0
Monday 11 March 2019 - 14:46
Irak - Iran:

Presiden Irak: Irak Tidak akan Jadi Bagian dari Rezim Sanksi AS terhadap Iran

Story Code : 782600
Barham Salih -Iraqi President.jpg
Barham Salih -Iraqi President.jpg
Salih membuat pernyataan ketika dia berbicara pada konferensi pers di ibukota Irak, Baghdad, pada hari Minggu (10/3), ketika ditanya tentang dampak sanksi terhadap hubungan Tehran-Baghdad.

"Izinkan saya memberi tahu Anda bahwa Irak tidak akan menjadi bagian dari rezim sanksi sepihak AS terhadap Iran. Tidak ada keraguan bahwa kita akan terpengaruh oleh sanksi-sanksi ini, tetapi dapat dipastikan bahwa kita tidak akan menjadi bagian dari mereka,” katanya.

“Irak menegaskan bahwa kepentingan negara kita yang ramah dan bertetangga harus dipenuhi. Kami akan melakukan yang terbaik untuk mengurangi ketegangan dalam hal ini dan mengurangi kerusakan yang akan terjadi pada bangsa Iran."

Presiden AS Donald Trump menarik Washington pada Mei 2018 dari perjanjian nuklir penting, yang dikenal sebagai Rencana Komprehensif Aksi Bersama (JCPOA), dicapai antara Iran dan kelompok negara-negara P5 + 1 pada tahun 2015, dan memutuskan untuk mengenakan kembali sanksi sepihak terhadap Tehran.

Di bawah kesepakatan itu, Iran berjanji untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan penghapusan sanksi terkait nuklir.

Lebih lanjut Salih menekankan bahwa negaranya ingin menjadi tempat untuk mencapai kesepakatan regional dan tidak boleh digunakan untuk melakukan tindakan bermusuhan terhadap negara-negara tetangganya, dengan mengatakan ini telah ditetapkan oleh konstitusi Irak.

Hubungan Irak dengan negara-negara tetangganya dapat membantu meredakan ketegangan di kawasan itu, kata Salih.

Presiden Irak mengatakan Iran telah mendukung Irak dalam perangnya melawan kelompok teroris Takfiri Daesh, menambahkan bahwa negaranya tidak dapat mengatakan apa-apa selain mengucapkan terima kasih kepada Teheran atas upayanya dalam hal ini.

Pada kunjungan "sangat penting" Presiden Iran Hassan Rouhani ke Baghdad, presiden Irak mengatakan perjalanan itu terutama bertujuan untuk memperdalam hubungan antara kedua negara.

Dia menyatakan harapan bahwa kunjungan tersebut akan menjadi langkah penting menuju penguatan kerja sama bilateral, khususnya di sektor ekonomi, keamanan dan politik, dan membantu pendekatan Irak terhadap masalah-masalah regional.

Pada November 2018, Pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Sayyid Ali Khamenei mengecam campur tangan asing di Irak, dengan mengatakan negara Arab harus berdiri teguh melawan musuh-musuhnya.[IT/r]
 
Comment