuan yang diadakan pada 19 Maret di Gedung Putih, Presiden AS Donald Trump tidak mengizinkan operasi semacam itu, namun mengizinkan kepada Pentagon untuk terus mengembangkan rencana militer, demikian New York Times melaporkan.

Times juga mencatat perpecahan dalam administrasi Trump ketika Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Robert O'Brien bersikeras mengimplementasikan rencana tersebut, sementara Menteri Pertahanan Mark Esper dan Kepala Staf Angkatan Darat AS Mark Milley memperingatkan eskalasi ketidakstabilan di wilayah tersebut. Pada saat yang sama Presiden AS berjanji untuk mengurangi pasukan di Timur Tengah.

Di sisi lain, seorang komandan Hashd al-Sha'abi di Irak Kamal al-Hasnawi merujuk pada laporan yang diterbitkan oleh New York Times mengatakan, “Kami mengetahui pernyataan dan laporan di media, tetapi hari ini ada kejelasan untuk menargetkan tidak hanya satu kelompok khusus, tetapi juga seluruh bangsa Irak."

Menurutnya, pendekatan yang diadopsi AS adalah pelanggaran eksplisit terhadap kedaulatan Irak. Oleh karena itu para pejabat Irak harus mengutuk eskalasi ketegangan dan juga memanggil duta besar AS untuk mengklarifikasi masalah tersebut.

Namun, langkah-langkah AS tidak hanya terbatas pada tindakan militer yang mencurigakan, karena mereka juga telah mengambil langkah-langkah politik yang mengindikasikan upaya Washington dengan beberapa rencana agresif di Irak. Misalnya, Departemen Luar Negeri AS tiba-tiba memutuskan untuk mengurangi jumlah personel aktif di kedutaan besar AS yang berbasis di Baghdad dan Erbil karena penyebaran coronavirus. Ini telah menimbulkan beberapa kekhawatiran.

Langkah mencurigakan AS mengenai penarikan dari tempat-tempat diplomatik pentingnya karena fakta bahwa pemerintah belum mengadopsi strategi yang sama untuk negara-negara lain seperti Cina, Italia, dan Spanyol yang juga menderita wabah COVID-19. Oleh karena itu, analis politik berpendapat, pendekatan AS semacam ini sebagian besar menunjukkan aspek politik dan keamanan.

Sementara itu, AS dilaporkan telah membatasi pasukannya di pangkalan Ain al-Assad dan Harir di Wilayah Kurdistan. Namun, ini tidak berarti bahwa AS menarik pangkalan militer di bagian lain di Irak termasuk pangkalan udara al-Qayyarah di Kegubernuran Nineveh. Baru-baru ini, otoritas Nineveh membantah keras AS mengevakuasi pangkalan udara al-Qayyarah.

Para analis politik percaya, AS berupaya mencapai tujuan politik dan keamanannya dengan menekan kelompok-kelompok Syiah untuk mendukung Perdana Menteri Irak Adnan al-Zurufi. Bahkan, Washington berusaha memaksakan kehendaknya pada partai-partai dan kelompok-kelompok Syiah yang merupakan campur tangan terang-terangan dalam urusan internal Irak. [IT/Onh]


 
Comment