0
Friday 5 November 2021 - 12:00

Lahir Kembali Bersama Kelahiran Kanjeng Nabi

Story Code : 962100
maulid
maulid
Betapa tidak, kalau yang menghadiri Maulidan itu warga NU saja, atau Syiah saja, atau Muhammadiyah saja, itu biasa dan lumrah. Tapi yang hadir dalam acara itu adalah perwakilan resmi masing-masing ketiga ormas Islam besar, tentu kita akan melihatnya sebagai sebuah pemandangan unik dan menarik, bahkan Suri Tauladan bagi Nusantara. Tidak cukup hanya dihadiri perwakilan resmi ormas-ormas Islam itu, pemerintah dan rakyat juga duduk bersama, para perangkat desa dan pejabat pemerintah dari Ketua RT, Ketua RW, Bapak Lurah, Bapak Camat dan Bapak Bupati, semua tumplek bleg, hadir dengan hidmat sambil glesotan hingga acara purna.

Lebih uniknya lagi, dan pesan besar kepada para pemimpin bangsa dan pemuka agama adalah, masing-masing perwakilan dalam acara Maulidan itu membawakan caranya sendiri-sendiri bagaimana memupuk dan menjaga toleransi. Wakil-wakil ormas keagamaan itu sedang menolak untuk diajari soal toleransi oleh orang-orang yang minimal sudah tujuh abad pekerjaan utamanya menjajah bangsa lain untuk memperkaya diri mereka sendiri. Mereka menolak diajari oleh cukong-cukong toleransi dengan hadirnya Banom NU (Muslimat NU, Fatayat NU, GP Anshor dan Banser), perwakilan dari Muhammadiyah, Syiah yang dihadiri DPD, DPW dan Dewan Syuro, HIKDMAT dan JAUSAN. Kedua nama LSM terakhir itu bahu membahu dengan GP Anshor dan Banser menjaga keamanan demi lancarnya acara.

Selepas pukul 20.30 WIB, acara dimulai, sementara sebagian perwakilan ormas telah berada di balai Masjid ar-Rosul al-Akrom, bersholawat dengan diiringi ketipung rebana anak-anak Ponpes Darut Taqrib Jepara. Ratusan jamaah dari pojok-pojok dusun desa berdesakan memenuhi lokasi acara maulid. Plataran luas depan masjid, sudah padat merayap dipenuhi manusia yang penuh gelora cinta dan kerinduan dengan Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang dibalut momentum spesial bulan berkah dan rahmah, Bulan Rabiul Awal. Getaran Maulidan semakin kuat menyelimuti malam pengajian itu, ketika acara mulai dibuka dengan tadarusan oleh Ustadz Syafii S.Pd.I., yang membacakan penggalan Surat al-Ahzab, dan dilanjutkan dengan Tahlil yang dipimpin Ustadz Ali Syafaat S.Pd.I. dilanjutkan sambutan-sambutan yang meneguhkan atmosfer kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

TEMA DAN SAMBUTAN-SAMBUTAN:
"Merajut Persatuan Dalam Kebhinekaan", menjadi tema Maulidan yang mengacu pada persatuan Sunnah-Syiah dan mewaspadai hasutan kaum intoleran untuk menghancurkan persatuan antar mazhab-mazhab Islam. Isi sambutan-sambutan para tokoh pun, semuanya tidak jauh dari kata sinau dari sosok manusia cahaya, manusia agung, Kanjeng Nabi SAW.

Kiai Nur Alim sebagai ketua panitia, dalam sambutannya, meminta hadirin untuk nyinauni dan meneladani Kanjeng Nabi dengan memperbanyak sholawat sebagai bekal hidup di masyarakat yang majemuk. Kiai Nur juga mengajak hadirin untuk menjaga persatuan, kerukunan, tepo seliro dan membela Kanjeng Nabi SAW. Menurut Kiai yang hari-harinya dihabiskan mengajar di Ponpes DATA Jepara itu, sambil menyebut Surat al-Kausar, Allah SWT tidak hanya bersholawat kepada Kanjeng Nabi, juga membelanya disaat manusia agung itu dihina oleh seorang kafir dengan sebutan "abtar" (terputus keturunannya).

