0
Sunday 8 January 2023 - 04:25
UEA dan Gejolak Suriah:

Duta UEA untuk PBB Mengecam Politisasi Masalah Senjata Kimia Suriah

Story Code : 1034316
Duta UEA untuk PBB Mengecam Politisasi Masalah Senjata Kimia Suriah
Lana Zaki Nusseibeh membuat pernyataan pada sesi Dewan Keamanan tentang situasi senjata kimia di Suriah pada hari Jumat (6/1), menyatakan bahwa masalah tersebut ternyata menjadi salah satu file organ PBB yang paling dipolitisasi.

Pada tahun 1993, 130 negara menandatangani Konvensi Senjata Kimia, sebuah pencapaian penting di bidang perlucutan senjata. Namun hari ini, & di tahun ke-2 keanggotaan #UAExUNSC, file senjata kimia Suriah adalah salah satu file Dewan yang paling dipolitisasi.https://t.co/YHUN7Iy5oz pic.twitter.com/xrUZ0Ncuz3
— Misi UEA untuk PBB (@UAEMissionToUN) 5 Januari 2023

Dia menekankan bahwa semua pihak harus menghormati prinsip dasar OPCW, termasuk konsensus dan menghindari politisasi.

“Pada tanggal 13 Januari 1993, Sekretaris Jenderal PBB [Boutros Boutros-Ghali] membuka Konvensi Senjata Kimia (CWC) untuk ditandatangani di Paris, dan 130 negara menandatangani perjanjian tersebut. Ini adalah bukti dari konsensus internasional tentang kesepakatan tersebut, dan perjanjian tersebut dipandang sebagai salah satu pencapaian sejarah terpenting di bidang pelucutan senjata,” kata Nusseibeh.

“Namun demikian, file senjata kimia Suriah adalah salah satu file Dewan yang paling dipolitisasi,” jelasnya.

“Uni Emirat Arab telah berulang kali mengutuk penggunaan senjata kimia di mana saja dan kapan saja, oleh siapa saja dan dalam keadaan apa pun, karena penggunaan amunisi tersebut merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap ketentuan CWC dan prinsip-prinsip internasional,” tegas Nusseibeh.

Diplomat tertinggi UEA menunjuk pada kemajuan luar biasa dalam penyelesaian masalah senjata kimia Suriah, menyerukan semua pihak yang terlibat untuk melakukan dialog yang konstruktif.

Pada 14 April 2018, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis melakukan serangkaian serangan udara terhadap Suriah atas dugaan serangan senjata kimia di kota Douma, yang terletak sekitar 10 kilometer timur laut ibu kota Damaskus.

Dugaan serangan itu dilaporkan oleh kelompok White Helmets, yang menerbitkan video yang memperlihatkan mereka merawat para penyintas.

Dokumen OPCW yang bocor kemudian menunjukkan bahwa para penyelidik insiden Douma tidak menemukan "bukti" serangan senjata kimia.

Namun, organisasi tersebut menyensor temuan di bawah tekanan dari AS dan sekutunya untuk menyembunyikan bukti yang merusak dalih pengeboman pimpinan AS di Suriah beberapa hari setelah dugaan serangan.

Media dan pemerintah Barat telah berulang kali menuduh pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia terhadap warganya sendiri dalam perang melawan teroris.

Itu terjadi ketika Suriah menyerahkan persediaan senjata kimianya pada tahun 2014 untuk misi bersama yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW), yang mengawasi penghancuran persenjataan. Ia juga secara konsisten membantah menggunakan senjata kimia.[IT/r]
Comment