Sementara itu Kiai Miqdad Turkan, dalam sambutannya mengatakan, semua umat Islam, baik Sunnah maupun Syiah merujuk kepada kitab yang sama, yakni al-Quran. Perbedaan yang terjadi bukan pada al-Qurannya, tapi pada tafsir surat-surat al-Quran tidak terlepas dari versi dan tafsir sejarah. Belum lagi kita menghitung dimensi politik yang melatarbelakangi lahirnya versi dan tafsir tersebut sehingga akan ditemukan berbagai macam tafsir pada sosok manusia agung ini. Namun demikian, menurut Anggota Dewan Syura ABI itu, perbedaan tafsir tidak serta merta menjadikannya sebagai bentuk perpecahan dan bahkan bisa menjadi semen perekat antar umat beragama dan mazhab. Dan Maulid Nabi Muhammad SAW, merupakan momentum bersatunya umat, karena Nabi Muhammad SAW adalah simbol persatuan dan al-Quran menyebut umat ini sebagai umatan wahidatan (umat yang satu) meskipun berbeda-beda. Kiai Miqdad juga menegaskan pentingnya peran ulama di tengah masyarakat dalam menyuarakan kebenaran-kebenaran dan keadilan meskipun dampak dan resiko yang dihadapinya sangat besar. Kebenaran dan keadilan harus disuarakan untuk melawan intoleransi, tandasnya.

Ketua MWCNU cabang Bangsri KH. Muhammad Ihsan dalam sambutannya memuji panitia pelaksanaan acara mulidan yang menurutnya sangat unik, dan ide-ide yang cemerlang ini, bisa dikembangkan secara terus menerus. Dan berharap acara seperti ini bisa dilakukan juga oleh NU yang dihadiri oleh Syiah dan Muhammadiyah.

Menurut beliau, unik karena, acara ini dihadiri oleh semua unsur ormas keagamaan, mulai dari NU, Ahlulbait Indonesia (Syiah) dan Muhammadiyah. Ada kesamaan keunikan dalam acara ini dengan kerukunan yang ada di desa Bondo, Jepara. Di desa itu, kata beliau, bukan hanya persatuan dan toleransi terpupuk dengan baik antar NU, Muhammadiyah dan Syiah saja, bahkan antar non-Muslim. Dicontohkannya, ketika ada acara kematian, maka yang hadir dan yang memberi sambutan pun pemuka-pemuka agama tersebut dan pengucapan salamnya pun menggunakan cara Islam dan non-Islam. Ini adalah bentuk toleransi yang luar biasa, tegasnya. Menurut KH. Muhammad Ihsan, sedap dan enak itu bisa dirasakan nikmat karena beda, tapi beda tadi harus bisa menjadi satu. Disebutkannya, adanya beda antara Islam dan non-Muslim, juga beda antar Islam, ada yang Muhammadiyah, ada yang NU dan ada yang Syiah dll. Ini semua adalah beda dan bisa disatukan, ini luar biasa dan ini harus dipertahankan.

Dalam pesan terakhirnya beliau mengatakan, umat Islam tidak boleh dipecah belah dan di rongrong oleh kepentingan-kepentingan tertentu, dari luar maupun dari dalam. Baik oleh kelompok Syiah sendiri, kelompok Muhammadiyah sendiri, dan kelompok NU sendiri, siapun yang memecah belah dan merongrong persatuan ini, merupakan musuh utama kita semua.

Sementara itu Ustadz Asmui S.Pd. sebagai Sekretaris Muhammadiyah mewakili ketua Muhammadiyah cabang Guyangan memuji panitia atas diadakannya acara ini. Menurutnya, malam ini adalah malam penuh nikmat luar biasa, sebab semua mazhab-mazhab hadir dalam acara Maulidan ini. Beliau juga mengeluarkan jokes ketika mengomentari banyaknya perwakilan ormas-ormas yang memberi sambutan, yang seolah ini tak ubahnya lomba pidato yang masing-masing mengeluarkan uneg-unegnya. Terkait perbedaan, beliau menegaskan bahwa di sini (Guyangan) masing-masing masih terikat erat dengan ikatan persaudaran, baik Muhammadiyah, NU dan Syiah. Ini yang menjadi sumber utama persatuan, maka, tidak ada alasan saling cekcok. Kalaupun ada perbedaan, itu karena gurunya berbeda meskipun sumber kitabnya sama. Beliau juga mengapresiasi tinggi dengan apa yang dilakukan oleh panitia atas kegiatan acara ini yang berusaha merangkul semua warga supaya tetap dalam kebersamaan untuk nusa dan bangsa. Dan berharap, apa yang sudah dilakukan ini, tidak berhenti sampai disini, tapi berkelanjutan dalam kehidupan bermasyarakat untuk keharmonisan dan kenyamanan.

Sementara bapak Bupati Jepara, Dian Kristiandi, S.Sos juga memuji acara Maulidan ini dan mengatakan, selama menghadiri acara-acara Maulidan hanya disini yang berbeda dari yang lainnya, perbedaan dirajut dalam kesatuan dan ini adalah sesuatu yang sangat indah. "Kita harus jujur, bahwa fakta dan apa yang kita lihat pada malam hari ini adalah sebuah kenyataan. Dan inilah yang harus kita tiru, sesuatu yang baik harus kita tularkan", katanya. Bupati juga memuji tinggi panitia atas penerapan protokoler kesehatan secara ketat.

Sebelumya, pada siang tengah hari, panitia menggelar vaksinasi umum yang diikuti oleh 340 orang. Hal yang melebihi target dari yang sudah ditetapkan sebelumnya, yaitu 300 orang dari Bapak Bupati, dan 200 orang dari Dinkes mengingat minimnya tenaga medis. Menariknya lagi, pelaksanaan vaksinasi umum yang di gelar atas kerjasama PHBI Guyangan-Kepuk dan Pemuda Geperas itu benar-benar dadakan atas perintah langsung Bapak Bupati ke Dinkes Bangsri pada pukul 23:00 PM dan untuk pelaksanaan vaksinasi pada pukul 13:00 AM. Sosialisasi panitia ke masyarakat gencar dimulai usai sholat subuh dengan mendatangi rumah ke rumah penduduk hingga siang hari. Saking antusiasnya masyarakat untuk di vaksin, Dinkes pun menambah dosis vaksin yang ditargetkan sekitar 400 orang. Namun sayang, tidak terlaksana karena waktu sudah menjelang Maghrib.

Dilanjutkannya, ada kepentingan-kepentingan tertentu yang berusaha keras menggagalkan vaksinasi ini supaya Indonesia dianggap gagal di mata dunia Internasional dalam menangani virus Corona-19 ini. Ini yang paling celaka tegasnya.

Dalam hal ini beliau menyebut bahwa ada kesamaan kepentingan yang persis dengan upaya adudomba antara Syiah dengan Muhammmadiyah dan NU. Memang Syiah, NU dan Muhammadiyah tidak ada kepentingan disini, tapi orang lain mempunyai keinginan itu dengan melakukan rongrongan melalui hasutan-hasutan terhadap pengikut mazhab-mazhab ini. Semuanya dimasuki sehingga tanpa sadar terjadi benturan, sama persis seperti ini dalam kasus Vaksinasi dengan membenturkan masyarakat dengan pemerintah, tandasnya.

MERAJUT PERSATUAN DALAM KEBHINEKAAN
Sementara KH Hisyam Zamroni, S.Ag, M,Si, wakil ketua PCNU Jepara dalam ceramah menekankan pentingnya meneladani Kanjeng Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan bermasyarakat. Sekalipun kita tidak pernah ketemu Kanjeng Nabi, tapi cinta kita kepada beliau untuk syafaat nanti dan bukti cinta itu adalah dengan mendatangi Maulidan ini oleh siapapun. Cinta kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW inilah yang menjadi magnet hadirnya kita disini.
Karena keberadaan pribadi yang sangat agung dari sosok Kanjeng Nabi Muhammad SAW, maka Allah SWT menciptakan alam semesta ini. Dalam hal ini, KH Hisyam menukil hadist Qudsi, "Laulaka laulaka ya Muhammad, ma kholaqtu alaflaq" dengan mengulanginya tiga kali saking agungnya kekasih Allah ini. Sedemikian rupa Allah SWT memuliakan Kanjeng Nabi, maka kita sebagai umatnya sudah seharusnya kita kumpul disini demi memuliakan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Cinta kepada Kanjeng Nabi-lah menjadikan kita yang berada di Indonesia, dan jarak zaman yang begitu jauh dengan zaman Kanjeng Nabi, untuk hadir disini dan maulidan. Cinta kita ini sangat  berbeda dengan cintanya para sahabat Kanjeng Nabi yang sering bertemu dengan beliau. Bahkan setelah Kanjeng Nabi wafat, Islam menyebar kemana-mana ke berbagai negara, itu berkat cinta manusia kepada Kanjeng Nabi meskipun cara dan eskpresi mencintai itu berbeda-beda. Karena beda-beda inilah sebenarnya kita diciptakan untuk taarafu (saling mengenal), setelah adanya perbedaan itu, Allah SWT menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Ini berbeda, karena itu kita harus memandang semuanya dalam pandangan al-Quran, dan saling menghormati. Bedanya diri kita ini adalah rahmat, dan yang paling penting adalah saling mengenal dan menghormati.

Tidak berhenti menghormati dan mengenali saja, kita dituntut untuk saling menolong, sehingga kita tidak terjebak pada egoisme dengan menyebut diri kita lebih unggul dari yang lainnya.
Beliau juga menyebut bahwa Kanjeng Nabi SAW membentuk masyarakat berdasarkan tiga hal, yang pertama adalah ahlak mulia. Kumpulnya kita disini sebenarnya bagian dari ejawentah perintah Kanjeng Nabi dan nguri-uri silaturahmi dan itu ahlak yang mulia.

Nasehat mendasar KH Hisyam kepada masyarakat adalah hal yang sebenarnya baik dan merupakan mengikuti dawuh Kanjeng Nabi SAW yaitu melakukan silaturhami dan saling menolong yang menurut beliau saat ini sudah berubah menjadi budaya yang terdegradasi. Di contohkannya, membantu dan menolong orang bagi yang punya hajatan adalah sesuatu yang sangat baik, biasanya masyarakat membawa rokok, gula dan uang namun, bawaan barang-barang itu yang seharusnya bentuk gotong royong malah dijadikan sebagai ajang hutang piutang. Menurut beliau, kondisi ini harus berubah dan masyarakat harus mengubah meskipun pelan-pelan. Harus ada usaha keras dari masyarakat untuk mengubah budaya materialisme ini. Masyarakat harus mengukur sesuatu perbuatan dengan dasar hati, bukan dari materi, dan itu adalah ahlak Kanjeng Nabi.

Kedua. Allah SWT mengutus Nabi untuk manusia dari kita, dari masyarakat. Karena yang mengerti dan memahami masyarakat adalah dari masyarakat itu sendiri, dan yang dibangun adalah diri kita sendiri. Ulama pewaris nabi, maka ulama dimana saja sebagai pewaris Nabi, maka sebagai diri kita, kita tidak boleh menjelekkkan ulama, karena itu adalah diri kita sendiri, sisi lain ulama juga dalam membimbing masyarakat harus mempunyai sifat Kajeng Nabi, rauf dan rahim.

Ketiga. Hari ini, seolah-olah Kanjeng Nabi menyeru kita, wahai umatku... wahai umatku... wahai umatku. Seolah Kanjeng Nabi ini tidak rela umatnya masuk neraka. Dan salah satu bentuk uswah hasanah adalah kebhinekaan kita ini dilakukan dalam bentuk berjamaah, yaitu bersatu dalam perbedaan (kebhinekaan). Ini adalah contoh, meskipu berbeda-beda tapi bersatu dalam naungan Kanjeng Nabi. Ini bukan contoh hanya di nikmati di Jepara, tapi ini bisa dilakukan di berbagai negara. Ini adalah bentuk Uswatun Hasanatun skala lokal, karena acara ini adalah uswatun hasanah secara komunal dalam kebhinekaan. Dan jika negara kita melakukan hal semacam ini, maka negara kita akan menjadi uswah hasanah bagi negara lain. Kanjeng Nabi membentuk masyakarakat ini dengan cara merangkul semaunya dalam kebhinekaan. Dan rangkulan itu adalah karena kecintaan kita terhadap Kanjeng Nabi SAW.

Mengakhiri Ceramah, beliau mengutip bacaan Sholawat Ibrahimiyah, dan mengatakan bahwa kasih sayang Kanjeng Nabi SAW meliputi semua umat, semua orang dan bukan hanya umat Islam. Sebelum ceramah diakhiri, beliau memohon kepada KH Khilaluddin SH untuk membacakan doa penutup acara.

Pukul 23:00 WIB, Habib Ali bin Muhammad Bafagih mengajak semua hadirin berdiri menuju madinah menghadap pusara Kanjeng Nabi untuk bersama-sama membaca doa dan berziarah ke Kanjeng Nabi dari jarak jauh. Usai Ziarah, Kiai Miqdad mengakhiri acara dengan membaca doa Wahdah sambil bergandengan tangan. Allahuma sholli ala Muhammad wa ale Muhammad.

Malam itu, keguyuban pun dengan cepat terangkai bersama unsur masyarakat dan mazhab. Ya ilmu, kegembiraan, kebersamaan, kehangatan, dan dimensi-dimensi lainnya. Meski acara sudah rampung, tapi hadirin masih segar bugar dan menyala mripatnya sambil beranjak dari tempat duduk untuk pulang. Ada tetesan ilmu, hikmah dan cahaya dari Allah yang memayungi kepala-kepala hadirin. Akhirnya kita hanya mengatakan, mari kita jadikan diri kita sebagai manusia lapang dan manusia ruang. Malam ini kita semua benar-benar merasakan kehadiran Kanjeng Nabi yang senantiasa menyertai setiap aktivitas dan di setiap tarikan nafas kesadaran kita.[]
Comment